Minggu, 15 Desember 2013

Cikeas, Australia dan Partai Demokrat, Tuduhan Wikileaks Ngawur?

Jurnalis Independen: Berita mengenai sepak terjang Ibu Negara Kristiani Herawati atau yang terkenal sebagai Ani Yudhoyono, dituduh ada dibalik setiap keputusan yang dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), berita bersumber dari Wikileaks itu dianggap kalangan Partai Demokrat sebagai berita bohong.


 "Bagi kami, tidak ada urusannya. Tidak ada sesuatu positif dari Wikileaks,

Sekarang siapa yang mengorek data itu, tentang berita Bu Ani mengatur hanya berita bohong," kata Wakil Ketua Umum Demokrat Max Sopacua di Gedung DPR, Jakarta, Senin (16/12/2013).

Max mengatakan informasi dari Wikileaks belum bisa dibuktikan kebenarannya. Sepengetahuan Max, ia tidak pernah melihat Ani mempengaruhi SBY. "Ibu Ani hanya bertugas sebagai ibu negara," katanya.

Seperti diberitakan media Australia The Australian bahwa negara Kanguru itu menyadap telepon Ibu Negara, Kristiani Herawati alias Ani Yudhoyono pada 2009 silam atau ketika SBY hendak memasuki periode kedua masa kepresidenannya.

Keputusan intelijen Australia, Defence Signal Directorate (DSD) untuk menyadap Bu Ani karena didasari pada posisinya sebagai orang yang paling berpengaruh terhadap SBY dan dianggap tengah menyiapkan kursi kekuasaan untuk putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono.

Menurut Max, kabar tersebut merupakan urusan pribadi Presiden SBY dengan keluarganya. "Saya juga ingin anak saya jadi pemimpin," imbuhnya.

Ia menegaskan setiap orangtua menginginkan anaknya menjadi pemimpin. "Yah wajib dong dia jadi pemimpin, dia sekolah. Tetapi itu kan garis tangan juga," kata Max.

Sehari sebelumnya, media Australia, The Australian, dalam situs webnya, Sabtu (14/12/2013) mengungkap sebuah telegram 17 Oktober 2007. Sebuah telegram rahasia yang dikirim Kedutaan Besar AS di Jakarta untuk para diplomat Amerika di Canberra, Australia, dan CIA.

Isinya yang terungkap enam tahun kemudian, menjadi aspek paling kontroversial dari skandal mata-mata Australia terhadap Indonesia karena sasarannya adalah ibu negara Indonesia, Ani Yudhoyono.

Telegram yang dimaksud membahas dinamika baru dalam keseimbangan kekuasaan di pentas politik Indonesia dengan munculnya seorang pemain yang menjadi penasihat paling berpengaruh bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Seorang pemain yang dimaksudkan tak lain adalah Kristiani Herawati, atau dikenal sebagai Ibu Ani Yudhoyono.

"Menurut sejumlah kontak, ibu negara Indonesia telah menancapkan pengaruhnya ke Istana dan muncul sebagai penasihat tak terbantahkan bagi Presiden SBY," kata telegram itu.

"Naiknya Kristiani Herawati rupanya mengorbankan para penasihat penting lainnya. Ibu negara diduga telah memanfaatkan aksesnya ke Presiden demi membantu teman-temannya dan meremehkan para musuhnya, termasuk Wakil Presiden (Jusuf) Kalla," tulis laporan itu.

Telegram itu mengatakan, Ibu Ani membatasi akses para penasihat lain ke Presiden dan bahwa "dengan memperkuat perannya sebagai gatekeeper, ibu negara mampu menyediakan bagi Presiden pandangan dan perspektif kebijakan yang dipilihnya sendiri."

Pandangan yang termuat dalam telegram pihak Amerika itu dibagikan badan-badan intelijen Australia, yang juga mencatat pengaruh Ibu Ani tersebut.

Di kalangan intelijen Barat, Ibu Ani diketahui tidak punya minat untuk jadi presiden, tetapi telah menjadi broker kekuasaan di dalam pemerintahan negara tetangga terbesar dan terpenting bagi Australia.

Bagi lembaga intelijen Australia Defence Signals Directorate (DSD) dan sejumlah badan mata-mata lain di Canberra, mereka secara alamiah penasaran untuk tahu lebih banyak tentang dinamika baru di Jakarta tersebut.

Mereka mempertimbangkan apakah peran kekuasaan Ibu Ani merupakan bagian dari rencana yang dicurigai untuk membuat dinasti keluarga yang berpuncak anak sulungnya akhirnya akan menjadi presiden. Dan, apakah dinamika antara Ibu Ani dan kelompok-kelompok Islam yang dia rayu untuk menopang dukungan politik buat suaminya?

Menurut The Australian, ketika keputusan diambil pihak DSD untuk memantau telepon Presiden Yudhoyono dan rekan-rekan paling senior dalam kepemimpinannya, diyakini bahwa ada alasan kuat untuk juga menyasar ponsel milik Ibu Ani.

"Memantau pemikiran dan koneksi penasihat politik terdekat Presiden sangat berguna," kata salah satu orang dalam di operasi itu yang meminta tidak disebutkan namanya.

"Dengan siapa dia berurusan secara keuangan, siapa berperan sebagai apa dalam partai, bagaimana struktur dan apa basis kekuatan yang sedang bergeser di Indonesia? Setiap badan intelijen akan senang untuk memiliki informasi tersebut."

Namun, bulan lalu, ketika dokumen yang dibocorkan mantan karyawan Badan Keamanan Nasional (NSA) AS, Edward Snowden, itu menunjukkan bahwa pada 2009 DSD telah menyasar ponsel SBY, Ibu Ani, dan delapan pemimpin Indonesia lainnya, respons awal dari banyak kalangan di Indonesia dan Australia adalah, "Mengapa harus ibu negara?"

Para ibu negara hidup dalam bayang-bayang para suami mereka, tersenyum malu-malu di depan umum, mendukung aksi amal, dan membesarkan anak-anak.

Menyadap ponsel mereka pasti hanya akan menghasilkan informasi tentang daftar belanja dan gosip murahan. Itu pasti langkah yang terlalu jauh, sebuah langkah arogan yang melampaui batas dari negara yang badan mata-matanya tampak bertindak di luar kendali.

Menurut The Australian, tampaknya SBY setuju bahwa penyadapan telepon istrinya merupakan langkah yang terlalu jauh. Lihat saja kemarahan yang terpancar dari tweet awalnya di Twitter setelah berita itu tersiar.

Namun, Inquirer mengatakan, badan-badan intelijen yakin ada alasan keamanan nasional untuk membenarkan penyadapan terhadap Ani Yudhoyono. Keputusan untuk memantau teleponnya jelas disengaja dan diperhitungkan, dan tidak didasarkan pada gagasan sembrono bahwa DSD mencoba untuk mendengarkan hanya karena hal itu bisa dilakukan.

Keputusan untuk menyadap juga tidak hanya didasarkan pada kenyataan bahwa SBY sesekali menggunakan ponsel istrinya dan bukan miliknya sendiri.

Sifat hubungan pembagian kekuasaan antara SBY dan Ibu Ani membuat tak terelakkan bagi DSD saat memutuskan untuk menyadap telepon Presiden SBY, maka mereka juga menyadap ponsel Ibu Ani.
Kantor Perdana Menteri Australia menolak untuk mengomentari laporan itu. Pihak kementerian mengatakan, mereka tidak mengomentari masalah intelijen.

Terkait penyadapan, kalangan dalam negeri terutama yang menjadi kakitangan Presiden SBY dan Partai Demokrat, seperti  Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin menilai wajar Ibu Negara Ani Yudhoyono memberikan saran kepada Presiden SBY.

"Saya yakin Pak SBY bukan menerima Ibu Ani saja tapi semua lini, menurut saya tidak terlalu hebohlah kalau seorang istri, ibu negara memberikan saran kepada suaminya yang juga kepala negara," kata Hasanuddin di Gedung DPR, Jakarta, Senin (16/12/2013).

Ia pun mencontohkan dimana Ibu Tien Soeharto ikut memberikan saran-saran kepada Presiden Soeharto. "Itu bukan intervensi, tapi saran atau pendapat dari istri kepada suami," kata Politisi PDIP itu.

Mengenai kabar yang bersumber dari Wikileaks, Hasanuddin mengatakan hal itu harus diselidiki apakah informasi tersebut akurat dan benar. Namun mengenai penyadapan, ia menduga hal itu dilakukan karena posisi Ani Yudhoyono sebagai ibu negara. "Jadi mungkin ibu negara banyak menyimpan informasi," tuturnya.

Senada dengan politikus PDIP, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Sudi Silalahi membantah Ibu Negara Ani Yudhoyono berperan besar mengatur pemerintahan termasuk urusan Kabinet.
"Itu tidak benar, Bu Ani tak pernah mencampuri urusan kabinet," kata Sudi di Jakarta, Minggu (15/12/2013).

Menurut Sudi, Ibu Ani tidak pernah bicara kabinet apalagi ikut-ikut mengatur kabinet.

"Tak benar itu, tak benar. Beliau kalau bicara kabinet tak pernah ikut," kata Sudi.
Dia juga membantah putra SBY yakni Agus Yudhoyono  dipersiapkan menjadi pemimpin Indonesia.
"Untuk long time oleh dirinya sendiri. Orang tuanya hanya mendidik," kata Sudi.

Keputusan intelijen  Australia, Defence Signal Directorate (DSD) untuk menyadap Bu Ani karena didasari pada posisinya sebagai orang yang paling berpengaruh terhadap SBY dan dianggap tengah menyiapkan kursi kekuasaan untuk putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono.

Dari sisi lain si pelaku penyadapan, Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, meminta Pemerintah Indonesia untuk melupakan persoalan mata-mata dan penyadapan sekaligus melanjutkan kerja sama pencegahan penyelundupan manusia.

"Penghentian sementara kerja sama pencegahan penyelundupan manusia dengan Indonesia sangat tidak membantu," ujarnya, seperti dilansir Tribunnews dari Sydney Morning Herald, Minggu (15/12/2013).
"Penyelundupan manusia merupakan kejahatan di Indonesia dan di Australia. Kerja sama ini harus berlanjut," katanya.

Bulan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunda sementara kerja sama di bidang militer dan operasi pencegahan penyelundupan manusia dengan Australia, sebagai respon atas dugaan penyadapan yang dilakukan oleh intelijen Australia.


Tidak ada komentar: