Jurnalis Independen: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengusut
peran Silvya Sholeha alias Bu Pur dalam penyidikan pengadaan peralatan proyek
pembangunan sarana prasarana Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga
Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bambang Widjojanto menyatakan,
keterangan terkait Ibu Pur dan Menteri Sekretaris Negera (Mensesneg) Sudi
Silalahi dalam sidang terdakwa mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Hambalang,
Kemenpora, Deddy Kusdinar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor),
Jakarta, Selasa, 3 Desember 2013, bukan berasal dari Deddy langsung.
Tetapi dari saksi yang tidak mengalami langsung (de auditu). Nilai
keterangan itu tidak sekuat dari orang atau saksi langsung yang
mengemukakannya. Karenanya keterangan itu masih memerlukan alat konfirmasi
lain.
"Soal Ibu Pur itu katanya Rosa kan. Tetapi keterangan itu
tentu akan ditindaklanjuti," ujar Bambang di sela Konferensi Nasional
Pemberantasan Korupsi (KNPK) 2013 yang
diselenggarakan KPK, di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (4/12/2013).
Dia menuturkan, Bu Pur yang nama aslinya Silvya Sholeha itu sudah
pernah diperiksa penyidik KPK dalam proses penyidikan kasus Hambalang untuk
Deddy Kusdinar. Ketika dalam pemeriksaan tentu ada berita acara pemeriksaan
(BAP) yang kaitannya bisa saja dengan keterangan Rosa. Ibu Pur pasti akan
dipanggil dan didengarkan kesaksiannya soal pengadaan peralatan Hambalang. Di
sisi lain kata Bambang, KPK saat ini sedang menyelidiki pengadaan peralatan di
Hambalang.
"Peran Ibu Pur memang belum bisa kita simpulkan. Karena masih
harus diklarifikasi lagi. Perkembangan penyidikan peralatannya saya belum tahu,
saya mesti cek dulu ke penyelidik," ujarnya.
Mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini
melanjutkan, untuk kasus dugaan suap pengurusan anggaran Hambalang dan
proyek-proyek lainnya tersangka Anas Urbaningrum masih dalam proses
intensifikasi pemeriksaan terhadap saksi.
"Kami mengharapkan akhir tahun ini sudah ada ekspose mengenai
hasil penyidikan. Kita inginkan proses naik ke penuntannya selesai tahun ini.
Kalau sudah hampir lengkap berkasnya kan ngga usah dibuat kesimpulan (untuk
penahanan). Kalau kebiasaan umum (penahanan) itu fakta notoir, itu ngga perlu
disebutkan," tandasnya.
Ketua KPK Abraham Samad menyatakan, secara umum setiap fakta
persidangan yang terungkap akan melalui proses kroscek dan validasi. Termasuk
soal penyebutan nama Bu Pur ataupun Sudi Silalahi. Menurutnya, keterangan soal
dua nama tersebut tidak bisa hanya muncul dari satu saksi saja. KPK memerlukan
keterangan-keterangan lain agar supaya keterangan itu tidak berdiri sendiri dan
bernilai benar.
"Kita di KPK kan selalu melakukan verifikasi dan validasi.
Jadi tidak usah khawatir soal nama-nama itu (Ibu Pur dan Sudi Silalahi). Kalau
sudah ada bukti yang valid, tentu kita akan panggil untuk diperiksa. Ingat bukti
dua alat loh. Di KPK sudah umum setiap keterangan sekecil apapun akan
didalami," ujar Abraham di tempat yang sama.
Sebelumnya, dua nama penting di lingkungan Istana disebut dalam
persidangan kasus dugaan korupsi Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga
Nasional (P3SON) milik Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) di
Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Kedua nama dimaksud adalah Kepala Rumah Tangga Cikeas Silvya
Soleha alias Bu Pur dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Sudi Silalahi. Bu
Pur disebut turut bermain dan mencaplok proyek pengadaan peralatan.@data
Tidak ada komentar:
Posting Komentar