Jurnalis Independen: Berita mengenai
sepak terjang Ibu Negara Kristiani Herawati atau yang terkenal sebagai Ani
Yudhoyono, dituduh ada dibalik setiap keputusan yang dikeluarkan oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY), berita bersumber dari Wikileaks itu dianggap kalangan
Partai Demokrat sebagai berita bohong.
"Bagi kami, tidak ada urusannya. Tidak
ada sesuatu positif dari Wikileaks,
Sekarang siapa yang mengorek data
itu, tentang berita Bu Ani mengatur hanya berita bohong," kata Wakil Ketua
Umum Demokrat Max Sopacua di Gedung DPR, Jakarta, Senin (16/12/2013).
Max mengatakan informasi dari
Wikileaks belum bisa dibuktikan kebenarannya. Sepengetahuan Max, ia tidak
pernah melihat Ani mempengaruhi SBY. "Ibu Ani hanya bertugas sebagai ibu
negara," katanya.
Seperti diberitakan media
Australia The Australian bahwa negara Kanguru itu menyadap telepon Ibu Negara,
Kristiani Herawati alias Ani Yudhoyono pada 2009 silam atau ketika SBY hendak
memasuki periode kedua masa kepresidenannya.
Keputusan intelijen Australia,
Defence Signal Directorate (DSD) untuk menyadap Bu Ani karena didasari pada
posisinya sebagai orang yang paling berpengaruh terhadap SBY dan dianggap
tengah menyiapkan kursi kekuasaan untuk putra sulungnya, Agus Harimurti
Yudhoyono.
Menurut Max, kabar tersebut
merupakan urusan pribadi Presiden SBY dengan keluarganya. "Saya juga ingin
anak saya jadi pemimpin," imbuhnya.
Ia menegaskan setiap orangtua
menginginkan anaknya menjadi pemimpin. "Yah wajib dong dia jadi pemimpin,
dia sekolah. Tetapi itu kan garis tangan juga," kata Max.
Sehari sebelumnya, media
Australia, The Australian, dalam situs webnya, Sabtu (14/12/2013) mengungkap
sebuah telegram 17 Oktober 2007. Sebuah telegram rahasia yang dikirim Kedutaan
Besar AS di Jakarta untuk para diplomat Amerika di Canberra, Australia, dan
CIA.
Isinya yang terungkap enam tahun
kemudian, menjadi aspek paling kontroversial dari skandal mata-mata Australia
terhadap Indonesia karena sasarannya adalah ibu negara Indonesia, Ani
Yudhoyono.
Telegram yang dimaksud membahas
dinamika baru dalam keseimbangan kekuasaan di pentas politik Indonesia dengan
munculnya seorang pemain yang menjadi penasihat paling berpengaruh bagi
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Seorang pemain yang dimaksudkan
tak lain adalah Kristiani Herawati, atau dikenal sebagai Ibu Ani Yudhoyono.
"Menurut sejumlah kontak,
ibu negara Indonesia telah menancapkan pengaruhnya ke Istana dan muncul sebagai
penasihat tak terbantahkan bagi Presiden SBY," kata telegram itu.
"Naiknya Kristiani Herawati
rupanya mengorbankan para penasihat penting lainnya. Ibu negara diduga telah
memanfaatkan aksesnya ke Presiden demi membantu teman-temannya dan meremehkan
para musuhnya, termasuk Wakil Presiden (Jusuf) Kalla," tulis laporan itu.
Telegram itu mengatakan, Ibu Ani
membatasi akses para penasihat lain ke Presiden dan bahwa "dengan
memperkuat perannya sebagai gatekeeper, ibu negara mampu menyediakan bagi
Presiden pandangan dan perspektif kebijakan yang dipilihnya sendiri."
Pandangan yang termuat dalam
telegram pihak Amerika itu dibagikan badan-badan intelijen Australia, yang juga
mencatat pengaruh Ibu Ani tersebut.
Di kalangan intelijen Barat, Ibu
Ani diketahui tidak punya minat untuk jadi presiden, tetapi telah menjadi
broker kekuasaan di dalam pemerintahan negara tetangga terbesar dan terpenting
bagi Australia.
Bagi lembaga intelijen Australia
Defence Signals Directorate (DSD) dan sejumlah badan mata-mata lain di
Canberra, mereka secara alamiah penasaran untuk tahu lebih banyak tentang
dinamika baru di Jakarta tersebut.
Mereka mempertimbangkan apakah
peran kekuasaan Ibu Ani merupakan bagian dari rencana yang dicurigai untuk
membuat dinasti keluarga yang berpuncak anak sulungnya akhirnya akan menjadi
presiden. Dan, apakah dinamika antara Ibu Ani dan kelompok-kelompok Islam yang
dia rayu untuk menopang dukungan politik buat suaminya?
Menurut The Australian, ketika
keputusan diambil pihak DSD untuk memantau telepon Presiden Yudhoyono dan
rekan-rekan paling senior dalam kepemimpinannya, diyakini bahwa ada alasan kuat
untuk juga menyasar ponsel milik Ibu Ani.
"Memantau pemikiran dan
koneksi penasihat politik terdekat Presiden sangat berguna," kata salah
satu orang dalam di operasi itu yang meminta tidak disebutkan namanya.
"Dengan siapa dia berurusan
secara keuangan, siapa berperan sebagai apa dalam partai, bagaimana struktur
dan apa basis kekuatan yang sedang bergeser di Indonesia? Setiap badan
intelijen akan senang untuk memiliki informasi tersebut."
Namun, bulan lalu, ketika dokumen
yang dibocorkan mantan karyawan Badan Keamanan Nasional (NSA) AS, Edward
Snowden, itu menunjukkan bahwa pada 2009 DSD telah menyasar ponsel SBY, Ibu
Ani, dan delapan pemimpin Indonesia lainnya, respons awal dari banyak kalangan
di Indonesia dan Australia adalah, "Mengapa harus ibu negara?"
Para ibu negara hidup dalam
bayang-bayang para suami mereka, tersenyum malu-malu di depan umum, mendukung
aksi amal, dan membesarkan anak-anak.
Menyadap ponsel mereka pasti
hanya akan menghasilkan informasi tentang daftar belanja dan gosip murahan. Itu
pasti langkah yang terlalu jauh, sebuah langkah arogan yang melampaui batas
dari negara yang badan mata-matanya tampak bertindak di luar kendali.
Menurut The Australian, tampaknya
SBY setuju bahwa penyadapan telepon istrinya merupakan langkah yang terlalu
jauh. Lihat saja kemarahan yang terpancar dari tweet awalnya di Twitter setelah
berita itu tersiar.
Namun, Inquirer mengatakan,
badan-badan intelijen yakin ada alasan keamanan nasional untuk membenarkan
penyadapan terhadap Ani Yudhoyono. Keputusan untuk memantau teleponnya jelas
disengaja dan diperhitungkan, dan tidak didasarkan pada gagasan sembrono bahwa
DSD mencoba untuk mendengarkan hanya karena hal itu bisa dilakukan.
Keputusan untuk menyadap juga
tidak hanya didasarkan pada kenyataan bahwa SBY sesekali menggunakan ponsel
istrinya dan bukan miliknya sendiri.
Sifat hubungan pembagian
kekuasaan antara SBY dan Ibu Ani membuat tak terelakkan bagi DSD saat
memutuskan untuk menyadap telepon Presiden SBY, maka mereka juga menyadap
ponsel Ibu Ani.
Kantor Perdana Menteri Australia
menolak untuk mengomentari laporan itu. Pihak kementerian mengatakan, mereka
tidak mengomentari masalah intelijen.
Terkait penyadapan, kalangan
dalam negeri terutama yang menjadi kakitangan Presiden SBY dan Partai Demokrat,
seperti Wakil Ketua Komisi I DPR TB
Hasanuddin menilai wajar Ibu Negara Ani Yudhoyono memberikan saran kepada
Presiden SBY.
"Saya yakin Pak SBY bukan
menerima Ibu Ani saja tapi semua lini, menurut saya tidak terlalu hebohlah kalau
seorang istri, ibu negara memberikan saran kepada suaminya yang juga kepala
negara," kata Hasanuddin di Gedung DPR, Jakarta, Senin (16/12/2013).
Ia pun mencontohkan dimana Ibu
Tien Soeharto ikut memberikan saran-saran kepada Presiden Soeharto. "Itu
bukan intervensi, tapi saran atau pendapat dari istri kepada suami," kata
Politisi PDIP itu.
Mengenai kabar yang bersumber
dari Wikileaks, Hasanuddin mengatakan hal itu harus diselidiki apakah informasi
tersebut akurat dan benar. Namun mengenai penyadapan, ia menduga hal itu
dilakukan karena posisi Ani Yudhoyono sebagai ibu negara. "Jadi mungkin
ibu negara banyak menyimpan informasi," tuturnya.
Senada dengan politikus PDIP, Menteri
Sekretaris Negara (Mensesneg) Sudi Silalahi membantah Ibu Negara Ani Yudhoyono
berperan besar mengatur pemerintahan termasuk urusan Kabinet.
"Itu tidak benar, Bu Ani tak
pernah mencampuri urusan kabinet," kata Sudi di Jakarta, Minggu
(15/12/2013).
Menurut Sudi, Ibu Ani tidak
pernah bicara kabinet apalagi ikut-ikut mengatur kabinet.
"Tak benar itu, tak benar.
Beliau kalau bicara kabinet tak pernah ikut," kata Sudi.
Dia juga membantah putra SBY
yakni Agus Yudhoyono dipersiapkan
menjadi pemimpin Indonesia.
"Untuk long time oleh
dirinya sendiri. Orang tuanya hanya mendidik," kata Sudi.
Keputusan intelijen Australia, Defence Signal Directorate (DSD)
untuk menyadap Bu Ani karena didasari pada posisinya sebagai orang yang paling
berpengaruh terhadap SBY dan dianggap tengah menyiapkan kursi kekuasaan untuk
putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono.
Dari sisi lain si pelaku
penyadapan, Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, meminta Pemerintah
Indonesia untuk melupakan persoalan mata-mata dan penyadapan sekaligus
melanjutkan kerja sama pencegahan penyelundupan manusia.
"Penghentian sementara kerja
sama pencegahan penyelundupan manusia dengan Indonesia sangat tidak
membantu," ujarnya, seperti dilansir Tribunnews dari Sydney Morning
Herald, Minggu (15/12/2013).
"Penyelundupan manusia
merupakan kejahatan di Indonesia dan di Australia. Kerja sama ini harus
berlanjut," katanya.
Bulan lalu, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono menunda sementara kerja sama di bidang militer dan operasi
pencegahan penyelundupan manusia dengan Australia, sebagai respon atas dugaan
penyadapan yang dilakukan oleh intelijen Australia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar