Jumat, 13 Desember 2013

Atasan Penerima Suap 11,4 miliar Heru Sulastyono Diduga Terlibat

Jurnalis Independen: Kepolisian membuka ruang adanya pelaku lain dalam kasus suap pejabat Ditjen Bea dan Cukai. Penyidik mensinyalir bahwa dalam kasus tersebut Heru Sulastyono tidak bermain sendiri.

Kepolisian pun tidak menutup kemungkinan akan memanggil pejabat Bea dan Cukai yang menjadi atasan Heru pada saat berdinas di Kantor Bea dan Cukai Tanjung Priok periode 2003-2005.
"Kita dari yang teknis dulu, teknis dulu ini kan pasti saling berkait, tenang saja," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Arief Sulistyanto di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (13/12/2013), kemarin.

Pihaknya pun bekerja sama dengan inspektorat Kementrian Keuangan Bidang Insvestigasi dalam menangani kasus suap Rp 11,4 miliar ini.

"Kita pun bekerja sama dengan inspektorat bidang investigasi Kementrian Keuangan, mereka juga sudah membuat matrix, jadi perusahaan apa saja, komuditasnya apa, tahun berapa, pejabat dalam periode itu siapa saja, sudah ada," beber Arief.

Pekan depan, enam orang pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang sebelumnya pernah satu kantor dengan Heru Sulastyono saat menjabat di Kantor Bea dan Cukai Tanjung Priok akan diperiksa kepolisian sebagai saksi.

Pemeriksaan tersebut untuk melihat adanya peran-peran lain dalam kasus suap tersebut.
Arief menjelaskan pegawai Bea dan Cukai yang akan diperiksa pada 16 Desember 2013 diantaranya Bambang Semedi SH, Sumantri, Mulyadi, dan CF Sijabat, sementara 17 Desember 2013 yang akan diperiksa Yusuf Indarto, dan pada 18 Desember 2013 akan diperikas Frans Rupan.

"Para pejabat ini diminta keterangan terkait tugas jabatannya pada saat terjadinya," katanya.


Selain menyidik tersangka Heru Sulastyono, kepolisian juga mengaku menyelidiki 16 laporan lainnya dari Laporan Hasil Analisis (LHA) dari Pusat Pelaporan Analisis Keuangan (PPATK) milik 13 pegawai Ditjen Bea dan Cukai.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Arief Sulstyanto mengungkapkan bahwa dari LHA yang diterima Polri sebanyak 16 orang.

"Ada 13 orang, jadi LHA itu ada 16 tapi kadang-kadang satu orang berlanjut lagi, kirim lagi ini sedang kita tangani," kata Arief di Mabes Polri.

Mengungkap kasus kejahatan kerah putih tidak semudah mengungkap kasus kriminal biasa, kasus sejenis ini membutuhkan waktu yang panjang. "Ini begitu juga sehingga tidak seperti kita menangkap pencuri atau penipu yang saat itu ditangkap kemudian diselidik ada barang buktinya," katanya.

Apa yang ditangani kepolisian terkait transaksi mencurigakan milik 13 orang pegawai Bea dan Cukai, apa yang diperbuatnya cukup lama dan baru diketahui transaksi kejahatannya saat ini, tentunya penelusurannya pun harus kembali ke belakang.

"Kita harus telusuri lagi dengan arus balik, pembuktian terbalik mundur lagi ke belakang mencari identitas transaksinya seperti apa, ini tetap terus kita lanjutkan kita konsisten dalam penanganan ini," ucapnya.

Belum diketahui modus kejahatan yang dilakukan 13 pegawai Bea dan Cukai sampai dilaporkan PPATK kepada penegak hukum. "Saya belum tahu apakah modusnya sama dengan yang sudah diproses (HS), tapi dari beberapa tipologi tindak pidana pencucian uang yang sudah kita lakukan penyidikan tidak jauh beda," ungkapnya.

Dalam tindak pidana pencucian uang, kesulitan polisi adalah mengetahui siapa pemilik aset-aset yang mencurigakan tersebut, karena ada upaya-upaya penyamaran, pengelabuan, bahkan penyembunyian barang bukti yang dilakukan pelaku.

"Under layering yang mempersulit kita apalagi sudah terintegrasi di dalam sistem keuangan yang begitu kompleks," ucapnya.

Pihak Kepolisian juga mengungkapkan factor kesilitan dalam mencari sejumlah dokumen terkait, yang bisa dijadikan sebagai barang bukti. Pihaknya menyebut, hingga saat ini belum mendapatkan sejumlah dokumen yang diperlukan untuk menjadi barang bukti dalam kasus suap Pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Heru Sulastyono.

Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Pencucian Uang, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Kombes Pol Agus Setia mengatakan dokumen-dokumen yang dibutuhkan tidak dalam satu tempat karena Bea Cukai ada penyatuan-penyatuan kantor.

"Sepertinya ada alasan tertentu, penataan dokumen, kalau di Bea Cukai ada merger beberapa kantor jadi satu. Seperti kantor Tanjung Priuk I, Tanjung Priuk II, dan Tanjung Priuk III  jadi Kanwil (Kantor Wilayah)," kata Agung di Mabes Polri, beberapa hari lalu.

Dikatakannya pihaknya harus memastikan bahwa dokumen-dokumen yang dicari tidak disembunyikan pihak-pihak tertentu untuk menghambat proses penyidikan.

"Kami pastikan dulu, kalau terjadi (penyembunyian dokumen), itu melanggar hukum," tegasnya.

Kepolisian saat ini mendalami maksud dari suap yang dilakukan Yusran Arief kepada Heru Sulastyono. 
Tentu uang pelicin diberikan kepada pejabat Ditjen Bea dan Cuka ada maksudnya untuk memuluskan sesuatu.

"Suap pasti ada maksudnya. Apa manfaatnya? Ini yang kami dalami," katanya.

Ia pun mengatakan perusahaan-perusahaan yang bermain mata dengan pejabat Bea dan Cukai mungkin tidak hanya perusahaan-perusahaan yang berada di bawah kendali Yusran Arief saja, diduga masih ada perusahaan lain.

"Data perusahaan terus berkembang, mungkin tidak hanya nama-nama ini," ucapnya.

Kepolisian sebelumnya berencana memanggil enam orang pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang sebelumnya pernah satu kantor dengan Heru Sulastyono saat menjabat di Kantor Bea dan Cukai Tanjung Priok pada 2003-2004 silam.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Arief Sulistyanto mengungkapkan bahwa keenam pegawai Bea dan Cukai tersebut diperiksa pada waktu yang berbeda.

Hal tersebut untuk melihat adanya peran-peran lain dalam kasus suap tersebut, dikarenakan kasus gratifikasi terjadi kepada Heru pada 2003 sampai 2004.

Arief menjelaskan pegawai Bea dan Cukai yang akan diperiksa pada 16 Desember 2013 diantaranya Bambang Semedi SH, Sumantri, Mulyadi, dan CF Sijabat, sementara 17 Desember 2013 yang akan diperiksa Yusuf Indarto, dan pada 18 Desember 2013 akan diperiksa Frans Rupan.

"Para pejabat ini diminta keterangan terkait tugas jabatannya pada tempus terjadinya," katanya.
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Sub Direktorat Money Loundering menetapkan seorang pejabat Bea Cukai bernama Heru Sulastyono (HS) sebagai tersangka kasus suap dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Pejabat bea cukai tersebut diduga menerima suap dari seorang komisaris perusahaan PT Tanjung Jati Utama bernama Yusran Arif alias Yusron (YA) dalam bentuk polis asuransi senilai Rp 11,4 miliar dan kendaraan.
Penyidik terus memburu bukti-bukti baru untuk mengungkap kecurangan yang dilakukan Heru.

Gratifikasi yang diterima Heru dari Yusran Arif berkaitan dengan pelaksanaan tugas Heru sebagai pejabat Bea dan Cukai.

"Faktanya, kita menemukan adanya penyuapan, penyuapan untuk mendapatkan informasi yang dilakukan oleh perusahaan itu," ucap Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Arief Sulistyanto di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2013).

Dari penyuapan tersebut, tentu berkait erat dengan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Heru.

"Wewenang apa yang disalahgunakan dia (Heru). Nah kaitannya kan disitu," ucapnya.

Penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Heru, dikatakan Arief masuk ke dalam sistem kerja Heru selaku pejabat di Bea dan Cukai.

"Nah dalam sistemnya itu kan melanismenya dia tidak sendirian. Dengan siapa? Nah kita kumpulkan dokumen ini, nanti alurnya seperti apa gitu, mulai dari barang masuk, yang melakukan penilaian, yang mengapprove, penetapan barang, yang mengambil ketetapan biaya masuknya seperti apa, nah itu kita masih dalami dari berbagai bukti yang ada," ungkapnya.

Arief menegaskan pihaknya akan menindak siapa pun yang terindikasi bermain dalam kasus suap tersebut, termasuk petinggi Bea dan Cukai lainnya.

"Pokoknya siapapun, siapapun yang ada indikasi terlibat dengan kasus ini ya kita tindak. Kita bicara pada fakta hukum, bukan kita cari-cari kesalahan orang," ujarnya.

Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Sub Direktorat Money Loundering menetapkan seorang pejabat Bea Cukai bernama Heru Sulastyono (HS) sebagai tersangka kasus suap dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Pejabat bea cukai tersebut diduga menerima suap dari seorang komisaris perusahaan PT Tanjung Jati Utama bernama Yusran Arif alias Yusron (YA) dalam bentuk polis asuransi senilai Rp 11,4 miliar dan kendaraan.
Yusran menyuap Heru untuk menghindari audit perusahaan. Heru akan memberitahu Yusran bila bisnisnya akan diaudit kepabean. Untuk itu Yusran melakukan buka tutup perusahaan untuk menghindarinya.

Heru Sulastyono ditangkap di rumah mantan isterinya yang terletak di Perumahan Sutera Renata Alba Utama Nomor 3 Alam Sutera, Serpong, Tangerang Banten, Selasa (29/10/2013) malam sekitar pukul 01.00 WIB. Kemudian dilanjutkan dengan penangkapan Yusran di Jalan Aslih RT 11 RW 01 Nomor 49, Ciganjur, Kelurahan Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada pukul 08.00 WIB.


Tidak ada komentar: