Kamis, 05 Desember 2013

KPK usut peran Bu Pur dan Sudi Silalahi

Jurnalis Independen: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengusut peran Silvya Sholeha alias Bu Pur dalam penyidikan pengadaan peralatan proyek pembangunan sarana prasarana Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.


Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bambang Widjojanto menyatakan, keterangan terkait Ibu Pur dan Menteri Sekretaris Negera (Mensesneg) Sudi Silalahi dalam sidang terdakwa mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Hambalang, Kemenpora, Deddy Kusdinar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa, 3 Desember 2013, bukan berasal dari Deddy langsung.

Tetapi dari saksi yang tidak mengalami langsung (de auditu). Nilai keterangan itu tidak sekuat dari orang atau saksi langsung yang mengemukakannya. Karenanya keterangan itu masih memerlukan alat konfirmasi lain.

"Soal Ibu Pur itu katanya Rosa kan. Tetapi keterangan itu tentu akan ditindaklanjuti," ujar Bambang di sela Konferensi Nasional Pemberantasan  Korupsi (KNPK) 2013 yang diselenggarakan KPK, di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (4/12/2013).

Dia menuturkan, Bu Pur yang nama aslinya Silvya Sholeha itu sudah pernah diperiksa penyidik KPK dalam proses penyidikan kasus Hambalang untuk Deddy Kusdinar. Ketika dalam pemeriksaan tentu ada berita acara pemeriksaan (BAP) yang kaitannya bisa saja dengan keterangan Rosa. Ibu Pur pasti akan dipanggil dan didengarkan kesaksiannya soal pengadaan peralatan Hambalang. Di sisi lain kata Bambang, KPK saat ini sedang menyelidiki pengadaan peralatan di Hambalang.

"Peran Ibu Pur memang belum bisa kita simpulkan. Karena masih harus diklarifikasi lagi. Perkembangan penyidikan peralatannya saya belum tahu, saya mesti cek dulu ke penyelidik," ujarnya.

Mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini melanjutkan, untuk kasus dugaan suap pengurusan anggaran Hambalang dan proyek-proyek lainnya tersangka Anas Urbaningrum masih dalam proses intensifikasi pemeriksaan terhadap saksi.

"Kami mengharapkan akhir tahun ini sudah ada ekspose mengenai hasil penyidikan. Kita inginkan proses naik ke penuntannya selesai tahun ini. Kalau sudah hampir lengkap berkasnya kan ngga usah dibuat kesimpulan (untuk penahanan). Kalau kebiasaan umum (penahanan) itu fakta notoir, itu ngga perlu disebutkan," tandasnya.

Ketua KPK Abraham Samad menyatakan, secara umum setiap fakta persidangan yang terungkap akan melalui proses kroscek dan validasi. Termasuk soal penyebutan nama Bu Pur ataupun Sudi Silalahi. Menurutnya, keterangan soal dua nama tersebut tidak bisa hanya muncul dari satu saksi saja. KPK memerlukan keterangan-keterangan lain agar supaya keterangan itu tidak berdiri sendiri dan bernilai benar.

"Kita di KPK kan selalu melakukan verifikasi dan validasi. Jadi tidak usah khawatir soal nama-nama itu (Ibu Pur dan Sudi Silalahi). Kalau sudah ada bukti yang valid, tentu kita akan panggil untuk diperiksa. Ingat bukti dua alat loh. Di KPK sudah umum setiap keterangan sekecil apapun akan didalami," ujar Abraham di tempat yang sama.

Sebelumnya, dua nama penting di lingkungan Istana disebut dalam persidangan kasus dugaan korupsi Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) milik Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.

Kedua nama dimaksud adalah Kepala Rumah Tangga Cikeas Silvya Soleha alias Bu Pur dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Sudi Silalahi. Bu Pur disebut turut bermain dan mencaplok proyek pengadaan peralatan.@data


Tidak ada komentar: