Sabtu, 21 Desember 2013

Bank Mutiara Ikuti Jejak Kakaknya Bank Century Todong LPS Rp 1,5 triliun

Jurnalis Independen: Penyuntikan dana jilid dua ke Bank Mutiara yang dulu bernama Bank Century, membuktikan bahwa pengambilalihan Bank Century adalah putusan yang salah. Akan ada kerugian Rp 4,1 triliun jika Bank Mutiara dijual.

"Jangankan sebagai kebijakan, sebagai keputusan bisnis saja sudah salah," kata ekonom yang juga Wakil Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Dradjad Wibowo, Sabtu (21/12).

Dradjad mengatakan beberapa tahun lalu, dia pernah menyampaikan bahwa Bank Mutiara sulit laku. Bahkan dengan harga setengah dari nilai bailout. Ini karena Bank Mutiara mempunyai risiko politik dan hukum yang sangat tinggi. "Saya juga sempat ragukan, kok bisa laporan keuangan Bank Mutiara bagus, sementara saya belum melihat banyak pihak yang berminat berbisnis dengan Bank Mutiara," kata Dradjad.

Dengan adanya permintaan suntikan modal ini, menurut Dradjad membuktikan kalau bisnis Bank Mutiara sulit berkembang. Bisnis Bank Mutiara Sulit berkembang masih terbebani tingginya risiko politik dan hukum. Akibatnya, CAR merosot meski masih di atas 8.

Dradjad meminta agar LPS jangan melempar tangan ke BI. Persyaratan CAR BI yang menuju Basel 3 itu berlaku terhadap semua bank. "Kalau Bank Mutiara diminta punya buffer modal dengan CAR 14 persen, ya itu karena resiko tinggi. Semua bank kena aturan ini, kenapa BAnk Mutiara tidak bisa memenuhinya?" papar dia.

Jadi solusinya, kata Dradjad adalah segera selesaikan masalah hukum dan politik Bank Century. Ini akan menurunkan risiko politik dan hukum, sehingga bank bisa berbisnis dengan optimal.

Tapi yang paling penting diingat, lanjutnya, suntikan modal ini membuat Bank Mutiara hampir mustahil bisa dijual. Kalaupun laku, akan ada kerugian negara yang minimal mencapai Rp 4,1 triliun (setengah dari total suntikan modal). "Saya harus jujur katakan, nasib Bank Mutiara sepertinya lebih mirip Bank Indover yang harus disuntik modal berkali-kali jika tidak ingin Bank Mutiara dilikuidasi seperti Indover. Selesaikan segera masalah politik dan hukumnya."

Sebelumnya, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyetujui untuk melakukan penambahan modal kepada PT Bank Mutiara Tbk sebesar Rp1,5 triliun. Katanya untuk memnuhi peraturan baru.

"Untuk memenuhi peraturan baru Bank Indonesia no 14/18/PBI/2012 mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum, LPS melakukan penambahan modal pada PT Bank Mutiara Tbk yang dijadwalkan paling lambat 23 Desember 2013," kata Sekretaris LPS, Samsu Adi Nugroho di Jakarta, Jumat kemarin.

Samsu mengemukakan bahwa dalam peraturan BI itu, seluruh bank yang beroperasi di Indonesia harus memenuhi ketentuan mengenai "Internal Capital Adequacy Assessment Process" (ICAAP) yang besarnya bervariasi antara bank yang satu dengan bank lainnya.

"Untuk itu, Bank Mutiara harus memenuhi ICAAP dengan rasio kecukupan modal (CAR) sekurang-kurangnya 14 persen. Dengan penambahan modal sementara Rp1,5 tirliun ini, CAR bisa naik ke 14 persen, minimal 14 persen," jelas Samsu.

Samsu juga mengemukakan bahwa nilai dana penambahan modal Bank Mutiara itu berdasarkan beberapa hal, yakni pencadangan kredit macet di manajemen lama. Kemudian, penambahan modal itu juga sesuai dengan prospek usaha.

Ia mengharapkan bahwa dengan penambahan modal itu, LPS dapat melakukan divestasi Bank Mutiara dengan harga maksimal. Langkah LPS untuk melakukan suntikan modal juga untuk mendorong Bank Mutiara bisa terus berkembang.

"Secara normatif, penyuntikan modal merupakan kewenangan LPS, kalau kami tidak suntikan modal, maka kami akan melanggar UU," kata Samsu.

Ia menambahkan proses divestasi Bank Mutiara akan kembali dibuka pada awal tahun 2014 dengan mengacu harga pasar. Namun, dirinya belum dapat memperkirakan harga maksimal Bank Mutiara. Sementara batas akhir divestasi Bank Mutiara hingga 21 November 2014.

"Kami berharap bisa selesai secepat mungkin. Tidak ada lagi keterikatan harga, tapi kami juga tetap melihat kondisi pasar dan prospek usaha Bank Mutiara," kata Samsu tanpa takut menimbulkan kerugian Negara seperti Bank Century.

Terkait penambahan modal yang akan dikucurkan oleh pihak LPS, menimbulkan banyak kontroversi. Kontroversi penambahan modal Bank Mutiara senilai Rp 1,5 triliun mendapat dorongan dari pihak Komisaris independen Bank Mutiara Eko B Supriyanto. Supriyanto  mengatakan, sudah seharusnya LPS melakukan ini.

Pasalnya, kata Eko, LPS sebagai pemegang saham memastikan kesehatan bank yang diambil alih dan pada akhirnya bisa didivestasi. "Ini langkah yang sudah seharusnya," kata Eko saat itu., Jumat (20/12).

Teerkait perlu tidaknya izin DPR atas penyuntikan modal baru ini, Eko menegaskan, tidak perlu. Ia beralasan, proses ini bukan pengambilalihan, jadi tentu tidak perlu izin DPR. Menurut Eko, langkah ini diambil LPS untuk membuat Bank Mutiara bisa tumbuh sesuai ketentuan BI dengan ketentuan rasio kecukupan modal (CAR, capital adequacy ratio) di atas 14 persen sesuai ketentuan Basel II.


Sebelumnya, seperti kasus Bank Century, “kakak Bank Mutiara”, LPS juga telah menyetujui penambahan modal untuk Bank Mutiara. Eks Bank Century tersebut memerlukan tambahan modal untuk mencapai rasio kecukupan modal sebesar 14 persen. Manajemen Bank Mutiara mengatakan, untuk mencapai CAR itu diperlukan dana Rp 1,5 triliun.(*)

Tidak ada komentar: