Jurnalis Independen: Ternyata semuanya telah terperangkap dalam jebakan liberalisasi.
Dalam seluruh aspek kehidupan. Kehidupan bangsa ini sangat liberal
dibandingkan dengan negara induknya, seperti Amerika Serikat.
Kehidupan liberal telah menjadi gaya hidup rakyat. Tak ada aturan
yang sekarang dianut dan menjadi patokan. Lucunya, UUD'45 yang selama
ini dikeramatkan seperti "kitab suci" ternyata sudah menjadi konstitusi yang liberal. Dengan memberi keleluasaan kepada kepentingan asing. Padahal jaman Soekarno "Pendiri Negeri ini" hal itu sangat ditentangnya dengan mempertaruhkan bangsa, negara dan segenap nyawa termasuk nyawa Sang Proklamator sendiri.
Ekonomi menjadi sangat liberal. Ekonomi bertumpu pada sistem pasar,
di mana kaum pemilik modallah, yang menjadi penentu, tidak ada secuilpun
ekonomi yang menggunakan landasan dari konstitusi UUD '45.
Ekonomi
Indonesia hanyalah menjadi bagian dari sistem kapitalis global. Ekonomi
kerakyatan yang diamanahkan dalam UUD'45 sudah tidak ada lagi. Siapa
yang kuat, yang menang. Artinya para pemilik modal (kaum kapitalis)
sepenuhnya menguasai ekonomi negara.
Kehidupan sosial sangat liberal. Benar-benar bebas. Tidak ada lagi
aturan dan hukum yang ditaati. Budaya yang dianut seratus persen budaya
Barat. Bangsa Indonesia mengcopy paste budaya Barat. Free sek, budaya
pop, dan pergaulan bebas serta hidup permisip telah mendarah dagaing
dalam kehidupan.
Kehidupan politik bangsa benar-benar mengikuti cara-cara yang sangatr
absurd. Para pemilik modal (kaum kapitalis) menjadi penentu dalam
berpolitik. Karena itu, partai politik, hanyalah menjadi alat para
pemilik modal. Para pemimpin partai hanyalah menjadi "jongos" alias "kacung" para pemilik modal.
Partai politik yang sudah menjadi oligarki (sekelompok elit partai
yang sangat berkuasa), dan sangat mudah dikendalikan para pemilik modal.
Para elite partai itu hanya menjadi wayang, yang dimainkan oleh para
pemilikk modal. Semua elite partai ujung-ujungnya hanyalah menjadi
perpanjangan tangan para kapitalis.
Sekarang, terjadi "mutualisma-simbiosa" antara pemimpin partai, penguasa dan pemiliki modal. Tentu yang menjadi "King maker" adalah para pemilik modal. Inilah demokrasi di Indonesia, yang dikendalikan oleh kaum pemilik modal alias kaum kapitalis.
Tak heran kalau mantan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Kiki
Sjahnakri, mengatakan, bahwa Partai Demokrat Amerika telah mengeluarkan
biaya $ 45 juta dollar, guna membiayai amandemen UUD '45.
Sedangkan mantan Rektor UGM, mengatakan, bahwa 82,5 persen UUD '45 sudah menjadi liberal dari hasil amandemen.
Kemudian, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, mengatakan, bahwa
95 persen sumber daya alam Indonesia sudah dikuasai asing selama 195
tahun, dan itu dampak dari amandemen UUD '45.
Dampak dari penguasaan sumber daya alam oleh asing maka terjadi
pembusukan birokrasi dan korupsi yang semakin meluas di seluruh elemen
bangsa.
Anies Baswedan mengatakan, lewat liberalisasi parpol, seluruh bangsa
terjebak pada demokrasi untuk elite semata. Demokrasi tidak untuk
seluruh bangsa, tetapi menjadi ajang bagi elite mencari uang yang secara
langsung juga merugikan partai. ”Bila alokasi anggaran rakyat beririsan
dengan dana untuk partai, ini bahaya,” kata Anies.
Kiki Syahnakri menekankan, bagaimana liberalisme telah merasuk
berbagai elemen bangsa, termasuk dalam sistem kenegaraan. Padahal,
berdasarkan sejarah, walau mengambil ide-ide universal, para bapak
bangsa mengombinasikannya dengan kearifan lokal. Namun, reformasi telah
memasukkan sistem liberal, sehingga seakan semuanya diserahkan kepada
pasar.
Bagaimana Pancasilan dan UUD'45 yang menjadi dasar negara, dan sumber hukum di Indonesia telah kemasukan "roh" jahat bernama liberal.
Tetapi, anehnya sistem yang sudah kerasukan "roh" jahat
masih diagungkan, dan meminta kepada rakyat untuk tetap percaya, yakin,
dan menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara. Padahal, UUD'45
sudah kesusupan "roh" liberal yang disusupkan oleh asing. Wallahu'alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar