Jurnalis Independen: Tarik ulur
pelantikan kepala daerah antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan
pemerintah pusat tak urung membetot perhatian sejumlah kalangan. Kontrovesi
semakin seru menyusul kenekadan Mendagri yang berencana melantik Kepala Daerah
Kabupaten Gunung Mas Hambit di Rumah Tahanan Kompleks Polisi Militer Kodam
Jaya, Guntur, Manggarai, Jakarta Selatan.
Tidak hanya itu, tahanan KPK Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah Chasan
dikabarkan bakal berkoordinasi dengan Sekretaris Daerah (sekda) Provinsi Banten
soal pemerintahan daerahnya. Karena ditahan akibat diduga terlibat perkara suap
pilkada Lebak, koordinasi itu konon akan dilakukan di Rumah Tahanan Pondok
Bambu tempatnya dibui. Rencana itu juga menyusul rapat pimpinan (Rapim) DPRD
Banten 24 Desember lalu yang memutuskan Atut Chosiyah tetap memimpin Banten,
meski dari dalam penjara.
“Menyedihkan,” ujar singkat
Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Oce Madril saat
dihubungi via ponselnya semalam. Menurutya, banyaknya kepala
pemerintahan daerah yang tersangkut perkara korupsi kini seolah-olah
memunculkan tren baru, yakni pemerintahan dari balik jeruji.
"Ini contoh buruk
pemerintahan, penghinaan terhadap reformasi yang kita lakukan. Tega-teganya
mereka mempermainkan pemerintahan yang modern dengan cara mempertahankan
jabatan meski ditahan. Mana ada yang memimpin dari penjara," kata dia
geram.
Oce menegaskan betapa
terbelakangnya ide soal pemerintahan dalam jeruji itu. Menurutnya harus
dibedakan perlakuan antara tersangka yang tidak ditahan dengan yang ditahan.
"Tersangka yang ditahan layaknya sudah dicopot dari jabatan atau
mengundurkan diri karena memang tidak bisa memimpin pemerintahan,"
tandasnya mengedepankan bahwa ditahan atau tidaknya pejabat harus menjadi
ukuran kendati tidak spesifik dijelaskan dalam UU Pemda.
Baginya, adanya dukungan dari
pemerintah pusat ataupun daerah terhadap kepala daerah yang jadi tersangka
kasus korupsi merupakan anomali. "Melihat anomali itu presiden harusnya
mengambil langkah tegas menegur menunjukkan keberpihakan pada upaya
pemberantasan korupsi," lanjutnya.
Sejatinya, gubernur, walikota,
atau bupati, merupakan perwakilan pemerintah pusat di tingkat daerah. Maka
kalau ada penyimpangan, selayaknya pemerintah pusat dan presiden mengambil
sikap tegas, bukan sebaliknya malah getol memberikan backup. "Ada banyak
cara lain untuk menjaga efektivitas pemerintahan, bisa tunjuk Plt (Pelaksana
tugas) atau mengangkat wakilnya," jelas Oce.
Persoalan nantinya ternyata
dinyatakan bebas, pemerintah bisa merehabilitasi dan memulihkan jabatannya.
"Saat ini yang penting restorasi kepercayaan publik terhadap pemerintah
yang sudah di titik nadir, bahaya untuk jangka panjang. Sangat wajar masyarakat
bertanya soal komitmen pemerintah," ujarnya.@JI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar