Senin, 16 Desember 2013

Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah, Subri Ditangkap KPK

Jurnalis Independen: Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah, Subri (SUB), dan Lusita Ani Razak (LAR) ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di sebuah Hotel di Nusa Tenggara Barat, Sabtu (14/12/2013) malam.


Keduanya diteapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara tindak pidana umum terkait pemalsuan dokumen sertifikat tanah di wilayah Kabupaten Lombok Tengah dengan terdakwa seorang pengusaha atas nama Sugiharta alias Along. Kini keduanya ditahan di Rumah Tahanan KPK.

Subri disangkakan sebagai penerima suap. Ia dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Lusita dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Barang bukti dalam kasus itu adalah mata uang dollar Amerika (USD) berupa pecahan USD 100 sebanyak 164 lembar. Sehingga ditotal berjumlah USD 16.400 atau setara Rp 190 juta. Selain itu ada ratusan lembar rupiah dalam berbagai pecahan dengan total Rp 23 juta.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap sejumlah pihak terkait kasus dugaan suap Kejari Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Di antara yang dicegah itu yakni, Ketua Dewan Pengarah Bapilu Partai Hanura, Bambang Wiratmadji Soeharto.

Selain itu, KPK juga mencegah Jaksa Pratama di Kejaksaan Negeri Praya (kasi Pidsus), Apriyanto Kurniawan, Kepala Pengadilan Negeri Praya, H. Sumedi, serta dua Hakim Pratama Muda pada Pengadilan Negeri Praya, Anak agung Putra Wiratjaya dan Dewi Santini.
Demikian tertuang dari surat permintaan pencegahan KPK kepada pihak Ditjen Imigrasi Kemenkumham, yang diketahui wartawan, Senin (16/12/2013).

Surat Keputusan Pimpinan KPK itu, bernomor KEP-917/01/12/2013 tanggal 15 desember 2013.
Dalam surat itu, tertulis mereka dicegah guna kepentingan penyidikan atas tersangka Kepala Kejaksaan Negeri Negeri Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Subri dan pengusaha Lusita Ani Razak.

Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Nusa Tenggara Barat, Subri  yang ditangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Sabtu (14/12)/2013, pernah berdinas di Kejaksaan Negeri Subang, Jawa Barat.

"Iya, yang bersangkutan pernah berdinas di Kejari Subang tahun 2002 sebagai Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Subang," kata Kepala Kejaksaan Negeri Subang, Didiàng Kurniawan kepada Tríbun di Subang, Senin (16/12/2013).

Hanya saja, ia belum mengetahui secara persis berapa lama berdinas di Subang. "Saya belum tahu berapa lama beliau di sini. Waktu itu, saya jadi jaksa fungsional," ujarnya. (men)

Pemberi Suap Jaksa Subri Anak Buah Ketua Dewan Penasihat Partai Hanura ?
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto (dua kanan) bersama Jamintel Kejaksaan Agung Ajat Sudrajat (kanan), juru bicara KPK Johan Budi, dan seorang penyidik KPK memperlihatkan barang bukti uang hasil operasi tangkap tangan (OTT) dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (15/12/2013). KPK menangkap tangan Kepala Kejaksaan Negeri Praya Lombok, Subri, sebagai pihak penerima suap, dan Lusita Ani Razak sebagai pemberi suap, dengan barang bukti uang senilai total Rp 113 Juta untuk pengurusan sertifikat lahan di kawasan Lombok Tengah.

KPK telah menetapkan Kepala Kejaksaan Negeri Negeri Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Subri dan Lusita Ani Razak sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara tindak pidana umum terkait pemalsuan dokumen sertifikat tanah di wilayah Kabupaten Lombok Tengah dengan terdakwa seorang pengusaha atas nama Sugiharta alias Along.

Penetapan tersebut gelar perkara usai memeriksa keduanya setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Satgas KPK di Nusa Tenggara Barat (NTB) Sabtu (14/12/2013) malam.
Subri disangka KPK sebagai si penerima suap. Sementara, Lusita Ani Razak disangkakan sebagai pemberi suap.

Informasi yang dihimpun, Lusita Ani Razak berasal dari PT Pantai Aan. Lusita disebut-sebut anak buah Bambang Wiraatmaji Suharto di perusahaan tersebut. Sedangkan Bambang yang merupakan Ketua Dewan Penasihat Partai Hanura itu disebut-sebut Direktur Utama (Dirut) di perusahaan itu.

Kabar juga berhembus, bila PT Pantai Aan menyuap Jaksa Subri terkait pemberian putusan tuntutan Jaksa untuk Sugiharta. PT Pantai Aan disebut-sebut akan bangun hotel di Praya. Nah, tanah yang terletak di Selong Belanak Kecamatan Praya Barat Lombok Tengah yang akan digunakan itu dikabarkan kepunyaan Sugiharta alias Along.

Namun, Bambang Wiraatmaji Suharto melaporkan Sugiharta ke Polres Lombok atas dugaan pencaplokan lahan kawasan. Alhasil, Along alias Sugiharta, ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Bahkan, saat ini proses persidangan tengah berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Praya. Kejaksaan Praya sendiri sudah menuntut Sugiharta alias Along dengan tiga tahun penjara pada Kamis (28/11/2013) lalu.

Konflik tanah tersebut sekarang menjadi fokus pemantauan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI). Konflik itu juga jadi permainan mafia hukum di wilayah tersebut.
Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto enggan berspekulasi soal dugaan keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus dugaan suap tersebut. Termasuk dugaan keterlibatan aparat penegak hukum setempat, seperti Jaksa maupun pihak kepolisian.

Bambang beralasan pihaknya akan fokus terlebih dahulu menangani perkara Subri dan Lusita Ani Razak. Bambang tak menampik pihaknya mendalami hubungan Lusinta dengan terdakwa Along alias Sugiharta.

"Hubungan terdakwa dengan LAR sedang dialami," kata Bambang.

Kemungkinan bertambahnya tersangka baru dalam kasus tersebut dapat terjadi. Terlebih dalam menyangkakan Subri dan Lusita, KPK menyematkan pasal bersama-sama atau pasal 55. Bambang juga meyakini perbuatan Subri dan Lusita tak berdiri sendiri, alias ada pihak lain yang ikut andil di dalamnya. "Kami menduga tidak sendiri," tegas Bambang.

Ditangkapnya Kepala Kejaksaan Negeri  Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Subri (SUB) menjadi momentum bagi Kejaksaan Agung untuk melakukan perubahan besar di dalam tubuh korp Adhyaksa tersebut.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi menjelaskan bahwa pengawasan internal tetap dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Itu agenda rutin setiap triwulan mulai inspeksi umum, pengawasan khusus, inspeksi kasus. Itu merupakan tugas rutin. Masalahnya ini kan masalah moral manusia, integritas seorang jaksa, kata Untung di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (16/12/2013).

Ditanya mengapa masih ada jaksa-jaksa yang bermain meskipun sudah melakukan pengawasn, Untung mengatakan semua institusi pasti ada pengawasan internal, tetapi masalah pasti ada.

"Namun dengan kejadian ini merupakan momentum untuk melakukan perubahan-perubahan besar bagi seluruh jajaran Kejaksaan Agung di seluruh Indonesia. Karena penegak hukum bekerja berkaitan dengan integritas," katanya.

Pihaknya menyesalkan masih ada jaksa yang melakukan penyimpangan sehingga mencoreng nama baik kejaksaan.

"Kita sangat menyesalkan kasus yang dilakukan oleh oknum kejaksaan ini," ucapnya.

Ketua Komisi Kejaksaan RI Halius Husen menganggap bahwa dalam kasus suap Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) masih ada oknum jaksa lain yang terlibat.

"KPK harus mengusut tuntas kasus tersebut, saya tidak yakin dalam kasus tersebut dia sendirian, pati ada oknum jaksa lain yang berperan," kata Halius saat dihubungi tribunnews.com melalui sambungan selulernya, Senin (16/12/2013).

Dikatakan Halius meminta Jaksa Agung untuk tidak melindungi jaksa yang sudah menciderai kewibawaan penegak hukum, meskipun kejaksaan memberikan pengacara untuk yang bersangkutan tetapi tidak boleh melakukan upaya apapun dalam pengusutan kasus tersebut.

"Jaksa seperti itu tidak boleh dilindungi karena menciderai kewibawaan penegak hukum," katanya.

Kini keduanya ditahan di Rumah Tahanan KPK.
Subri ditangkap bersama seorang wanita pengusaha Lusita Ani Razak (LAR) di sebuah hotel di kawasan Senggigi, Mataram, Pulau Lombok, Sabtu (14/12), sekitar pukul 19.15 Wita. "Dia (Subri) menangis saat dibawa petugas KPK," kata seorang pejabat KPK, Minggu sore.

Subri tertangkap tangan seusai menerima uang tunai 16.400 dollar AS atau setara Rp 190 juta dan Rp 23 juta. "Benar (ditangkap) di dalam kamar hotel. Apa yang sedang mereka lakukan, bukan untuk konsumsi publik," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjajanto.

Pemberian uang itu diduga terkait perkara pidana terkait tanah di Praya. Kepala Kejaksaan Negeri  Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sang Ketut Madita mengatakan Subri sempat diinapkan di Polres Mataram sebelum diterbangkan ke Jakarta, Minggu pagi.

Sehari setelah penangkapan, Subri dan wanita pengusaha LAR ditetapkan sebagai tersangka. "Pimpinan, penyelidik, dan penyidik KPK telah melakukan ekspose terhadap OTT (operasi tangkap tangan) tersebut. Dalam ekspose disepakati,  dua orang yang ditangkap itu ditingkatkan ke tahap selanjutnya dan dikeluarkan surat perintah penyidikan," ujar Bambang Widjajanto.

Ia menuturkan, tim KPK telah melakukan tahapan sesuai prosedur dan melakukan pemeriksaan terhadap keduanya. "Hasilnya (pemeriksaan) tim merasa sudah menemukan bukti yang cukup, terjadi tindak piana korupsi berupa suap dari LAR kepada Sub, " katanya.

Bambang Widjajanto mengungkapkan penangkapan Subri berawal dari informasi yang diberikan masyarakat kepada KPK. "Kasus ini berdasarkan info dari masyarakat. Kami berterimakasih kepada masyarakat atas kerja sama dan peran aktifnya," ujar Bambang.

Ia menilai informasi dari masyarakat merupakan sebuah masukan penting dan amat membantu dalam upaya KPK mengungkap kasus korupsi.  "Kontrol publik menjadi penting dalam membangun proses penegakan hukum. Kami harap laporan-laporan masyarakat lainnya terus dilakukan," tandasnya.

Terkait barang bukti berupa uang, Bambang menyebut barang itu disimpan dalam dua tas berwarna cokelat. Uang dollar AS berupa pecahan 100 dollar sebanyak 164 lembar, total 16.400 dollar AS atau sekitar 190  juta. Selain itu juga ditemukan uang dalam pecahan rupiah senilai 23 juta.

Uang tersebut diduga suap yang diberikan LAR terkait dengan penanganan perkara tindak pidana umum pemalsuan dokumen tanah di wilayah Kabupaten Lombok Tengah.
Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intel) Kejaksaan Agung,  Ajat Sudrajat, mengklaim penangkapan itu  merupakan hasil kerjasama pihaknya dengan KPK. "Operasi tangkap tangan terhadap oknum kejaksaan bernama Sub oleh KPK,  merupakan hasil koordinasi dan kerjasama kejaksaaan dan KPK dalam meningkatkan pemberantasan korupsi," kata Ajat dalam jumpa persnya di kantor KPK.

Ajat juga memastikan pihaknya tak akan ikut campur dalam penanganan perkara tersebut. Dia berharap peristiwa ini akan menimbulkan efek jera bagi penegak hukum yang bandel. "Untuk internal  kejaksan, kasus ini bisa jadi peringatan serta diharapkn efektif untuk menimbulkan efek jera. Terlebih Jaksa Agung tiap waktu mengingatkan seluruh aparat kejaksan untuk jaga diri," kata Ajat.

Terhadap Jaksa Subri, kejaksaan akan memberikan sanksi kepegawaian, yaitu  mencopot yang bersangkutan dari jabatannya. "Kemudian akan diproses sesuai PP tentang disiplin pegawai negeri sipil (PNS), sanksinya bisa saja pemberhentian dengan tidak hormat," kata Ajat.

Menurut Ajat, selama ini Subri dikenal memiliki catatan yang cukup baik, dalam arti  tidak pernah terkena sanksi indisipliner. Ajat Sudrajat mengatakan selama ini belum pernah mendengar ada tindakan indisipliner yang dilakukan Subri.

"Sejauh yang diketahui, track record-nya baik. Sebelum menjabat sebagai Kajari Praya, Subri bertugas sebagai anggota satgas di Kejaksaan Agung. Selama itu ia menunjukan kinerja yang baik sehingga kemudian dipromosikan ke Jambi sebelum diangkat sebagai Kajari Praya.

Ketua Komisi III DPR: Siapa yang Tidak Korup?
Ketua Komisi III DPR Pieter C Zulkifli menyesalkan tertangkap tangannya anggota penegak hukum oleh KPK. Hal itu menunjukkan perilaku korupsi yang begitu masif.

"Sudah jadi Kajari masih korup. Jadi polisi juga korup. Hakim apalagi. Politisi juga begitu. Pengusaha tambah korup. So siapa yang tidak korup?" kata Pieter di Gedung DPR, Jakarta, Senin (16/12/2013).

Pieter melihat dengan jelas ada yang salah dalam pelaksanaan sistem hukum dan managemen organisasi apapun di tanah air. "Bagaimana memperbaikinya ? Seharusnya mereka semua berfikir buat yang fakir bukan sebaliknya mereka justru fakir mental," imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan,

Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah, Subri alias SUB sempat menangis saat ditangkap penyidik KPK di sebuah hotel di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (14/12/2013) malam.(*)


Tidak ada komentar: