Rabu, 04 Desember 2013

Partai Demokrat Partainya Koruptor, Hambalang, SKK Migas, BNI dan Century Jadi Bukti?

Jurnalis Independen: Kesan tentang Partai Demokrat ternyata merupakan sarang koruptor, hal itu diungkapkan oleh Peneliti Senior Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo, dengan gaya bahasa berbeda.


Kenyataan itu, terbukti dengan adanya kasus korupsi SKK Migas, Hambalang, penjebolan BNI maupun Bank Century yang diduga banyak melibatkan politikus berlambang Mercy asuhan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Bahkan, sebagian telah menjadi tersangka dan “ngandang” dalam penjara.

"Jika dilihat pola korupsi yang terjadi di SKK Migas, dimana telah diduga melibatkan beberapa kader Partai Demokrat, bisa jadi SKK Migas akan dijadikan lumbung logistik alias mesin ATM untuk menggalang dana partai politik," kata Karyono di Jakarta, Rabu (4/12).

Menurut Karyono, pola semacam itu sudah sering terjadi sejak era orde baru, hingga saat ini dimana ada korelasi antara perilaku korupsi dengan kepentingan politik. Seperti beberapa kasus, penjebolan Bank BNI menjelang pemilu 2004 dan Bank Century menjelang pemilu 2009 juga diduga kuat berkorelasi dengan kepentingan politik.

"Jadi, bukan tidak mungkin, hal itu juga terjadi di SKK Migas dan di tempat lain. Hal itu disebabkan karena biaya politik untuk memenangkan pemilu sangat mahal," pungkasnya.

Oleh karena itu, sambung Karyono mereka tergoda untuk menggunakan kekuasaan untuk memperoleh logistik politik. Meski demikian, berapapun mahalnya biaya politik akan ditebus demi memperoleh kekuasaan. "Mungkin karena kekuasaan itu nikmat meskipun sesaat," sergahnya.

Sementara itu, dalam kasus Korupsi SKK Migas setidaknya sejumlah nama disebut-sebut terlibat, seperti anggota Komisi VII DPR Tri Yulianto, Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana, Menteri ESDM Jero Wacik, ketiga orang tersebut, selain Tri Yulianto sudah pernah diperiksa sebagai saksi.

KPK juga telah melakukan pencegahan terhadap sejumlah nama yakni ajudan Menteri ESDM I Gusti Putu Ade Pranjaya, seorang konsultan sekaligus utusan khusus, staf khusus Sartono Hutomo sepupu presiden SBY Eka Putera dan Direktur Utama PT Rajawali Swiber Cakrawala (Oil &Energy Industry).

Namun anehnya, semua kasus korupsi yang merugikan keuangan Negara hingga trilyunan rupiah, jika terindikasi mencomot nama kerajaan Cikeas, selalu mentah dan KPK seakan menjadi “bergidik” untuk melanjutkan penyelidikan.

Dugaan keengganan KPK, ternyata dirasakan oleh  Anggota Komisi III DPR Nudirman Munir. Nudirman Munir mengatakan sangat penting bagi Pihak KPK untuk memeriksa Sylviana Soleha alias Bu Pur. Sebab nama ini sering tampil pada hampir setiap kasus korupsi di negeri ini dan diduga menjadi kepanjangan tangan Kerajaan Cikeas.   

Menurut Nudirman Munir, seharusnya penegakkan hukum tidak pandang bulu. Tak peduli dia dari latar belakang apa dan kelompok mana, sekalipun terduga adalah penguasa atau orang dekatnya.

"Ya harus diperiksa. Apa saja yang dia tahu soal Hambalang," katanya, Rabu (4/12) di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan.

Namun karena lambatnya penuntasan kasus ini, Nudirman Munir merasa ada yang tidak beres di lembaga yang dipimpin Abraham Sammad.

"Kenapa kalau ada kasus yang berhubungan dengan Cikeas, “KPK melempem” menindaklanjuti," kata Nudirman setengah bertanya.

Seharusnya KPK lebih tegas dalam penindakan korupsi, dan tak perlu merasa tak enak hati walau terhadap “orang” penguasa.

"Sepertinya KPK ini ada rasa tidak enak, sungkan dan ewuh pakewuh. Itu tidak perlu," pungkasnya.

Tercatat pada kasus itu, nama-nama seperti Menteri ESDM, Jero Wacik, Sutan Batoegana, Tri Yulianto, Eka Putra, Iryanto Muchyi sampai Putra Susilo Bambang Yudhoyono, Edhie Baskoro Yudhoyono disebut-sebut juga terlibat.

Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi III DPR, Nudirman Munir meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar dugaan keterlibatan tersebut.

"Tri Yulianto perlu dikejar (untuk diperiksa). Kebenarannya perlu diungkapkan," ujar dia, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (4/12).

Menurut politisi partai Golkar tersebut, KPK harus memperlakukan kasus SKK seperti kasus Hambalang.

"Menurut saya itu perlu untuk dituntaskan. Sama seperti Century dan Hambalang," kata dia.

Sebelumnya, dalam persidangan mantan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini mengaku ada anggota Komisi VII DPR yang meminta uang THR. Rudi pun mengaku memenuhi permintaan tersebut dengan mengeluarkan USD$200.000 dan diberikan kepada Tri Yulianto.
Sutan sendiri, dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Rudi Rubiandini, disebut meminta THR.

Tak hanya itu, Tri Yulianto diduga kuat mendapat 10 persen dari Kernel Oil. Hal itu terungkap dari catatan kertas yang dibawa Deviardi bersama dengan uang sebesar USD 300 ribu.

Sementara nama  Edi Baskoro Yudhoyono sendiri muncul dalam berita pemeriksaan Deviardi. Bahkan dalam persidangan, Deviardi menyatakan hubungan antara bos Kernel Oil Singapura, Widodo Ratanachaitong dengan Kepala SKK Migas nonaktif, Rudi Rubiandini, salah satunya untuk membuat senang Ibas.


space:? � ' < ��� ��� e='font-size: 12.0pt;font-family:"Times New Roman","serif"'> 

Namun karena lambatnya penuntasan kasus ini, Nudirman Munir merasa ada yang tidak beres di lembaga yang dipimpin Abraham Sammad.

"Kenapa kalau ada kasus yang berhubungan dengan Cikeas, “KPK melempem” menindaklanjuti," kata Nudirman setengah bertanya.

Seharusnya KPK lebih tegas dalam penindakan korupsi, dan tak perlu merasa tak enak hati walau terhadap “orang” penguasa.

"Sepertinya KPK ini ada rasa tidak enak, sungkan dan ewuh pakewuh. Itu tidak perlu," pungkasnya.

Tercatat pada kasus itu, nama-nama seperti Menteri ESDM, Jero Wacik, Sutan Batoegana, Tri Yulianto, Eka Putra, Iryanto Muchyi sampai Putra Susilo Bambang Yudhoyono, Edhie Baskoro Yudhoyono disebut-sebut juga terlibat.

Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi III DPR, Nudirman Munir meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar dugaan keterlibatan tersebut.

"Tri Yulianto perlu dikejar (untuk diperiksa). Kebenarannya perlu diungkapkan," ujar dia, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (4/12).

Menurut politisi partai Golkar tersebut, KPK harus memperlakukan kasus SKK seperti kasus Hambalang.

"Menurut saya itu perlu untuk dituntaskan. Sama seperti Century dan Hambalang," kata dia.

Diketahui, dalam persidangan mantan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini mengaku ada anggota Komisi VII DPR yang meminta uang THR. Rudi pun mengaku memenuhi permintaan tersebut dengan mengeluarkan USD$200.000 dan diberikan kepada Tri Yulianto.
Sutan sendiri, dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Rudi Rubiandini, disebut meminta THR.

Tak hanya itu, Tri Yulianto diduga kuat mendapat 10 persen dari Kernel Oil. Hal itu terungkap dari catatan kertas yang dibawa Deviardi bersama dengan uang sebesar USD 300 ribu.

Sementara nama  Edi Baskoro Yudhoyono sendiri muncul dalam berita pemeriksaan Deviardi. Bahkan dalam persidangan, Deviardi menyatakan hubungan antara bos Kernel Oil Singapura, Widodo Ratanachaitong dengan Kepala SKK Migas nonaktif, Rudi Rubiandini, salah satunya untuk membuat senang Ibas.



Tidak ada komentar: