Jurnalis Independen: Pemkot
Surabaya ternyata telah mengirimkan surat hingga tiga kali mempertanyakan
pembatalan sertifikat Jalan Kenari ke BPN sejak keputusan Angket Kenari DPRD.
Akan tetapi, jawaban dari BPN terakhir diterima justru tidak menjawab substansi
yang dipertanyakan melainkan mempertanyakan pengembalian uang titipan PT
Sentral Tunjungan Perkasa.
Kabag Hukum Pemkot Surabaya,
Maria Theresia Eka Rahayu mengatakan, Pemkot akan kembali mengirimkan surat
rekom keputusan Angket DPRD, Perjanjian yang belum pernah terlaksana,
Pengembalian fungsi jalan Kenari sebagai Jalan umum.
"Surat tersebut akan kita
kirim ke PT Sentral Tunjungan Perkasa, BPN Surabaya, BPN Kanwil, dan BPN
Pusat," kata Yayuk panggilan Maria Theresia Eka Rahayu dalam hearing di
Komisi A DPRD, Senin (16/12/2013).
Selanjutnya, ungkap Yayuk, Pemkot
Surabaya juga akan membuat surat seperti yang diminta DPRD Surabaya untuk
mempertanyakan soal pembatalan sertifikat jalan Kenari yang tidak bisa di
proses. Di mana surat tersebut yang ditujukan ke BPN Surabaya dengan tembusan
ke DPRD dan BPN Pusat.
"Kami kira langkah itu akan
secepatnya dilakulan Pemkot Surabaya untuk bisa secepatnya menyelesaikan
persoalan Jalan Kenari," ucap Yayuk.
Sedangkan jika untuk kembali
melakukan koordinasi dengan PT Sentral Tunjungan Perkasa, ungkap Yayuk, akan
dilakukan jika hasilnya positip untuk menyelesaikan pembatalan sertifikat jalan
Kenari secara baik-baik. Tapi jika koordinasi justru memperlambat proses
penyelesaian jalan Kenari maka Pemkot akan berpikir dua kali untuk bersedia.
"Yang jelas, Pemkot akan
selalu mengikuti langkah dan keputusan dari DPRD dalam penyelesaian persoalan
jalan Kenari," tutur Yayuk.
Komisi A Bidang Hukum dan
Pemerintahan DPRD Kota Surabaya menyiapkan dasar pembatalan sertifikat Jalan Kenari
yang kini telah menjadi hak milik PT Sentral Tunjungan Perkasa (STP) dengan
harapan agar bisa digunakan sebagai jalan umum lagi.
Anggota Komisi A dan sekaligus
anggota hak angket Jalan Kenari DPRD Surabaya Alfan Khusairi, Selasa,
mengatakan, pihaknya menyiapkan enam item kejanggalan dari sembilan kejanggalan
yang ditemukannya, untuk diharapkan bisa membatalkan sertifikat itu. "Ini
bisa dijadikan dasar pengambilalihan Jl. Kenari," katanya, Selasa (3/12).
Menurut dia, enam item yang
disebut sebagai unsur kepatutan peraturan dan patut dipertanyakan adalah dalam
aturan BPN pusat secara jelas disebutkan ada beberapa unsur yang dapat
menggugurkan sertifikat yang telah diterbitkan.
Salah satunya, tenggat waktu
antara terbitnya sertifikat dengan dibuatnya perjanjian terbilang cukup lama
yakni seritifikatnya keluar pada 1997 sementara perjanjian antara PT STP dengan
Pemkot baru dilakukan pada 2002.
Begitu juga dengan ukuran luasan
fisik lahan di Jl. Kenari ternyata dengan yuridis formalnya tidak sama. Kalau luas
aslinya Jl. Kenari mancapai 3.000 meter persegi, tapi secara yuridis atau yang
tertulis di dalam perjanjian itu hanya dicatat 2.000 meter persegi.
Semestinya, lanjut dia, hal
semacam ini tidak boleh terjadi, tapi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Surabaya
tetap mengeluarkan sertifikat atas kepemiliki PT STP yang di dalamnya ada jalan
umum berupa fisik Jl. Kenari tersebut.
Kalau melihat itu, tambah Alfan,
aturannya sudah jelas, tapi tidak diketahui kenapa BPN Surabaya mengeluarkan
sertifikat atas nama PT STP dan saat ini kantor BPN II tidak segera
membatalkannya. Lebih aneh lagi, dalam keterangan yang diberikan BPN II
Surabaya menganggap, perjanjian yang dibuat antara pemerintah kota (pemkot)
Surabaya dengan PT STP, adalah perjanjian biasa.
Padahal, perjanjian itu tidak
bisa dibenarkan kalau BPN mengatakan itu berjanijian biasa. Sebab, yang benar
adalah perjanjian bersyarat. Itu artinya, jika ada syarat yang tidak terpenuhi
maka perjanjiannya dapat dibatalkan. "Jadi, sertifikat BPN yang dipegang
PT STP dan di dalamnya ada Jl. Kenari harus batal demi hukum," terangnya.
Selain itu, lanjutnya, lamanya
proses pembatalan sertifikat Jl. Kenari yang saat ini dikuasai oleh PT STP,
kembali mendapat perhatian serius dari kalangan anggota Komisi A DPRD Surabaya.
Komisi yang membidangi masalah hukum dan pemerintahan ini mengancam, bakal
membuat panitia angket ke II, jika masalah tersebut tidak kunjung selesai dalam
kurun 10 hari ke depan.
Bagian hukum BPN Surabaya II,
Budi Santosa sebelumnya menjelaskan, terkait penyelesaian Jl. Kenari PT STP
ingin dimediasi secara langsung dengan Pemkot Surabaya. Mereka khawatir, begitu
Jl. Kenari difungsikan akan ada banyak Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan
di sepanjang jalan tersebut. "PT STP juga mengaku, mereka tidak pernah disurati
terkait pembahasan Jl. Kenari," katanya.@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar