Jurnalis Independen: Betulkah Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M Yusuf menyatakan ada 2.000 transaksi mencurigakan milik anggota DPR, yang masih bersifat temuan ini sebagai Bargaining Pemerintah agar DPR tidak membuka kasus "Skandal Bank Century"?.
Sejumlah anggota DPR pun bereaksi. Anggota Komisi III DPR Ahmad Yani meminta PPATK membuktikan temuan 2.000 ribu transaksi mencurigakan sebelum mengumumkannya ke publik. Hal ini dinilainya dapat mendeskreditkan DPR.
Yani mengibaratkan temuan PPATK itu seperti buah yang belum matang dan sudah di-publish. “Seharusnya memang matang dulu, akibat apa prosesnya itu, apakah memang betul-betul dicurigai atau yang ditengarai berasal dari tindakan korupsi," kata Yani.
Menurut Direktur Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Harri Purwanto, reaksi anggota DPR atas temuan tersebut membuktikan bahwa memang ada politik saling sandera antara DPR dengan Pemerintah, yang dalam hal ini adalah PPATK. “Setiap Institusi baik DPR maupun KPK semuanya ingin menyajikan, bahwa institusinya adalah paling bersih, padahal baik DPR ataupun PPATK sama-sama tidak bersih,” kata Harri, Selasa (21/2/2012).
Harri menyatakan pesimis terhadap upaya pengusutan 2.000 transaksi mencurigakan tersebut. “Baik PPATK maupun DPR mencoba mengamankan kasus di masing-masing institusi. Saya melihat alasan PPATK melempar isu 2.000 transaksi mencurigakan adalah sebagai upaya bargaining PPATK. Tujuannya, agar DPR tidak kencang untuk membongkar kasus Century,” kata Harri.
Sebab, kata Harri, PPATK berada di tangan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sejumlah orang yang berada di lingkaran SBY disebut-sebut terkait dalam kasus Century. “Kasus Century itu tidak akan selesai karena antara Legislatif dan eksekutif saling sandera, ujung-ujungnya negara ini sama saja tanpa kepemimpinan, dan akan menuju negara gagal,” katanya.
Sementara itu, DPR juga tersandera dengan sejumlah kasus seperti Wisma Atlet, atau kasus e-KTP. “Semuanya ini nantinya takkan pernah selesai dan berujung pada sebuah transaksi politik,” katanya.
Terkait 2000 rekening mencurigakan anggota dewan, Wakil Ketua DPR Pramono Anung merasa kredibitas DPR terancam lantaran banyaknya kasus yang selalu mendera anggota DPR. Pascakritikan tajam dari masyarakat terkait kebijakan renovasi banggar yang menelan biaya Rp20,3 miliar, kini Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan 2 ribu transaksi mencurigakan milik anggota DPR.
Meski demikian, Pramono tak sepakat jika lembaganya yang disalahkan sehingga publik apriori terhadap lembaga DPR. Menurut dia, kesalahan bukanlah terletak pada lembaganya melainkan pada oknumnya.
"Orang-perorang boleh salah tapi lembaganya tidak salah. Jadi ketidakpercayaan publik kepada lembaga menghawatirkan. Orang per orang ya," kata dia, Sealsa (21/2/2012).
Menurut dia, jika lembaga DPR selalu diserang dan akhirnya kehilangan kepercayaan dari publik maka bisa jadi legitimasinya akan hilang dan kredibilitasnya hilang.
"Saya melihat saat ini kalau melihat sosial media DPR, DPR sebagai lembaga yang punya kedudukan terhormat. Kalau terus menerus seperti ini bisa kehilangan legitimasinya. Apapaun dalam negara demokrasi diperlukan DPR kredibel mengontrol pemerintah," kata dia.
Politikus PDI Perjuangan itu juga menyarankan selayaknya para anggota dewan melakukan pembenahan untuk memperbaiki citra DPR.
"Secara kelembagaan iya. Apapaun sekarang ini yang menyangkut DPR orang pelan-pelan kalau tidak melakukan pembenahan di internal DPR ini membahayakan," jelasnya.
Sebelumnya, Kepala PPATK M Yusuf menjelaskan, 2 ribu transaksi mencurigakan milik anggota DPR sifatnya masih temuan. Menurutnya dari 2 ribu temuan rekening mencurigakan, sebagian besar berkaitan dengan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR.
"Ini belum masuk analisis, baru masuk transaksi mencurigakan, kalau analisis sudah merujuk pada satu orang," ujar Yusuf di Gedung DPR kemarin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar