Jurnalis Independen: Penyuntikan dana jilid dua ke Bank Mutiara yang dulu bernama Bank Century,
membuktikan bahwa pengambilalihan Bank Century adalah putusan yang salah. Akan
ada kerugian Rp 4,1 triliun jika Bank Mutiara dijual.
"Jangankan sebagai
kebijakan, sebagai keputusan bisnis saja sudah salah," kata ekonom yang
juga Wakil Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Dradjad Wibowo, Sabtu
(21/12).
Dradjad mengatakan beberapa tahun
lalu, dia pernah menyampaikan bahwa Bank Mutiara sulit laku. Bahkan dengan
harga setengah dari nilai bailout. Ini karena Bank Mutiara mempunyai risiko
politik dan hukum yang sangat tinggi. "Saya juga sempat ragukan, kok bisa
laporan keuangan Bank Mutiara bagus, sementara saya belum melihat banyak pihak
yang berminat berbisnis dengan Bank Mutiara," kata Dradjad.
Dengan adanya permintaan suntikan
modal ini, menurut Dradjad membuktikan kalau bisnis Bank Mutiara sulit
berkembang. Bisnis Bank Mutiara Sulit berkembang masih terbebani tingginya risiko
politik dan hukum. Akibatnya, CAR merosot meski masih di atas 8.
Dradjad meminta agar LPS jangan
melempar tangan ke BI. Persyaratan CAR BI yang menuju Basel 3 itu berlaku
terhadap semua bank. "Kalau Bank Mutiara diminta punya buffer modal dengan
CAR 14 persen, ya itu karena resiko tinggi. Semua bank kena aturan ini, kenapa
BAnk Mutiara tidak bisa memenuhinya?" papar dia.
Jadi solusinya, kata Dradjad
adalah segera selesaikan masalah hukum dan politik Bank Century. Ini akan
menurunkan risiko politik dan hukum, sehingga bank bisa berbisnis dengan
optimal.
Tapi yang paling penting diingat,
lanjutnya, suntikan modal ini membuat Bank Mutiara hampir mustahil bisa dijual.
Kalaupun laku, akan ada kerugian negara yang minimal mencapai Rp 4,1 triliun
(setengah dari total suntikan modal). "Saya harus jujur katakan, nasib Bank
Mutiara sepertinya lebih mirip Bank Indover yang harus disuntik modal
berkali-kali jika tidak ingin Bank Mutiara dilikuidasi seperti Indover.
Selesaikan segera masalah politik dan hukumnya."
Sebelumnya, Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) menyetujui untuk melakukan penambahan modal kepada PT Bank
Mutiara Tbk sebesar Rp1,5 triliun. Katanya untuk memnuhi peraturan baru.
"Untuk memenuhi peraturan
baru Bank Indonesia no 14/18/PBI/2012 mengenai kewajiban penyediaan modal
minimum bank umum, LPS melakukan penambahan modal pada PT Bank Mutiara Tbk yang
dijadwalkan paling lambat 23 Desember 2013," kata Sekretaris LPS, Samsu
Adi Nugroho di Jakarta, Jumat kemarin.
Samsu mengemukakan bahwa dalam
peraturan BI itu, seluruh bank yang beroperasi di Indonesia harus memenuhi
ketentuan mengenai "Internal Capital Adequacy Assessment Process"
(ICAAP) yang besarnya bervariasi antara bank yang satu dengan bank lainnya.
"Untuk itu, Bank Mutiara
harus memenuhi ICAAP dengan rasio kecukupan modal (CAR) sekurang-kurangnya 14
persen. Dengan penambahan modal sementara Rp1,5 tirliun ini, CAR bisa naik ke
14 persen, minimal 14 persen," jelas Samsu.
Samsu juga mengemukakan bahwa
nilai dana penambahan modal Bank Mutiara itu berdasarkan beberapa hal, yakni
pencadangan kredit macet di manajemen lama. Kemudian, penambahan modal itu juga
sesuai dengan prospek usaha.
Ia mengharapkan bahwa dengan
penambahan modal itu, LPS dapat melakukan divestasi Bank Mutiara dengan harga
maksimal. Langkah LPS untuk melakukan suntikan modal juga untuk mendorong Bank
Mutiara bisa terus berkembang.
"Secara normatif,
penyuntikan modal merupakan kewenangan LPS, kalau kami tidak suntikan modal,
maka kami akan melanggar UU," kata Samsu.
Ia menambahkan proses divestasi
Bank Mutiara akan kembali dibuka pada awal tahun 2014 dengan mengacu harga
pasar. Namun, dirinya belum dapat memperkirakan harga maksimal Bank Mutiara.
Sementara batas akhir divestasi Bank Mutiara hingga 21 November 2014.
"Kami berharap bisa selesai
secepat mungkin. Tidak ada lagi keterikatan harga, tapi kami juga tetap melihat
kondisi pasar dan prospek usaha Bank Mutiara," kata Samsu tanpa takut
menimbulkan kerugian Negara seperti Bank Century.
Terkait penambahan modal yang
akan dikucurkan oleh pihak LPS, menimbulkan banyak kontroversi. Kontroversi
penambahan modal Bank Mutiara senilai Rp 1,5 triliun mendapat dorongan dari
pihak Komisaris independen Bank Mutiara Eko B Supriyanto. Supriyanto mengatakan, sudah seharusnya LPS melakukan
ini.
Pasalnya, kata Eko, LPS sebagai
pemegang saham memastikan kesehatan bank yang diambil alih dan pada akhirnya
bisa didivestasi. "Ini langkah yang sudah seharusnya," kata Eko saat
itu., Jumat (20/12).
Teerkait perlu tidaknya izin DPR
atas penyuntikan modal baru ini, Eko menegaskan, tidak perlu. Ia beralasan,
proses ini bukan pengambilalihan, jadi tentu tidak perlu izin DPR. Menurut Eko,
langkah ini diambil LPS untuk membuat Bank Mutiara bisa tumbuh sesuai ketentuan
BI dengan ketentuan rasio kecukupan modal (CAR, capital adequacy ratio) di atas
14 persen sesuai ketentuan Basel II.
Sebelumnya, seperti kasus Bank
Century, “kakak Bank Mutiara”, LPS juga telah menyetujui penambahan modal untuk
Bank Mutiara. Eks Bank Century tersebut memerlukan tambahan modal untuk
mencapai rasio kecukupan modal sebesar 14 persen. Manajemen Bank Mutiara
mengatakan, untuk mencapai CAR itu diperlukan dana Rp 1,5 triliun.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar