Jurnalis Independen: Tuhan tidak tidur dan Tuhan mengawal kebajikan untuk kemaslahatan bumi serta isinya. Disaat Front Pembela Islam (FPI) menjadi lambang kebencian di negeri ini, Tuhan memunculkan kasus pembunuhan ormas anarki John kei (JK). Sepanjang sejarah berdirinya FPI, belum pernah anggotanya membunuh kelompok atau masyarakat manapun di negeri ini. Namun reaksi masyarakat berbanding terbalik dengan reaksi yang ditunjukkan kepada "Ormas Anarki John Kei".Reaksi logika terbalik ini muncul dari seluruh kalangan masyarakat, baik aparat, praktisi hukum, politisi, publik figur, ormas, lembaga dakwah, kelompok homo, lesbi maupun masyarakat awam lainnya. Hanya ada beberapa gelintir manusia terkait "ormas anarkis" berani mengatakan dengan pikiran sehat, jujur tanpa tunduk kepada tekanan asing, yaitu Hasyim Muzadi.
Mantan Ketua Umum Pengurus Besar
Nadlatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi menilai ormas kerap bertindak
anarkistis karena pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang
Ormas tidak tegas.
"Dua-duanya deh, kadang-kadang faktor UU, kadang-kadang malas juga yang melaksanakan," ujar Hasyim kepada wartawan di Jakarta, Senin (20/2/2012) malam.
Dia mengatakan, UU Ormas memang patut direvisi untuk mengatur keberadaan dan kegiatan Ormas agar tidak bertentangan dengan hukum. Bila aturan ini tidak dilaksanakan, maka kekerasan yang dilakukan ormas akan terus terjadi. "Kalau mau menindak ormasnya UU ini harus diperbaiki dahulu, sehingga memungkinkan," paparnya.
Menurutnya, sejak dibuat, UU Ormas belum tegas mengatur kewenangan pemerintah menindak ormas yang menjalankan kegiatan dengan cara melanggar aturan. "Ya sejak sudah tidak tegas itu," umgkapnya sambil tertawa.
Sebelumnya diberitakan, tindak kekerasan yang dilakukan ormas seperti bentrok anatara Front Betawi Rempung (FBR) dan Pemuda Pancasila (PP) di berbagai wilayah Jakarta beberapa waktu lalu, merupakan salah satu contoh yang patut diperhitungkan.
Selain itu, penolakan sejumlah pihak yang mengatasnamakan warga yang menolak kedatangan beberapa anggota FPI pusat ke Palangkaraya, di Bandara Tjilik Riwut, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, pada Selasa, 11 Februari lalu, akibat masyarakat yang berselisih pendapat dengan ormas dan juga perbedaan kepentingan.
Bahkan di Jakarta, aksi penolakan masyarakat terhadap ormas yang sering melakukan tindak kekerasan dilakukan melalui aksi unjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia pekan lalu. Namun, aksi ini sempat ricuh karena simpatisan FPI melakukan provokasi dengan memukul demonstran.
Lain perkara FPI lain pula penanganan, tanggapan masyarakat terkait "ormas anarki" John Kei (JK). Pada masalah (JK), para penegak hukum dan masyarakat bersikap lunak. Jangankan ada mendemo, membubarkan kelompok ini yang telah banyak menghilangkan nyawa manusia dibandingkan FPI yang tidak pernah membunuh.
Masyarakat, kelompok ormas seperti NU juga diam seribu basa, jangankan untuk mengutuk bahkan membubarkan ormas anarki JK. Jika ditimbang kebencian aparat, masyarakat dan negara lebih benci kepada FPI dari pada gerombolan JK. Ada apa dengan masyarakat dan negeri ini?
Sikap pembelaan kepada gerombolan anarki JK juga menghinggapi Anggota Komisi Hukum DPR Ahmad
Basarah yang meminta Polri segera menindaklanjuti laporan keluarga JK
ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri.
Keluarga John Kei melapor dugaan kesalahan prosedur yang dilakukan personel polisi saat menangkap John di Hotel C'One, Pulomas, Jakarta Timur. Saat melakukan penangkapan, seorang polisi diduga menembak kaki John meski saat itu John tidak melakukan perlawanan.
"Jika ada oknum anggota Polri yang dalam melaksanakan tugas tersebut terbukti telah melakukan pelanggaran prosedur juga harus diproses sesuai aturan yang berlaku," kata Ahmad Basarah si pembela gerombolan anarki JK, Senin (20/2/2012) malam.
Menurut pria yang akrab dipanggil Baskara ini, Polri tidak perlu ragu melakukan tindakan terhadap personel yang terbukti melakukan pelanggaran prosedural saat bertugas.
"Jika benar John Kei ditembak dalam keadaan tidak bersenjata dan tidak melawan ketika digerebek di hotel tempat kejadian perkara tersebut, maka oknum anggota Polri itu jelas telah melanggar Protap," katanya.
Politikus PDI Perjuangan ini mendukung gebrakan Polri yang berani menindak tegas pelaku tindak pidana kejahatan. Namun Baskara mengingatkan agar tugas yang diemban Polri tidak bertabrakan dengan hak asasi manusia.
"Agar itikad baik Polri memberantas premanisme dan penegakan hukum tidak ternodai, maka Propam Polri harus segera memproses dugaan pelanggaran protap yang dilakukan oleh oknum anggota Polri tersebut," pungkasnya.
Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menetapkan John Kei sebagai tersangka pembunuhan mantan bos PT Sanex Steel Indonesia (SSI) Tan Hari Tantono alias Ayung.
Sementara itu, Mabes Polri membantah bila pihaknya melakukan kesalahan prosedural dalam penangkapan, Jumat, 17 Februari 2012. "Sudah sesuai dengan prosedur. Kalau ada laporan ke Propam, akan mengecek di lapangan apakah benar seperti itu. Karena semua laporan akan kita hargai," ujar Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Saud Usman Nasution kemarin.
Kendati begitu, Polri akan menindaklanjuti laporan keluarga John. "Nanti kita akan cek yang ada di lapangan. Bagaimana langkah-langkahnya, administratif penyidikannya, akan dilihat keterkaitannya," ujarnya.
Walhasil, lebih banyak manakah manusia di negeri ini yang dapat membedakan kejahatan dan kebaikan? Mudah-mudahan masih ada ditubuh Polri atau instansi pemerintah yang memiliki, berani menyatakan dan menindak premanisme sebagai bentuk kejahatan sedangkan amal makruf nahi munkar adalah kebajikan yang perlu dilindungi dan dilestarikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar