Jurnalis Independen: Kepala Kejaksaan Negeri Praya,
Lombok Tengah, Subri (SUB), dan Lusita Ani Razak (LAR) ditangkap Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) di sebuah Hotel di Nusa Tenggara Barat, Sabtu (14/12/2013) malam.
Keduanya diteapkan sebagai
tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara tindak pidana umum terkait
pemalsuan dokumen sertifikat tanah di wilayah Kabupaten Lombok Tengah dengan
terdakwa seorang pengusaha atas nama Sugiharta alias Along. Kini keduanya
ditahan di Rumah Tahanan KPK.
Subri disangkakan sebagai
penerima suap. Ia dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 5 ayat (2)
dan Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Lusita
dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor
jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Barang bukti dalam kasus itu
adalah mata uang dollar Amerika (USD) berupa pecahan USD 100 sebanyak 164 lembar.
Sehingga ditotal berjumlah USD 16.400 atau setara Rp 190 juta. Selain itu ada
ratusan lembar rupiah dalam berbagai pecahan dengan total Rp 23 juta.
Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) melakukan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap sejumlah pihak
terkait kasus dugaan suap Kejari Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Di antara yang dicegah itu yakni,
Ketua Dewan Pengarah Bapilu Partai Hanura, Bambang Wiratmadji Soeharto.
Selain itu, KPK juga mencegah
Jaksa Pratama di Kejaksaan Negeri Praya (kasi Pidsus), Apriyanto Kurniawan,
Kepala Pengadilan Negeri Praya, H. Sumedi, serta dua Hakim Pratama Muda pada
Pengadilan Negeri Praya, Anak agung Putra Wiratjaya dan Dewi Santini.
Demikian tertuang dari surat
permintaan pencegahan KPK kepada pihak Ditjen Imigrasi Kemenkumham, yang
diketahui wartawan, Senin (16/12/2013).
Surat Keputusan Pimpinan KPK itu,
bernomor KEP-917/01/12/2013 tanggal 15 desember 2013.
Dalam surat itu, tertulis mereka
dicegah guna kepentingan penyidikan atas tersangka Kepala Kejaksaan Negeri
Negeri Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Subri dan pengusaha Lusita
Ani Razak.
Kepala Kejaksaan Negeri Praya,
Nusa Tenggara Barat, Subri yang
ditangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Sabtu (14/12)/2013, pernah
berdinas di Kejaksaan Negeri Subang, Jawa Barat.
"Iya, yang bersangkutan
pernah berdinas di Kejari Subang tahun 2002 sebagai Kepala Seksi Pidana Umum
Kejari Subang," kata Kepala Kejaksaan Negeri Subang, Didiàng Kurniawan
kepada Tríbun di Subang, Senin (16/12/2013).
Hanya saja, ia belum mengetahui
secara persis berapa lama berdinas di Subang. "Saya belum tahu berapa lama
beliau di sini. Waktu itu, saya jadi jaksa fungsional," ujarnya. (men)
Pemberi Suap Jaksa Subri Anak
Buah Ketua Dewan Penasihat Partai Hanura ?
Pimpinan Komisi Pemberantasan
Korupsi Bambang Widjojanto (dua kanan) bersama Jamintel Kejaksaan Agung Ajat
Sudrajat (kanan), juru bicara KPK Johan Budi, dan seorang penyidik KPK
memperlihatkan barang bukti uang hasil operasi tangkap tangan (OTT) dalam
konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (15/12/2013). KPK menangkap
tangan Kepala Kejaksaan Negeri Praya Lombok, Subri, sebagai pihak penerima
suap, dan Lusita Ani Razak sebagai pemberi suap, dengan barang bukti uang
senilai total Rp 113 Juta untuk pengurusan sertifikat lahan di kawasan Lombok
Tengah.
KPK telah menetapkan Kepala
Kejaksaan Negeri Negeri Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Subri dan
Lusita Ani Razak sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara tindak
pidana umum terkait pemalsuan dokumen sertifikat tanah di wilayah Kabupaten
Lombok Tengah dengan terdakwa seorang pengusaha atas nama Sugiharta alias
Along.
Penetapan tersebut gelar perkara
usai memeriksa keduanya setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Satgas
KPK di Nusa Tenggara Barat (NTB) Sabtu (14/12/2013) malam.
Subri disangka KPK sebagai si
penerima suap. Sementara, Lusita Ani Razak disangkakan sebagai pemberi suap.
Informasi yang dihimpun, Lusita
Ani Razak berasal dari PT Pantai Aan. Lusita disebut-sebut anak buah Bambang
Wiraatmaji Suharto di perusahaan tersebut. Sedangkan Bambang yang merupakan
Ketua Dewan Penasihat Partai Hanura itu disebut-sebut Direktur Utama (Dirut) di
perusahaan itu.
Kabar juga berhembus, bila PT
Pantai Aan menyuap Jaksa Subri terkait pemberian putusan tuntutan Jaksa untuk
Sugiharta. PT Pantai Aan disebut-sebut akan bangun hotel di Praya. Nah, tanah
yang terletak di Selong Belanak Kecamatan Praya Barat Lombok Tengah yang akan
digunakan itu dikabarkan kepunyaan Sugiharta alias Along.
Namun, Bambang Wiraatmaji Suharto
melaporkan Sugiharta ke Polres Lombok atas dugaan pencaplokan lahan kawasan.
Alhasil, Along alias Sugiharta, ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.
Bahkan, saat ini proses persidangan tengah berlangsung di Pengadilan Negeri
(PN) Praya. Kejaksaan Praya sendiri sudah menuntut Sugiharta alias Along dengan
tiga tahun penjara pada Kamis (28/11/2013) lalu.
Konflik tanah tersebut sekarang
menjadi fokus pemantauan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI). Konflik itu juga jadi
permainan mafia hukum di wilayah tersebut.
Wakil Ketua KPK, Bambang
Widjojanto enggan berspekulasi soal dugaan keterlibatan pihak-pihak lain dalam
kasus dugaan suap tersebut. Termasuk dugaan keterlibatan aparat penegak hukum
setempat, seperti Jaksa maupun pihak kepolisian.
Bambang beralasan pihaknya akan
fokus terlebih dahulu menangani perkara Subri dan Lusita Ani Razak. Bambang tak
menampik pihaknya mendalami hubungan Lusinta dengan terdakwa Along alias
Sugiharta.
"Hubungan terdakwa dengan
LAR sedang dialami," kata Bambang.
Kemungkinan bertambahnya
tersangka baru dalam kasus tersebut dapat terjadi. Terlebih dalam menyangkakan
Subri dan Lusita, KPK menyematkan pasal bersama-sama atau pasal 55. Bambang
juga meyakini perbuatan Subri dan Lusita tak berdiri sendiri, alias ada pihak
lain yang ikut andil di dalamnya. "Kami menduga tidak sendiri," tegas
Bambang.
Ditangkapnya Kepala Kejaksaan
Negeri Praya, Lombok Tengah, Nusa
Tenggara Barat, Subri (SUB) menjadi momentum bagi Kejaksaan Agung untuk
melakukan perubahan besar di dalam tubuh korp Adhyaksa tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum
Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi menjelaskan bahwa pengawasan internal
tetap dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Itu agenda rutin setiap
triwulan mulai inspeksi umum, pengawasan khusus, inspeksi kasus. Itu merupakan
tugas rutin. Masalahnya ini kan masalah moral manusia, integritas seorang
jaksa, kata Untung di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (16/12/2013).
Ditanya mengapa masih ada
jaksa-jaksa yang bermain meskipun sudah melakukan pengawasn, Untung mengatakan
semua institusi pasti ada pengawasan internal, tetapi masalah pasti ada.
"Namun dengan kejadian ini
merupakan momentum untuk melakukan perubahan-perubahan besar bagi seluruh
jajaran Kejaksaan Agung di seluruh Indonesia. Karena penegak hukum bekerja
berkaitan dengan integritas," katanya.
Pihaknya menyesalkan masih ada
jaksa yang melakukan penyimpangan sehingga mencoreng nama baik kejaksaan.
"Kita sangat menyesalkan
kasus yang dilakukan oleh oknum kejaksaan ini," ucapnya.
Ketua Komisi Kejaksaan RI Halius
Husen menganggap bahwa dalam kasus suap Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Lombok
Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) masih ada oknum jaksa lain yang terlibat.
"KPK harus mengusut tuntas
kasus tersebut, saya tidak yakin dalam kasus tersebut dia sendirian, pati ada
oknum jaksa lain yang berperan," kata Halius saat dihubungi tribunnews.com
melalui sambungan selulernya, Senin (16/12/2013).
Dikatakan Halius meminta Jaksa
Agung untuk tidak melindungi jaksa yang sudah menciderai kewibawaan penegak
hukum, meskipun kejaksaan memberikan pengacara untuk yang bersangkutan tetapi
tidak boleh melakukan upaya apapun dalam pengusutan kasus tersebut.
"Jaksa seperti itu tidak
boleh dilindungi karena menciderai kewibawaan penegak hukum," katanya.
Kini keduanya ditahan di Rumah
Tahanan KPK.
Subri ditangkap bersama seorang
wanita pengusaha Lusita Ani Razak (LAR) di sebuah hotel di kawasan Senggigi,
Mataram, Pulau Lombok, Sabtu (14/12), sekitar pukul 19.15 Wita. "Dia
(Subri) menangis saat dibawa petugas KPK," kata seorang pejabat KPK,
Minggu sore.
Subri tertangkap tangan seusai
menerima uang tunai 16.400 dollar AS atau setara Rp 190 juta dan Rp 23 juta.
"Benar (ditangkap) di dalam kamar hotel. Apa yang sedang mereka lakukan,
bukan untuk konsumsi publik," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjajanto.
Pemberian uang itu diduga terkait
perkara pidana terkait tanah di Praya. Kepala Kejaksaan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sang
Ketut Madita mengatakan Subri sempat diinapkan di Polres Mataram sebelum diterbangkan
ke Jakarta, Minggu pagi.
Sehari setelah penangkapan, Subri
dan wanita pengusaha LAR ditetapkan sebagai tersangka. "Pimpinan,
penyelidik, dan penyidik KPK telah melakukan ekspose terhadap OTT (operasi
tangkap tangan) tersebut. Dalam ekspose disepakati, dua orang yang ditangkap itu ditingkatkan ke
tahap selanjutnya dan dikeluarkan surat perintah penyidikan," ujar Bambang
Widjajanto.
Ia menuturkan, tim KPK telah
melakukan tahapan sesuai prosedur dan melakukan pemeriksaan terhadap keduanya.
"Hasilnya (pemeriksaan) tim merasa sudah menemukan bukti yang cukup,
terjadi tindak piana korupsi berupa suap dari LAR kepada Sub, " katanya.
Bambang Widjajanto mengungkapkan
penangkapan Subri berawal dari informasi yang diberikan masyarakat kepada KPK.
"Kasus ini berdasarkan info dari masyarakat. Kami berterimakasih kepada
masyarakat atas kerja sama dan peran aktifnya," ujar Bambang.
Ia menilai informasi dari
masyarakat merupakan sebuah masukan penting dan amat membantu dalam upaya KPK
mengungkap kasus korupsi. "Kontrol
publik menjadi penting dalam membangun proses penegakan hukum. Kami harap
laporan-laporan masyarakat lainnya terus dilakukan," tandasnya.
Terkait barang bukti berupa uang,
Bambang menyebut barang itu disimpan dalam dua tas berwarna cokelat. Uang
dollar AS berupa pecahan 100 dollar sebanyak 164 lembar, total 16.400 dollar AS
atau sekitar 190 juta. Selain itu juga
ditemukan uang dalam pecahan rupiah senilai 23 juta.
Uang tersebut diduga suap yang
diberikan LAR terkait dengan penanganan perkara tindak pidana umum pemalsuan
dokumen tanah di wilayah Kabupaten Lombok Tengah.
Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM
Intel) Kejaksaan Agung, Ajat Sudrajat,
mengklaim penangkapan itu merupakan
hasil kerjasama pihaknya dengan KPK. "Operasi tangkap tangan terhadap
oknum kejaksaan bernama Sub oleh KPK,
merupakan hasil koordinasi dan kerjasama kejaksaaan dan KPK dalam
meningkatkan pemberantasan korupsi," kata Ajat dalam jumpa persnya di
kantor KPK.
Ajat juga memastikan pihaknya tak
akan ikut campur dalam penanganan perkara tersebut. Dia berharap peristiwa ini
akan menimbulkan efek jera bagi penegak hukum yang bandel. "Untuk
internal kejaksan, kasus ini bisa jadi
peringatan serta diharapkn efektif untuk menimbulkan efek jera. Terlebih Jaksa
Agung tiap waktu mengingatkan seluruh aparat kejaksan untuk jaga diri,"
kata Ajat.
Terhadap Jaksa Subri, kejaksaan
akan memberikan sanksi kepegawaian, yaitu
mencopot yang bersangkutan dari jabatannya. "Kemudian akan diproses
sesuai PP tentang disiplin pegawai negeri sipil (PNS), sanksinya bisa saja
pemberhentian dengan tidak hormat," kata Ajat.
Menurut Ajat, selama ini Subri
dikenal memiliki catatan yang cukup baik, dalam arti tidak pernah terkena sanksi indisipliner.
Ajat Sudrajat mengatakan selama ini belum pernah mendengar ada tindakan
indisipliner yang dilakukan Subri.
"Sejauh yang diketahui,
track record-nya baik. Sebelum menjabat sebagai Kajari Praya, Subri bertugas
sebagai anggota satgas di Kejaksaan Agung. Selama itu ia menunjukan kinerja
yang baik sehingga kemudian dipromosikan ke Jambi sebelum diangkat sebagai
Kajari Praya.
Ketua Komisi III DPR: Siapa yang
Tidak Korup?
Ketua Komisi III DPR Pieter C
Zulkifli menyesalkan tertangkap tangannya anggota penegak hukum oleh KPK. Hal
itu menunjukkan perilaku korupsi yang begitu masif.
"Sudah jadi Kajari masih
korup. Jadi polisi juga korup. Hakim apalagi. Politisi juga begitu. Pengusaha
tambah korup. So siapa yang tidak korup?" kata Pieter di Gedung DPR,
Jakarta, Senin (16/12/2013).
Pieter melihat dengan jelas ada
yang salah dalam pelaksanaan sistem hukum dan managemen organisasi apapun di
tanah air. "Bagaimana memperbaikinya ? Seharusnya mereka semua berfikir
buat yang fakir bukan sebaliknya mereka justru fakir mental," imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan,
Kepala Kejaksaan Negeri Praya,
Lombok Tengah, Subri alias SUB sempat menangis saat ditangkap penyidik KPK di
sebuah hotel di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (14/12/2013) malam.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar