Dalam pandangan mantan Duta Besar Arab
Saudi untuk Indonesia, Abdurrahman Mohammad Amin Al-Khayyath, Indonesia
tak hanya dikenal sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia.
Tapi juga masyhur dengan sikap toleransi dan hormat-menghormati yang
ditunjukkan oleh umat Islam terhadap pemeluk agama lain.
Sang Duta Besar juga memuji dinamika keagamaan di Indonesia yang cukup dinamis. Hal itu, kata dia, dibuktikan dengan banyaknya kegiatan dan peringatan hari-hari besar Islam yang diselenggarakan secara meriah.
Al-Khayyath juga mengaku salut juga dengan antusiasme Muslim Indonesia untuk belajar bahasa Arab. Menurut dia, keleluasaan menjalankan ibadah juga sangat terasa. Banyaknya masjid ataupun mushola, kata dia, membuat umat tak kesulitan untuk menunaikan shalat. "Ini sangat membanggakan," ungkapnya.
Ia juga memuji tingginya animo umat Muslim melaksanakan haji ataupun umrah. Tercatat, pada 2010 sebanyak 310 ribu visa umrah telah dikeluarkan. Tak kurang dari 211 ribu visa haji diterbitkan setiap tahunnya. Berikut petikan wawancara wartawan Republika, Damanhuri Zuhri dan Nashih Nashrullah, serta pewarta foto Agung Supriyanto dengan mantan duta besar Arab Saudi itu, beberapa waktu lalu.
Bagaimana perkembangan hubungan serta kerjasama antara Arab Saudi dan Indonesia?
Hubungan Indonesia dengan Arab Saudi memiliki akar sejarah dan bertahan dengan sangat baik. Salah satu bukti kuat, jamaah haji terbesar yang berkunjung ke Tanah Suci berasal dari Indonesia. Selama lima tahun bertugas sebagai duta besar, saya berupaya menjaga dan menguatkan hubungan dan kerjasama di antara kedua negara di berbagai bidang, mulai dari ekonomi, pendidikan, hingga keagamaan.
Kemajuan apa yang dicapai dalam bidang pendidikan?
Kualitas kerjasama kedua negara sahabat dalam bidang pendidikan sangat positif. Hal ini ditandai dengan keberadaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Universitas Imam Muhammad Ibnu Saud, yang telah eksis lebih dari 30 tahun dan mencetak lulusan tak kurang dari 6.000 orang. Rencananya, jika mendapat persetujuan, dalam waktu dekat akan dibuka cabang LIPIA di sejumlah daerah, seperti Makassar, Surabaya, dan Padang, Sumatera Barat.
Kerjasama dengan instansi swasta juga sering terlaksana, misalnya, di bidang pelatihan dan seminar-seminar. Contohnya, seperti pelatihan guru bahasa Arab, training untuk para hakim syariat yang tengah berjalan dua tahun ini dengan total peserta sebanyak 40 orang. Kedua belah pihak juga sedang fokus menggenjot pengembangan kerjasama di bidang ekonomi.
Bagaimana potret Islam di Indonesia di mata Anda?
Saya takjub dengan Islam dan Muslim Indonesia. Tidak hanya predikat negara dengan populasi Muslim terbesar, tetapi juga lantaran sikap toleransi dan hormat-menghormati yang ditunjukkan oleh umat Islam terhadap pemeluk agama lain. Dinamika keagamaan di sini cukup dinamis, banyak kegiatan dan peringatan hari-hari besar Islam yang diselenggarakan secara meriah.
Saya salut juga dengan antusiasme Muslim untuk belajar bahasa Arab. Kesadaran mereka tinggi untuk melestarikan bahasa Alquran tersebut. Keleluasaan menjalankan ibadah juga sangat terasa. Banyak terdapat masjid ataupun mushola sehingga tak perlu repot dan kesulitan untuk menunaikan shalat. Ini sangat membanggakan.
Belum lagi animo melaksanakan haji ataupun umrah. Tercatat, pada 2010 sebanyak 310 ribu visa umrah telah dikeluarkan. Tak kurang dari 211 ribu visa haji diterbitkan setiap tahunnya. Ini menandakan tingginya ghirah keislaman dan membaiknya perekonomian masyarakat. Pemandangan yang membanggakan juga terlihat tatkala Muslim di Indonesia dengan penuh keikhlasan mewakafkan tanah mereka untuk pendidikan, ibadah, atau tujuan dakwah sosial lainnya. Fenomena itu jarang saya temukan di negara Islam lain. Demikian halnya dengan keberadaan pesantren. Sungguh membanggakan, di negara manapun jumlahnya tidak mampu menandingi keseluruhan pesantren di Indonesia. Masya Allah. Saya terharu.
Bagaimana Anda memandang peran ormas-ormas Islam di Indonesia?
Selama organisasi itu bersinergi dengan pemerintah maka sangat positif. Ormas-ormas itu memiliki tujuan mulia membantu peran negara untuk menyejahterakan dan mencerdaskan rakyat. Kontribusi mereka tak lagi diragukan, seperti Muhammadiyah dan NU. Mereka mengaktifkan layanan rumah sakit, sekolah, pesantren, dan pembinaan anak yatim, ini sangat membantu pemerintah. Saya memiliki harapan besar eksistensi ormas itu bisa mendorong pengembangan umat dan bangsa Indonesia.
Ada pihak yang menuding Arab Saudi sebagai kiblat radikalis, ekstremis, dan fundamentalis, bagaimana pendapat Anda?
Tudingan seperti itu mengada-ada dan fitnah. Itu tidak benar sama sekali. Jika Anda berkunjung ke Arab Saudi, Anda akan mendapati dan bertemu masyarakat yang ramah jauh dari citra negatif. Saya menyadari betul memang ada musuh Islam yang sengaja mengembuskan fitnah itu.
Kerajaan Arab Saudi sejak awal berdiri—Alhamdulillah atas berkat Allah—sampai sekarang bersandar ke Kitab Allah dan Sunah Rasulullah. Membaktikan diri bagi agama dan umat Islam di berbagai belahan dunia menjadi prioritas negara kami. Kita berusaha mengemukakan ilmu bermanfaat untuk umat dan agama Islam.
Negara kami selalu mengajak moderat sebagaimana seruan ayat, "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik." (QS An Nahl: 125). Raja Kerajaan Arab Saudi, Abdullah bin Abdul Aziz Al-Saud, meminta agar selalu menggelar dialog peradaban dengan entitas lain. Ajakan ini menjadi komitmen Raja.
Gejolak Revolusi Arab membayangi Arab Saudi, ini berarti ancaman bagi kesucian Tanah Haram?
Insya Allah tidak. Kita akan menjaga kekhawatiran itu agar tidak terjadi. Berkat keseriusan pemerintah kami dan komunikasi apik dengan rakyat, Insya Allah bisa terkendali. Hingga saat ini Pemerintah Arab Saudi memenuhi kebutuhan pokok dan memberikan peluang kerja bagi warganya, peningkatan asuransi kesehatan, pendidikan gratis, memperhatikan perumahan dan infrastruktur umum. Banyak perubahan yang terus dilakukan oleh pemerintah, termasuk perluasan di sekitar Masjidil Haram, Mina, dan Mas'a.
Apa kesan paling mendalam selama Anda bertugas?
Kesan khusus saya selama lima tahun menjalankan tugas kenegaraan di Indonesia ialah banyak teman. Saya bersifat terbuka dengan siapa pun. Tanpa memandang latar belakang. Tentu saya sedih akan kehilangan mereka. Tak kalah penting juga, saya menyampaikan ucapan terima kasih ke Harian Republika sebagai salah satu media pelopor.
Saya berharap Republika menjadi media yang makin berkualitas dan distribusinya menjangkau seluruh wilayah Tanah Air dengan akurasi, transparansi, dan proporsional. Banyak bentuk kerjasama yang telah dijalin bersama. Besar harapan, jalinan itu akan berlanjut dengan dubes baru pengganti saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar