Jurnalis Independen: Puluhan pejabat PT Pelabuhan Indonesia
(Pelindo) II menyatakan mundur dari jabatannya. Mundurnya puluhan
pejabat teras Badan Usaha Milik Negara di bidang pengelolaan pelabuhan
itu diduga karena merasa tidak cocok dengan kepemimpinan Direktur
Utama PT Pelindo II, Richard Joost
Lino.
Menurut penuturan Lino, pengunduran
diri itu diawali oleh Direktur Personalia dan Umum, Cipto Pramono.
Kemudian diikuti oleh banyak manajer yang mendukung langkah
pengunduran diri Cipto. Lino mengakui sempat memberikan opsi kepada Cipto
untuk mengundurkan diri secara terhormat atau dilaporkan kepada
Menteri BUMN agar memecat Cipto Pramono.
Menurut Lino, ada sebanyak 15 orang
yang mengundurkan diri dari jabatan manajer, asisten manajer dan
manajer senior. Bahkan tujuh orang diantaranya sudah ada
penggantinya di kantor pusat. "Saya sudah
ganti orang-orangnya," kata Lino
kepada wartawan, Jakarta, Kamis (12/12)
Lino mengatakan dirinya memang tidak
percaya dengan Cipto. Sebab Ia berprinsip bahwa kehormatan dan
kepercayaan sangat penting. Namun Lino enggan mengungkapkan alasannya tidak
percaya terhadap Cipto Pramono.
"Kalau orang itu tidak bisa saya
percaya lagi, maka saya tidak akan bisa bekerja sama lagi," katanya
Dihubungi terpisah, mantan Sekretaris
Perusahaan PT Pelindo (Persero) yang juga turut mengundurkan diri, Yan
Budi Santoso mengungkapkan permasalahannya diawali saat ulang
tahun pelabuhan, hari Jumat 6 Desember lalu. Saat itu Direktur
Personalia dan Umum Cipto Pramono memberikan kata sambutan dan kebetulan
sepanggung dengan Ketua Serikat Pekerja, Kirnoto.
Menurut Yan, akibat dari sepanggung
tersebut, Lino menganggap merupakan kesalahan fatal sehingga Lino
meminta Cipto untuk mengundurkan diri atau disampaikan
kepada Menteri BUMN agar memberhentikan Cipto.
"Dengan
kebesaran hatinya, Pak Cipto akhirnya mengajukan surat pengunduran
dirinya," kata Yan, Jakarta, Kamis (12/12).
Yan menilai karena hanya persoalan
sepanggung dengan Ketua Serikat Pekerja, keputusan Lino menjadi
sewenang-wenang dan tidak bisa dimengerti oleh semua pegawai
perusahaan. Menurutnya, sebagai pemimpin perusahaan seharusnya Lino bertindak
bijaksana.
Dia menilai dengan munculnya keputusan
tersebut, pada akhirnya para pegawai memiliki pemikiran bahwa perusahaan
dijalankan sangat tidak pas jikalau kesewenangan pun juga
dijalankan. "Kita tidak nyaman kalau pemimpin kita seperti itu. Maka dari
itu kita lakukan gerakan moral yang menunjukkan kita tidak bisa
bekerjasama," kata Yan.
Berikut nama dan jabatan yang
mengundurkan diri dari PT Pelindo II (Persero), Yan Budi Santoso (Sekretaris
Perusahaan), Syarief Saleh (SM Layanan Umum), Hendra Budhi (Kepala
Unit P2K), Sunu Bekti Pujotomo (manajer pemasaran dan administrasi
cabang Tanjung Priok, Kusno Utomo (manajer pemasaran operasi terminal),
Amir Indra Sasongko (manajer operasi terminal II), Budi Utoyo
(manajer operasi terminal 1), Abdul Latief (asisten manajer pendapatan dan
piutang), Siswanto (advisor tanggap bencana), Djoko Santoso
(manajer pelayanan jasa), Sugeng Mulyadi (Pj. senior manajer
perbendaharaan). Indra Sigit Satyaputra (subdit akutansi manajemen), Aris
Subagyo (subdit akutansi keuangan), Moh Iqbal (AVP finance dan administrasi
PKBL dan CSR), Dadang Triwidayat (subdit akuntansi keuangan
ASM akuntasi umum), My Rica Arfan (subdit perbendaharaan), Taufik
Surahmat (sub direktorat perbendaharaan asm pengelolaan kas),
Dian Suryani (AVP mitra binaan PKBL CSR), Try Djunaidy (manajer
keuangan cabang Tanjung Priok), Dwiono Haryadi (Asmen pelayanan), Irma
Indirastuti (Asmen pengusahaan
tanah dan bangunan).
Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II yang
berpusat di Tanjung Priok, Jakarta Utara, bisa dibilang sebagai pintu masuk ke
Indonesia. Kebanyakan perdagangan barang keluar-masuk lewat jalur ini. Namun,
belakangan daya tampung Pelindo II yang mencapai 7 juta twenty-foot equivalent
unit (TEU) per tahun, dianggap sudah limit maksimum. Karena itu, Direktur Utama
Pelindo II, Richard Joost Lino, berikhtiar untuk meningkatkan produktivitas, di
antaranya membangun tiga terminal di Kalibaru.
Terminal I akan selesai akhir 2014,
selanjutnya terminal II pada 2016, dan terminal III setahun berikutnya. Selain
Kalibaru, Lino mengatakan juga akan membangun pelabuhan baru di Sorong, Papua,
di atas lahan 7.500 hektare. Total investasinya menelan dana hingga Rp36
triliun. Untuk meningkatkan keuntungan dari hasil pembangunan pelabuhan itu,
lelaki asal Rote, Nusa Tenggara Timur, ini akan membuat Pelindo tidak ubahnya
Pelabuhan Rotterdam di Belanda. “Membuka bagi operator asing untuk masuk, namun
kontrol berada di bawah Merah Putih. Jadi keuntungan tetap untuk Indonesia,”
ujarnya. Pelindo ok Richard-Joost-Lino
Alumnus Teknik Sipil ITB Bandung ini
pun berharap kondisi perekonomian dan politik Indonesia sejatinya dapat
mendukung pembangunan pelabuhan baru tersebut. “Harus ada cara agar pembangunan
itu tidak terganggu karena Indonesia bisa dapat nilai yang tinggi,” kata Lino.
Kepada Sukron Faisal dan Iis Husni Isnaini dari SINDO Weekly, Lino bercerita
banyak mengenai industri pelabuhan dan tantangan ke depan. Berikut petikannya:
Bagaimana dengan industri kepelabuhan
di Indonesia secara umum?
Ada hal yang mendasar di Indonesia
untuk pelabuhan, yaitu biaya pelabuhan dengan komoditasnya tidak imbang.
Seperti CPO (crude palm oil), tarif pelabuhannya Rp3.000 per ton, padahal harga
CPO Rp10 juta per ton. Harga Rp3.000 itu tidak wajar. Tidak ada satu pun
perusahaan swasta yang mau investasi, karena tarifnya tidak payable.
Jadi, persoalannya regulasi?
Bukan regulasi, tapi kesalahan dari
dulu. Saya katakan pada mereka, Pelindo itu punya Indonesia. Selama ini Anda
tidak membayar benar kepada rakyat Indonesia, Rp3.000 itu tidak wajar. Nilai
seharusnya US$3−7 per ton, seperti harga di seluruh dunia. Jadi, kami hanya
dibayar sepersepuluhnya. Karena kami BUMN, maka mau membangunnya. Tapi ini cara
yang tidak benar. Kalau kontainer, tarifnya sudah benar. Tapi batu bara ya
tidak ada, karena tarifnya murah sekali. Siapa yang mau investasi kalau tidak
ada return-nya.
Siapa yang seharusnya memperbaiki?
Saya beritahu mereka bahwa Anda
membayar tidak wajar kepada negara, rakyat dirugikan. Pelindo itu doorman
(pintu masuk). Kalau kami untung, pasti akan diinvestasikan lagi di Indonesia,
beda dengan perusahaan swasta.
Bagaimana cara membuat investor asing
berinvestasi di Pelindo?
Tanjung Priok itu ibaratnya “gadis
cantik”. Jadi kami bisa memilih untuk lelang terminal II dan III. Kami sudah
dalam proses finalisasi. Saya sudah memasang iklan di majalah The Economist,
dengan harga sekitar 120 ribu euro atau Rp1,56 miliar/halaman. Kami pasang di
halaman prime, bukan di belakang. Saya pasang iklan ini agar seluruh dunia tahu
bahwa akan ada terminal baru yang dioperasikan oleh international company dari
Indonesia. Sehingga mereka yang investasi di Republik ini akan memperoleh
prospek bagus, dengan pelayanan yang bagus. Jadi, iklan ini untuk Indonesia,
bukan untuk trading saja.
Mengenai pembangunan terminal baru
Kalibaru, bagaimana perkembangannya?
Terminal baru di Kalibaru sedang
berjalan. Terminal I selesai akhir 2014, terminal II 2016, dan terminal III
2017. Serta dua oil terminal Multi Purpose Floater dengan total 10 juta
ton/tahun. Untuk yang kontainer, daya tampungnya 4,5 juta TEU per tahun.
Selain Kalibaru, kami juga akan
membangun pelabuhan baru di Sorong, Papua. Letaknya 90 km di selatan Sorong, di
atas lahan 7.500 hektare. Terminal yang pertama kali akan kami bangun
panjangnya 500 meter dengan kapasitas sekitar 500 ribu TEU per tahun. Mulai
dibangun akhir 2012 dan akan selesai akhir 2014. Sangat jauh kalau dibandingkan
dengan Tanjung Priok yang lahannya hanya 800 hektare.
Berapa investasi untuk membuat
pelabuhan itu?
Total biaya tahap I lebih kurang US$2,5
miliar atau Rp20 triliun, tahap II sekitar Rp16 triliun. Tahap II ini ada 8
terminal, dengan kapasitasnya 8 juta TEU.
Memangnya berapa daya tampung Priok
sehingga harus dibangun pelabuhan baru?
Tahun ini sekitar 7 juta TEU, itu sudah
limit maksimum. Untuk itu saya mesti bikin optimasi peningkatan produktivitas
di Tanjung Priok hingga 9 juta TEU, sambil menunggu Kalibaru selesai 2014.
Perlu usaha extraordinary, kalau tidak maka tidak akan bisa.
Adakah rencana untuk mengembangkan
Tanjung Priok ke arah maritime service yang lengkap seperti di Tanjung Pelepas,
Malaysia?
Kalau Kalibaru rampung. Karena drafnya
saja 16 miliar. Tapi desain semua dermaga itu 20 miliar, sama dengan terusan
Selat Malaka.
Apakah pelabuhan baru ke depannya akan
mampu menyaingi Singapura?
Tidak juga. Kami hanya ingin mengambil
aset yang kami punya. Karena kita masih ada yang transit, meski jumlahnya
sedikit. Seperti Panjang, Semarang, kan masih transit di Singapura. Kalau Priok
kompetitif dengan fasilitas yang ada, seharusnya transitnya ke Priok.
Dermaga-dermaga itu yang mau saya ambil.
Dengan budget keseluruhan yang mencapai
Rp36 triliun, apakah untuk pembangunan infrastruktur saja atau pengembangan
lainnya?
Khusus untuk Tanjung Priok, hanya
infrastruktur, superstruktur, dan equipment. Channel yang sekarang kan hanya
ada 14, maka akan dibangun menjadi 16, sama seperti Singapura. Tapi dermaga
kita desainnya itu kurang dari 20 meter.
Apa sumber utama masalah produktivitas
pelabuhan Indonesia? Lebih ke SDM atau infrastruktur?
Beberapa waktu lalu Presiden SBY bicara
soal infrastruktur. Berbicara soal infrastruktur, ada dua: hard infrastructure
(fisik) dan soft infrastructure (sistem pelayanan). Nah, soft infrastructure
itu murah dan bisa dikerjakan langsung, jadinya cepat. Kapasitas infrastruktur
yang ada pun menjadi besar, sambil kami membangun hard infrastructure. Karena
hard infrastructure itu butuh waktu 2-3 tahun untuk menjadikan uangnya banyak,
sementara soft infrastructure itu tidak.
Contoh, sewaktu saya masuk Tanjung
Priok pada 2009, kontainer di Priok pada tahun itu hanya 3,6 juta TEU. Jika
Anda ke Priok di awal 2009, keadaannya sungguh messy, macet, dan tidak keruan.
Kalau lihat sekarang, Priok itu longgar, padahal volumenya 7,2 juta TEU.
Melihat kapasitas Pelindo saat ini,
puncak performanya kira-kira sampai berapa kali lipatnya dari sekarang?
Dengan 7 juta TEU sekarang ini, saya
punya challenge besar. Dan bila Kalibaru siap beroperasi 2015 nanti, volumenya
bisa meningkat jadi 9 juta TEU. Saya mesti menyiapkan kapasitas tambahan 2 juta
TEU lagi, karena tidak mungkin membangun baru. Saya juga mesti mendorong supaya
bisa mencapai hal itu.
Pelabuhan adalah salah satu bisnis
strategis karena menyangkut kedaulatan bangsa…
Jauhkan nasionalisme sempit, karena
dapat menjadi lintah darat bagi masyarakat banyak. Saya harus cari income and
profit dengan cara yang elegan, supaya keuntungan dapat ke Indonesia, bukan
dibawa ke luar. Dan kita jangan xenofobia (anti-asing). Lihat Pelabuhan
Rotterdam di Belanda. Mereka terbuka bagi operator asing, tetapi Belanda yang
mengontrolnya. Nah, begitu juga kami, mengundang operator asing dan kami yang
kontrol. Keuntungannya untuk Indonesia juga.
Bagaimana pandangan Anda mengenai
persoalan kebangsaan saat ini?
Dengan pertumbuhan 6,5% itu suatu
pencapaian yang bagus, karena jumlah negara di dunia yang mencapai pertumbuhan
seperti ini bisa dihitung dengan jari. Jadi, politisi yang suka mengkritik,
sebaiknya mereka membantu supaya perekonomian Indonesia bisa mencapai 10%.
Meski demikian, saya optimistis dengan
Negeri ini. Indonesia menjadi salah satu negara yang demokrasinya sangat
demokratis di dunia. Bandingkan dengan Amerika Serikat, kita jauh lebih
demokratis. Di sini, Anda bisa menulis sebebas yang Anda mau, tidak ada negara
mana pun di dunia yang seperti Indonesia. Indonesia itu sangat fantastik. Kita
berharap pemerintah ke depan menjadi lebih baik, lebih bagus, lebih tegas,
sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi lebih tinggi lagi.
Bagaimana dengan persoalan ekonomi yang
ada?
Seluruh dunia kagum dengan pertumbuhan
ekonomi Indonesia yang mencapai 6,5%, jadi jangan komplain. Kalau mau
mengkritik, mereka juga harus memberi kontribusi. Bila setiap orang mau
bersinergi, perekonomian kita bisa tumbuh fantastik.
Apa harapan Anda terhadap untuk
pemimpin hasil Pemilu 2014?
Seorang pemimpin yang berani dan tegas
untuk memutuskan. Dia harus percaya apa pun yang dilakukannya itu benar untuk
rakyat dan dilaksanakan.
Harapan Anda terhadap partai politik
peserta Pemilu 2014?
Saya melihat, dengan kondisi parpol
seperti sekarang, akan muncul tokoh nonpolitik. Parpol butuh karakter orang
seperti itu untuk menjual parpolnya. Masyarakat kita sekarang makin pintar,
mereka melihat sosok, bukan partai politiknya lagi.
Karakter pemimpin seperti apa yang Anda
harapkan di 2014?
Pokoknya mereka yang punya integritas
tinggi untuk Negeri ini, yakni berani mengambil keputusan dengan cepat. Berapa
persen sih orang seperti kami di negeri ini? Tidak banyak. Biarkanlah acara ini
menjadi momen lima tahunan, siapapun presiden yang terpilih nanti, walaupun
kita tidak memilihnya, harus sama-sama kita support.
Apakah kondisi politik saat ini
memengaruhi perkembangan Pelindo?
Seperti terminal I, II, dan III proyek
Kalibaru yang membutuhkan banyak uang hingga triliunan rupiah, harus ada cara
agar pembangunan ini tidak terganggu, karena kita bisa dapat nilai yang tinggi.
Maka itu, kami membuat oversight committee; terdiri dari orang-orang independen
yang mengawasi semua proses pembangunan yang saya lakukan secara transparan.
BIODATA RICHARD JOOST LINO Pelindo
Richard Joost Lino, Direktur Utama PT Pelindo II
Tempat, tahun lahir : Rote, Nusa Tenggara Timur, 1953
Pendidikan
1976
Teknik Sipil, ITB Bandung
1978
Diploma Teknik Hidrolik, The International Institute for Hydraulic and Environmental engineering, Delft, The
Netherlands.
1979
International Course on Sediment Transport in Estuarine and Coastal
Engineering, Coastal research Centre, Poona, India.
1980
Senior Course on Port and Harbour engineering, Tokyo, Japan.
1981
Project Management Course, Virginia Polytechnic Institute and State
University, Virginia, USA.
1989
Magister Bisnis Administrasi, Institute Pendidikan dan Pengembangan Manajemen
(IIPM), Jakarta, Indonesia
Laut Adalah Hidupnya
“Nenek moyangku seorang pelaut, gemar
mengarung luas samudera”. Lagu itu bukan sekadar nyanyian bagi Richard Joost
Lino, Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, melainkan sudah seperti
mendarah daging. Inilah yang membuat R.J. Lino, yang lahir pada 1953 di
Kepulauan Rote, Nusa Tenggara Timur—yang identik dengan pantai dan laut—tidak
bisa berpisah dengan kehidupan laut. “Dari kecil saya suka laut karena rumah
saya hanya 100 meter dari pantai,” katanya.
PelindoSaking cintanya akan laut,
setamat dari Teknik Sipil ITB pada 1976, Lino memilih disiplin ilmu yang ada
kaitannya dengan laut, yaitu mengambil Diploma Teknik Hidrolik di The
International Institute for Hydraulic di Belanda. Kemudian, ia memperdalam
keilmuan bidang laut di India, Jepang, hingga Amerika Serikat.
Pada 1992, Lino bergabung dengan
Transconsult, tempat ia banyak terjun langsung dalam proyek dan penelitian
kelautan Indonesia. Tiga belas tahun berselang, ia ikut dalam proses pengadaan
Pelabuhan Guigang, Guang Xi di Cina. Setelah pengadaan, Lino didapuk menjadi
Managing Director Pelabuhan Guigang. Peran utamanya mengevaluasi perencanaan
pelabuhan dan renovasi pelabuhan lama menjadi pelabuhan modern.
Pengalaman mengenai akses kanal,
pemecah gelombang, bidang kargo, dan seabrek pengetahuan di bidang pelabuhan,
membuat Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memanggilnya sebagai
Direktur Utama Pelindo II di akhir 2009. Sebagai orang nomor satu di Pelindo II
yang membawahkan 12 pelabuhan di Indonesia bagian barat, Lino harus dapat
meningkatkan performa Pelindo II, khususnya Pelabuhan Tanjung Priok, yang
kondisinya tidak keruan. Saat itu, kontainer di Priok hanya 3,6 juta TEU per
tahun. Kini, volumenya meningkat 7,2 juta TEU per tahun. Bahkan, ia berencana
meningkatkan lagi hingga sekitar 9 juta TEU per tahun. Hal itu bukan tidak
mungkin, sebab Lino bilang, laut adalah hidupnya.@JI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar