Rabu, 15 Februari 2012

SBY Presiden Plinplan dan Antek Asing? Di Depan Ratusan Dubes Asing Bela Ahmadiyah

Jurnalis Independen: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bermulut "plinplan" dan terkesan munafik, selalu "menyanjung dan menyenangkan" tamu asingnya, sementara di satu sisi melecehkan bangsa dan negaranya sendiri. Terbukti dirinya kembali melontarkan pernyataan yang menyinggung umat Islam. Di hadapan 128 Dubes asing yang berkumpul di Kantor Kementerian Luar Negeri hari ini, SBY yang berkali-kali di demo oleh Forum Umat Islam (FUI) agar mengeluarkan Keppres pembubaran Ahmadiyah, justru terkesan membela aliran sesat penoda akidah Islam. Dengan lantang, Presiden RI yang merangkap sebagai Dewan Pembina Partai Demokrat ini mengatakan,"Soal Ahmadiyah dan GKI Yasmin, saya perlu jelaskan, negara tidak melarang siapa pun yang memiliki keyakinan," tegasnya (15/2).

Pernyataan SBY di hadapan para Dubes asing ini tentu makin menguatkan dugaan adanya intervensi dari pihak asing terkait keberadaan Ahmadiyah di Indonesia. Setahun lalu, sebanyak 27 anggota Kongres AS menandatangani surat yang dikirimkan kepada SBY, yang berisi tekanan terhadap pemerintahannya agar menjaga dan melindungi Ahmadiyah.

Para anggota Kongres AS tersebut mempersoalkan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, dan Jaksa Agung, yang dianggap mengancam eksistensi warga Ahmadiyah di Indonesia. "Sejak adanya Keputusan 2008 (SKB) tentang pelarangan aktivitas Ahmadiyah, kerusuhan menentang agama minoritas terus meningkat.

Bukan hanya keputusan yang dikeluarkan di Jawa Timur dan Jawa Barat itu bertentangan dengan prinsip hak asasi internasional, tetapi, jami juga takut bahwa mereka akan memberikan keberanian kepada ekstrimis dan memperburuk kekerasan terhadap Ahmadiyah," demikian diantara isi surat tersebut.

Selain berkirim surat, pada 23 Februari 2008, rombongan Kongres AS yang dipimpin oleh David Draier, datang menemui Presiden SBY di Istana Negara. Dalam pertemuan itu, tanpa tedeng aling-aling rombongan Kongres AS meminta agar pemerintah melindung warga Ahmadiyah.

Kepada media massa, David Draier mengatakan, "Dengan masih adanya ekstremisme, ini tentu menjadi tantangan yang terus menerus ada," ujarnya sambil menyebut kelompok penentang Ahmadiyah sebagai ekstremis.

Kini, seperti menuruti kemauan asing, SBY yang pernah menyebut Amerika sebagai negara keduanya, menyatakan bahwa negara tidak melarang keyakinan Ahmadiyah. Pernyataan ini seolah menyebut bahwa keyakinan Ahmadiyah adalah sah-sah saja, harus dilindungi, dan tidak bertentangan dengan keyakinan umat Islam. Padahal, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa sesat pada tahun 1980 dan dikukuhkan kembali pada fatwa tahun 2005.

Selain itu, Rabithah Al-Alam Al-Islami (Liga Muslim Dunia) pada tahun 1974 sudah mengeluarkan fatwa kekafiran Ahmadiyah dan meminta seluruh dunia Islam organisasi sesat ini. Dalam fatwa yang dikeluarkannya, Rabithah Al-Alam Al-Islami menyatakan, "Qadhianiyah (Ahmadiyah) semula dibantu perkembangannya oleh imprealisme Inggris.

Karena itu Qadhiani telah tumbuh subur di bawah bendera Inggris. Gerakan ini telah berkhianat dan berbohong dalam berhubungan dengan umat Islam. Agaknya mereka setia kepada imprealisme dan Zionisme," demikian diantara isi fatwa yang dirumuskan di Makkah Al-Mukarramah, dan dihadiri oleh 140 delegasi negara-negara Muslim.

Ironisnya, SBY sebagai pemimpin negara dengan mayoritas berpenduduk Muslim justru membuat pernyataan bahwa negara yang dipimpinnya tidak melarang keyakinan siapapun, termasuk keyakinan sesat menyesatkan dan kufur seperti Ahmadiyah. Pernyataan SBY makin menguatkan dugaan selama ini, bahwa ia tak lebih dari kepanjangan tangan asing di negeri ini.(emi/mnt)

Tidak ada komentar: