Rabu, 18 Desember 2013

Mengkritisi “Jepretan” Ibu Ani Yudhoyono

Jurnalis Independen: Tidak banyak wanita kelas menengah yang berani mengkritisi sepak terjang Ibu Negara Ani Yudhoyono, namun dimata Ellen Maringka, Ibu negara Ani, istri Presiden dua periode Susilo Bambang Yudhoyono mendapat kesan tersendiri di hatinya, sehingga menurunkan tulisan ini untuk sekedar membandingkan serta mengingatkan, posisi Christiani Sarwo Edhi Wibowo.
Beberapa kali berganti Presiden, secara tidak langsung kita sudah merasa familiar dengan para wanita yang menjadi ibu negara. Bagi saya pribadi yang cukup mengesankan adalah Ibu Tien Soeharto (mungkin karena saya terlahirkan di era Orde baru).

Samar samar ingatan saya kembali kepada gaya kepemimpinan Soeharto, dimana mana selalu didampingi oleh Ibu Tien. Sosok Ibu Negara yang cukup mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia, terlepas dari segala kekurangan Soeharto sebagai Presiden.

Belakangan ini kita cukup dihebohkan dengan pemberitaan berbagai media massa mengenai ibu Negara, Ani Yudhoyono. Pihak Australia ternyata ikut menyadap Ibu Negara karena dirasa pengaruhnya terhadap keputusan dan kebijakan Presiden SBY terlalu besar.

Ibu Negara Tidak Sama Dengan Pengatur Negara

Saya sering dipanggil Ibu dokter. Bagi saya panggilan Bu  Dokter oleh masyarakat, karena menghormati suami saya yang berprofesi sebagai dokter. Dipanggil Ibu dokter tidak semerta merta membuat saya menjadi atau berlagak sebagai dokter.

Syukurlah suami saya juga seorang dokter profesional.  Sejak awal menikah dia selalu tegas menjaga kode etik dan wibawanya sebagai dokter. Kalaupun ada kasus yang kemudian menjadi bahan pembicaraan kami dirumah, misalnya dia pernah menangani seorang wanita korban KDRT, maka tidak pernah nama pasien itu muncul.  Sebaliknya, jika pasiennya adalah orang yang saya kenal, maka suami saya tidak pernah mendiskusikan penyakit orang tersebut dengan saya.

Ibu negara (Ani Yudhoyono) adalah istri dari Presiden SBY.  Inilah yang terpenting dan terutama yang harus disadari oleh Ibu Ani.  Tugas utama beliau adalah menjadi istri yang baik bagi seorang pria yang kebetulan adalah juga seorang Presiden. Selepas SBY menjabat, sebutan ibu negara akan berpindah kepada wanita lain yang suaminya kelak terpilih sebagai Presiden RI yang baru, namun peran Ibu Ani Yudhoyono sebagai istri pendamping SBY tidak berakhir disitu.  Maafkan saya bu Ani, kalau saya lancang memberi saran kepada ibu untuk lebih fokus dalam peran ibu sebagai istri bagi suami dan eyang putri dari cucu cucu yang sedang lucu lucunya.

Jangankan oleh negara lain, saya sendiri sebagai warga negara Indonesia, yang dulu memilih suami ibu Ani untuk menjadi Presiden saya, jujur menilai bahwa peran ibu Ani sebagai Ibu negara tidak cukup terlihat manfaatnya kepada bangsa dan negara yang hampir dua periode dipimpin oleh suami ibu.

Kalau saya membandingkan dengan Ibu Tien Soeharto yang menggagas pembangunan Taman Mini Indonesia Indah, Rumah sakit Kanker Dharmais  dan Jantung Harapan kita, maka menurut saya Ibu Ani belum melakukan sesuatu yang cukup signifikan  dapat dikenang sebagai peninggalan yang baik dari mantan seorang ibu negara. Padahal menurut hemat saya, bu Ani tidak kalah cakap  dan smart dibandingkan ibu negara manapun.

Peran ibu Negara yang terutama adalah mendampingi suami dan mengurusi keperluan pribadi sang suami, agar dalam bertugas sebagai kepala negara , beliau dapat melaksanakan amanah yang diterima dari rakyat dengan baik dan penuh tanggung jawab. Kalau urusan negara, Presdien khan sudah mengangkat para Menteri bahkan Wamen untuk membantu beliau melaksanakan pekerjaannya sekaligus memberi masukan dalam mengambil kebijakan yang dirasa perlu.

Saran Untuk Ibu Ani Yudhoyono

Bu Ani, tugas dan kepemimpinan suami ibu tidak lama lagi berakhir. Kalau boleh saya menyarankan agar ibu yang senang memotret dan cukup lihai menangani kamera, agar dapat menjepret sisi lain kehidupan rakyat biasa di luar istana negara.

Alangkah baiknya kalau sekali kali dalam mendampingi  suami ke daerah terpencil, ibu bukan hanya memotret yang indah indah tapi juga yang faktual. Ada jutaan anak miskin yang kurus kering tidak sekolah. Mungkin sekali kali mereka akan sangat bahagia bisa menjadi fokus lensa kamera ibu yang canggih dan mahal itu.

Ada banyak warga negara yang tidak memperoleh pendidikan dan kesempatan bekerja, sehingga hidup dibawah garis kemiskinan. Alangkah baiknya kalau hobby ibu memotret bisa membawa sedikit kebahagiaan bagi mereka yang miskin untuk sejenak tersenyum dibidik kamera ibu.

Ketika memotret cucu cucu ibu yang lucu dan menggemaskan, sebagai ibu negara, pernahkah terlintas di benak ibu Ani bahwa jutaan anak kecil lainnya tidak seberuntung cucu cucu ibu ?. Jutaan anak lainnya harus bekerja membanting tulang meski masih dibawah umur, karena orang tuanya tidak mampu membiayai sekolah mereka.

Mereka makan dengan rakus dan tidak memiliki etiket yang baik di meja makan, bukan semata mata karena tidak diajari caranya bersopan santun, tapi karena melihat nasi putih yang sangat biasa di mata ibu dan saya, bagi mereka seperti melihat harta karun yang turun dari langit.

Kalau boleh saya ketuk hatinya bu….memotretlah dengan hati. Salurkanlah hobby memotret dengan menjepret potret nasib anak bangsa, yang tidak semuanya indah berbalut senyuman manis.

Barangkali ketika hasil jepretan ibu Ani diperlihatkan kepada sang suami, maka disitulah peran bu Ani sebagai ibu negara lebih terasa positifnya bagi kami. Mudah mudahan dengan memperlihatkan foto kemiskinan ditengah negara kaya ini, suami ibu dapat mempergunakan sisa waktu yang ada untuk bekerja lebih baik lagi, dan hasil karya ibu kami kenang dan hargai sepanjang masa.

Selamat memotret Ibu Ani… doaku menyertaimu.

*foto diambil dari http://www.itoday.co.id/wp-content/uploads/2012/06/ANI-YUDHOYONO1.jpg


Tidak ada komentar: