Jurnalis Independen: Segala rasa tentang dunia perkeretaapian
telah merasuk dalam jiwa Slamet Suradio (74) sang mantan masinis. Ada rasa
manis, pahit, duka nestapa namun tetap mencintainya hingga kini. Meski menjadi
korban sistem dan tercampakkan dari dunia perkeretaapian yang selama ini dia
geluti, namun ia tidak dendam. Bahkan, ia berkeinginan agar ada anaknya yang
kembali bekerja dalam perusahaan kereta api.
Slamet bukanlah orang asing dalam
dunia perkeretaapian. Ingatan orang segera tertuju kepadanya ketika kisah
Tragedi Bintaro kembali diceritakan. Ketika pada 9 Desember kembali terjadi
kecelakaan kereta api di kawasan Bintaro, banyak pihak yang kembali
mengaitkannya dengan kejadian yang dialami Slamet.
Pada 19 Oktober 1987, Slamet
terlibat dalam satu dari beberapa kecelakaan Kereta Api (KA) terburuk dalam
sejarah perkeretaapian Indonesia.
Saat itu ia mengawaki KA 225
Jurusan Rangkasbitung-Jakartakota yang bertabrakan dengan KA Cepat 220 Jurusan
Tanah Abang-Merak. Dalam kejadian ini Slamet dipersalahkan karena dianggap
melanggar aturan dengan memberangkatkan kereta tanpa ijin Pemimpin Perjalanan
Kereta Api (PPKA).
"Saya ingat jelas pagi itu
kereta saya diberangkatkan. Saya melihat PPKA memberi tanda, asisten masinis
telah naik ke kabin, dan kondektur pun telah masuk ke kereta," lanjut
Slamet.
Karena itu, ia kesal ketika tahu
hanya dirinya saja yang dipecat dengan tidak hormat dan tidak mendapatkan uang
pensiun, sementara orang yang menurutnya paling bertanggung jawab tetap
mendapat uang pensiun.
Slamet mengungkapkan, banyak
keganjilan dalam kasusnya. Misalnya saja, ia menandatangani Berkas Acara
Pemeriksaan (BAP) dalam ancaman.
"Waktu itu saya ditodong
pistol, disuruh ngaku. Saya heran, saya nggak salah kok diperlakukan seperti
itu," ucapnya pelan.
Berbagai upaya telah dilakukan
oleh Slamet untuk memperjuangkan haknya. Namun, upaya tersebut tidak berhasil.
Kini ia hanya bisa pasrah menanti keadilan yang entah kapan datangnya.
Namun Slamet tidak patah dan
tidak menyerah. Setelah merasa Ibu Kota terlalu kejam untuknya, ia memutuskan
kembali ke kampung halamannya, Purworejo. Di tempat ini ia memulai hidup yang
baru dan berhasil menikah kembali setelah istri pertamanya direbut rekan
masinis. Dari pernikahan yang kedua ini ia dikaruniai tiga anak.@Rento
Ari Nugroho
Tidak ada komentar:
Posting Komentar