Jurnalis Independen: Pemerintah Grogi lawan keangkuhan dan tipu muslihat PT Freeport dan Newmont asal Amerika Serikat.
Pengelolaan kekayaan alam
Indonesia khususnya sektor energi hampir seluruhnya didominasi oleh perusahaan
asing. Imbal balik ke negara seperti diantaranya dalam bentuk royalti maupun
divestasi sangatlah kecil. Mayoritas hasil energi bumi pertiwi dibawa lari
keluar negeri.
Padahal, dengan melihat gambaran
secara kasar saja, jika Indonesia mendapat bagi hasil secara proporsional maka
pemerintah mempunyai cukup dana untuk membiayai pembangunan secara masif. Hal
inilah yang mendasari pemerintah mengajukan renegosiasi kontrak karya (KK)
melalui UU Nomor 4 Tahun 2009.
Kini, mayoritas perusahaan di
bidang mineral dan tambang disebut-sebut telah menyepakati klausul renegosiasi
KK dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), maupun Izin
Usaha Pertambangan (IUP). Namun tidak demikian dengan dua perusahaan tambang
besar yakni PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara.
Dua perusahaan tambang asal
Amerika Serikat ini masih ngotot meminta dispensasi pada pemerintah untuk
mengizinkan mereka mengekspor bahan mentah pada 2014. Kedua perusahaan mengaku
keberatan jika harus membangun pabrik pengolahan dan pemurnian mineral atau
smelter di Indonesia. Alasannya, pengolahan bahan tambang di dalam negeri tidak
mendatangkan keuntungan, bahkan cenderung merugikan perusahaan. Bukannya
mendesak, pemerintah justru membela Freeport dan Newmont.
Direktur Jenderal Mineral dan
Bahan Tambang Kementerian ESDM Thamrin Sihite sempat menyatakan tidak ada
sanksi tegas bagi Freeport dan Newmont jika belum melaksanakan proses
hilirisasi bahan mentah tambang di dalam negeri di 2014.
Bahkan, pemerintah membuka
kemungkinan memberi kebijakan khusus. Freeport bakal diberi keleluasaan jika
terbukti tak mampu mengolah tembaga dan emas mereka di dalam negeri. "Ada
fleksibilitas lah, tapi selalu dasar saya undang-undang," kata Thamrin
beberapa waktu lalu.
Benar saja, pemerintah
membuktikan janjinya pada Freeport dan Newmont. Di saat perusahaan tambang lain
ditekan untuk tunduk pada UU Minerba, namun tidak pada Freeport dan Newmont.
Dibentangkanlah 'karpet merah' pada dua perusahaan tersebut.
Dengan dalih Undang-Undang,
Menteri ESDM Jero Wacik menuturkan, permintaan dispensasi dari Freeport dan
Newmont harus dibicarakan terlebih dahulu dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"(Kelonggaran buat Freeport dan Newmont) belum diputuskan, karena ini
menyangkut UU minerba, tidak bisa kami saja yang melakukannya, harus konsultasi
dengan DPR," ujarnya di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, sebulan
lalu.
Satu bulan berlalu. Kemarin,
pemerintah harus tertunduk lesu. Pasalnya, pihak DPR menolak permintaan
dispensasi untuk Freeport dan Newmont. Jero Wacik bercerita bahwa seluruh
fraksi mendukung pelaksanaan UU ini dengan tanpa pengecualian.
"Tadi Komisi VII meminta
menteri melaksanakan UU itu secara konsekuen mulai Januari 2014. Semua fraksi
menyatakan sudah setuju," ujar Jero di Komplek Gedung DPR, Jakarta.
Jero Wacik menyadari penerapan UU
ini akan menimbulkan sedikit kegaduhan di kalangan pengusaha. Dia meminta saran
pada DPR apakah akan memberikan alternatif pilihan atau tidak.
"DPR menyatakan tidak perlu
ada pilihan, nanti pengusaha akan menyesuaikan sendiri," ungkap Jero.
Anggota Komisi VII DPR RI Bambang
Wuryanto mengatakan, jika terdapat pengecualian atas penerapan larangan itu,
maka hal itu sama saja dengan pelanggaran terhadap UU.
"Saya disumpah menjadi
anggota DPR, akan menjalankan peraturan perundang-undangan dengan
selurus-lurusnya," klaim Bambang.
Menurutnya, UU ini merupakan
langkah progresif setelah Indonesia tidak memiliki UU baru selain UU
Pertambangan Umum yang dibuat tahun 1967. Menurutnya, progresivitas UU ini
terletak pada mekanisme pengelolaan dari kontrak karya menjadi perizinan.
"UU Nomor 4 Tahun 2009 itu
dibuat dengan diskusi yang amat panjang, butuh waktu hampir 4 tahun, terutama
dalam beberapa pasal penting, karena itu mengubah dari rezim kontrak menjadi
rezim perizinan," jelasnya.
DPR pun 'menggulung' kembali
karpet merah itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar