Kamis, 16 Februari 2012

Restorasi Ekosistem Indonesia Perlu Dukungan Kebijakan dan Finansial

Jurnalis Independen: Hutan yang terdegradasi akibat eksploitasi berlebihan sehingga tidak produktif harus segera dipulihkan. Salah satu bentuk pemulihan ekosistem hutan hingga berfungsi sebagaimana mestinya di hutan alam produksi adalah melalui Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE).
“IUPHHK-RE merupakan izin usaha yang diberikan untuk membangun kawasan dalam hutan alam pada hutan produksi yang memiliki ekosistem penting sehingga dapat dipertahankan fungsi dan keterwakilannya” ungkap Iman Santoso, Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan, pada workshop “Dukungan Kebijakan Finansial Pengembangan Usaha Restorasi Ekosistem pada Hutan Alam Produksi di Indonesia”, di Jakarta.

Lebih lanjut Iman menambahkan, izin usaha restorasi ini dilatari guna mempertahankan fungsi hutan sehingga terpelihara keberadaannya disamping mengoptimalkan jasa lingkungan dan jasa kawasan pada areal restorasi. “Sedangkan kawasan hutan yang dapat dimohon untuk areal restorasi ekosistem diutamakan pada hutan produksi yang tidak produktif dan dicadangkan atau ditunjuk oleh menteri kehutanan sebagai areal restorasi ekosistem” jelas Iman.

Dian Agista, Task Manager for Ecosystem restoration Development Burung Indonesia, menegaskan bahwa dukungan pemerintah bagi usaha restorasi ekosistem perlu direalisasikan. Wujudnya, berupa kebijakan dalam proses perijinan serta dukungan finansial melalui penetapan tarif yang lebih rasional.

Dian menjelaskan bahwa penetapan tarif belum memberikan kemudahan bagi upaya pemulihan hutan di kawasan restorasi ekosistem. Tarif iuran IUPHHK-RE perlu disesuaikan menurut tipologi tutupan kawasan. Kawasan yang terdegradasi berat seharusnya membayar iuran di bawah tarif untuk hutan alam produksi yang dieksploitasi.

Perlu diberikan pula kemudahan usaha pemanfaatan kawasan, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan, yang seyogianya dapat dilakukan tanpa harus memohon izin baru. Unit pengelola cukup memasukkan usaha-usaha yang tidak berbasis penebangan kayu ke dalam rencana kerja.

Kendala yang dihadapi selama ini adalah lambatnya proses pencadangan. Penetapan areal pencadangan untuk restorasi ekosistem perlu ditunjukan kepada publik secara transparan, dan dimutakhirkan secara berkala. ”Selain itu, pemerintah daerah perlu dilibatkan pula pada proses pencadangan” lanjut Dian.

Hingga September 2011, jumlah pemohon ijin restorasi ekosistem mencapai 38 pemohon. Namun, baru empat izin usaha restorasi ekosistem saja yang diterbitkan, yang luasnya sekitar 200.000 hektar. 

Kementerian kehutanan sendiri pada tahun 2010 telah menargetkan terbitnya izin restorasi ekosistem untuk kawasan seluas 2,5 juta hektar.

Diperkirakan, terdapat sekitar 30 juta hektar kawasan hutan produksi yang tidak dibebani izin. Pengalaman menunjukkan, kawasan tanpa unit pengelola yang efektif akan berpotensi membuka akses dan pemanfaatan secara ilegal. Selain itu, penyumbang deforestasi terbesar di kawasan hutan adalah pada kawasan hutan produksi sebesar 49 persen.

Sebagai bentuk investasi dan usaha baru di bidang kehutanan, IUPHHK-RE sewajarnya mendapatkan dukungan dan insentif. Mengingat, usaha ini akan berkontribusi penting dalam memulihkan ekosistem hutan. Namun, investasi yang diperlukan untuk menjalankan IUPHHK RE tidaklah kecil, karena areal yang diusahakan adalah bekas pengusahaan hutan (HPH) dan umumnya telah mengalami “open access”. (kjpl)

Tidak ada komentar: