Jurnalis Independen: Begitu banyak bukti dan fakta di
depan mata kita yang menunjukan bagaimana Nazarudin, seorang raja koruptor
mendapatkan perlindungan dan perlakuan istimewa dari Presiden Republik
Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan KPK.
Siapa yang dapat menyangkal Nazar
si terpidana korupsi wisma atlit hanya dihukum 6 tahun penjara, vonis yang
direkayasa sedemikian rupa hingga sama dengan vonis istri Nazar, Neneng si
terpidana PLTS Kemenakertrans.
Sesungguhnya kesepakatan rahasia
antara keluarga presiden dengan keluarga Nazarudin sudah sangat telanjang,
mudah dipahami oleh orang – orang yang mau berfikir cermat dan teliti. Nazar
dulu dijuluki Raja Korupsi Republik Indonesia, kini hidup tenang dan nyaman di
bawah perlindungan SBY. Kasus korupsinya berjibun tapi tidak pernah berani
diusut KPK. Semua janji KPK terkait penuntasan 31 kasus korupsi dan pencucian
uang Nazarudin, Sandiaga Uno dan kroni – kroninya yang merugikan negara Rp. 6.1
miliar kini senyap hilang tak berbekas. Status hukum Nazarudin sebagai
tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) tidak menjadikannya pesakitan di
depan pengadilan. Padahal KPK tahun lalu berjanji akan segera mengusut semua
korupsi Nazar cs dan segera menyeretnya ke depan persidangan pengadilan
Tipikor.
Kenapa Nazarudin begitu sakti
mandraguna tidak tersentuh hukum ? Kenapa Nazar mampu menciutkan nyali KPK ?
Kenapa Nasir kakak kandung Nazarudin tidak diusut bahkan diberikan hadiah
menjadi calon legislatif DPR RI dari Partai Demokrat No. 1 Dapil Riau ? Fakta
bahwa Nasir adalah koruptor besar yang terlibat dalam banyak kasus korupsi
seperti Proyek Pengadaan Pabrik Vaksin Flu Burung yang rugikan negara Rp. 1.4
triliun, Proyek Pengadaan Alat Bantu Belajar Mengajar di Kemterian Kesehatan
yang rugikan negara Rp. 94 miliar dan lain lain.
Hanya satu jawaban untuk
pernyataan di atas : SBY melindungi Nazarudin dan keluarganya. Proses hukum
terhadap Nazarudin yang dihadapinya tahun lalu itu hanya dagelan menipu seluruh
rakyat Indonesia.
Kenapa SBY melindungi Nazarudin ?
Mari kita kilas balik peristiwa
menggegerkan pada 21 April 2011 ketika Rosa, direktur di perusahaan Nazar
ditangkap OTT KPK di Kemenpora bersama Sesmenpora Wafid Muharam. Mereka
ditangkap ketika sedang melakukan tindak pidana suap menyuap.
KPK dibawah kepemimpinan Busyro
Muqoddas memang luar biasa. Kemenpora yang dikenal sebagai instansi tak
tersentuh hukum karena hubungan kedekatan antara Menpora Andi dan keluarga
Cikeas, berani diterobos oleh penyidik KPK. Pengembangan kasus korupsi hasil
OTT itu mengungkapkan fakta bahwa Nazarudin adalah terduga koruptor besar dan
harus dicekal. Sayangnya, informasi cekal itu bocor atau dibocorkan oknum
pejabat KPK dengan imbalan suap Rp. 5 miliar dan Nazarudin pun lolos kabur ke
Singapura sehari sebelum cekal diumumkan.
Pelarian Nazar ke Singapura
menimbulkan masalah dan ketakutan besar banyak pejabat tinggi republik ini.
Sesuai catatan di perusahaan Nazar, Permai Grup, ratusan nama pejabat tinggi
Indonesia tercantum namanya sebagai pihak penerima suap lengkap dengan jumlah
suap dan tanggal pemberian suapnya.
Salah satu pihak yang sangat
khawatir terseret dalam pusaran proses hukum kasus Nazarudin adalah keluarga
Cikeas. Bukan merupakan rahasia lagi jika Nazarudin selama beraksi merampok
keuangan negara, dia sering bertindak sebagai kasir dan bandar anggota keluarga
Cikeas. Nazarudin harus diamankan.
Maka diutuslah Choel Malarangeng
untuk menjinakan Nazar yang sedang galau di tempat persembunyiannya di
Singapura. Terjadilah kesepakatan rahasia antara kedua belah pihak untuk saling
melindungi dan menutupi kejahatan masing – masing dengan menjalankan skenario
licik dan keji.
Kesepakatan rahasia itu jelas
sangat melanggar hukum dan harus dilawan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Kesepakatan Nazar – Cikeas itu telah menghancurkan sistem hukum dan rasa
keadilan.
Agar kesepakatan tersebut bisa
diwujudkan, terlebih dahulu KPK harus dihancurkan. Maka dimulailah fitnah –
fitnah dari Nazar yang dilontarkannya selama dia buron dan disebarluaskan oleh
berbagai media massa yang sudah menjadi kolaboratornya dengan imbalan bayaran
yang mahal. KPK pun hancur. DPR termasuk sebagai pihak yang berperan besar
menghancurkan KPK saat itu dengan mengebiri kekuasaan Busyro Muqoddas. Masa
jabatan Busryro selaku Ketua KPK dipangkas DPR menjadi hanya 1 tahun dan
kemudian digantikan dengan Ketua KPK baru, Abraham Samad yang kapasitas dan
kredibilitasnya jauh dari memadai sebagai pendekar penegak hukum.
Upaya penghancuran KPK terus
dilakukan dengan ancaman kriminalisasi para komisioner KPK. Bambang Widjajanto
diancam jadi tersangka karena terlibat rekayasa saksi palsu di beberapa
pilkada. Abraham Samad, Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja diancam jadi tersangka
tindak pidana pembocoran spindik KPK yang merupakan hasil jebakan oleh oknum
istana bekerjasama dengan Bambang Widjajanto dan oknum – oknum KPK lainnya.
Kini KPK tidak ubahnya seperti instansi penegak hukum biasa yang sudah
terkooptasi dan dikendalikan oleh istana.
Dengan kondisi KPK yang sangat
menyedihkan ini sulit berharap upaya pemberantasan korupsi dapat terwujud. Yang
terjadi KPK malah menjadi alat kekuasaan istana dalam menghancurkan musuh –
musuh politik penguasa termasuk menjalani agenda penguasa yang bertujuan
merusak citra dan kredibilitas partai – partai lain dengan menjadikan tokoh –
tokoh partai lain sebagai target tersangka korupsi melalui tangan KPK.
Selamat tinggal 31 kasus korupsi
Nazarudin cs, selamat tinggal kasus korupsi Dahlan Iskan cs, selamat tinggal
kasus korupsi Ibas cs, selamat tinggal hukum dan keadilan Indonesia. Selamat
datang era kezaliman !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar