Selasa, 14 Februari 2012

Khawatir Bongkar Borok Pejabat FPI di Babat dan Jadi Momen Tepat Alihkan Isu Pemerintah juga Loyonya KPK


Jurnalis Independen: Mencari moment tepat untuk pengalihan isu! Penolakan sebagian masyarakat antek dan begundal gerakan "sipilis" ini jelas "membungkus" berbagai kasus yang kini sedang yang sedang melanda rezim korup pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan "loyo"nya KPK.
Sekitar 60 orang melakukan aksi 'Indonesia Tanpa FPI' di Bundaran HI. Dibanding jumlah peserta aksi, jumlah polisi yang berjaga lebih banyak, mencapai ratusan. Padahal sehari sebelumnya, aksi ini sudah dipromosikan beberapa aktivis liberal baik melalui BBM, twitter maupun facebook. Nama-nama seperti Ulil Abshar Abdalla dan Guntur Romli pun turut menyuarakan aksi ini.

Dalam kampanyenya, koordinator aksi mengklaim pembubaran FPI sebagai jalan untuk kedamaian Indonesia. Padahal, ada banyak agenda yang sedang dibawa oleh gerombolan anti FPI diantaranya, kasus korupsi Wisma Atlet, Century, bobroknya politisi, kasus cek pelawat serta loyonya KPK dalam menangani kasus per kasus.

"Harapan kami Indonesia damai tanpa kekerasan," kata koordinator aksi, Vivi Widyawati, kepada wartawan di Bundaran Hotel Indonesia, Jl MH Thamrin, Selasa (14/2/2012) pukul 16.00 WIB. Artinya negeri ini biar "digondol" dan di jual oleh kelom[pok sipilis kepada asing, kita sebagai bangsa harus diam saja.

Menurut Vivi, massa 'Gerakan Indonesia Tanpa FPI' tidak takut jika nantinya FPI tidak terima. "Bila mereka melakukan kekerasan, maka akan kita lawan dengan cara damai," ungkapnya.

Dia menambahkan, aksi ini merupakan sikap marah dari segala bentuk kekerasan yang terjadi sekarang ini. "Jika nantinya massa FPI datang kami siap berdialog dengan mereka," kata Vivi.

Hingga pukul 16.15 WIB, situasi lalu lintas di sekitar Bundaran HI padat lancar. Terlihat kaum homoseksual, gay, dan lesbi turut menyuarakan pembubaran FPI.

Ini semua merupakan bukti bahwa gerakan anti FPI adalah sebuah gerakan sampah, sebab diikuti dan digerakan oleh para sampah masyarakat, penjual negara, penjilat bangsa asing dan kelompok manusia sakit jiwa seperti kaum homo, lesbi, gay serta antek bangsa barbar.


Khawatir Bongkar Borok Pejabat, FPI di Babat


Sementara itu, Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI), Habib Muhammad Rizieq Syihab, menilai, insiden penghadangan anggotanya di Bandara Tjilik Riwut, Palangkaraya pada Sabtu (11/02/2012), sarat dengan muatan politis. Habib menganggap, massa penghadang yang mengatasnamakan Suku Dayak tersebut merupakan binaan dari Gubernur Kalimantan Selatan Teras Narang.

Ada skenario yang harus diperhatikan di balik penolakan massa terhadap utusan FPI. Skenario itu kata Habib berupa penyesatan opini publik bahwa seakan-akan keberadaan FPI di Kalimantan Tengah dapat mengganggu kestabilan masyarakat terutama Suku Dayak. Padahal, Menurut Habib Rizieq, FPI selama ini memiliki hubungan sangat baik dengan berbagai suku Dayak se-Kalimantan.

DPP FPI sendiri kini tengah melakukan advokasi dan ligitasi membantu masyarakat Dayak Seruyan dalam konflik agraria di Kabupaten Seruyan. FPI siap membela seluruh masyarakat Dayak yang terzalimi di seluruh Kalimantan. Kedatangan FPI ke Palangkaraya merupakan momok yang sangat mengusik kenyamanan sejumlah penguasa dan pengusaha di Kalimantan Tengah.

Tidak semua warga Dayak menolak kehadiran Front Pembela Islam (FPI) di Kalimantan Tengah. Berbeda dengan massa yang mengatasnamakan Dewan Adat Dayat (DAD) dan Majelis Adat Dayak Nusantara (MADN) yang menolak kedatangan rombongan Front Pembela Islam (FPI) di Kalimantan Tengah, Sabtu, (11/2), tokoh Dayak Seruyan mengakui jika mereka mendukung FPI.

"Saya dari masyarakat Dayak Seruyan. Betul kata Habib (Rizieq) tidak semua masyarakat menolak FPI, kami akan tetap mendirikan FPI di Seruyan, Kobar, Kotim, Sampit, dan Kuala Kapuas, secepat-cepatnya. Masyarakat mendukung dan kami bahkan meminta," kata Budiardi, Senin (13/2).

Budiardi yang asli warga Dayak dari Kecamatan Hanau, Seruyan, Kalimantan Tengah mengatakan bahwa yang menolak FPI bukanlah masyarakat Dayak di pedalaman, melainkan sekelompok orang di Palangkaraya. “Masyarakat Dayak menginginkan FPI ada di sana”, kata Budi yang juga pengurus Dewan Adat Dayak itu.

Budiardi dan 12 orang lain warga Desa Bahaur, Kecamatan Hanau, Seruyan, hingga kini ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan perusakan perkebunan kelapa sawit pada 7 Desember lalu. Kasus Budiardi kini dilimpahkan ke Polda Kalteng.

Sebenarnya, penetapan Budiardi sebagai tersangka merupakan bentuk tidak berpihaknya negara pada kepemilikan tanah adat masyarakat. Pemerintah seharusnya segera meluruskan masalah pemberian izin yang melanggar hak-hak masyarakat ini.

Masyarakat Dayak Seruyan telah berkali-kali melakukan demonstrasi ke kantor pemerintahan setempat. Namun, tidak pernah ada penyelesaian apa pun sampai sekarang. Bahkan, Budiardi, seorang anggota DPRD Kalimantan Tengah yang mendukung aksi masyarakat, malah dijadikan tersangka oleh polisi dengan tuduhan sebagai provokator.

Habib Rizieq mengatakan, Budiardi adalah anggota dewan yang sedang melakukan pembelaan terhadap masyarakat Dayak Seruyan yang tanahnya dirampas oleh pengusaha lokal. "Setelah beliau berjuang selama bertahun-tahun, justru beliau yang dikejar-kejar, mau dikerjai oleh Gubernur Kalteng dan mau dikerjai oleh Kapolda Kalteng. Maka dari itu mereka meminta perlindungan pada FPI dan kini FPI tengah melakukan advokasi dan litigasi," jelasnya.

Pada bulan Januari lalu, puluhan warga Kabupaten Seruyan, Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), berdemo mendatangi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengadukan soal lahan tanah ulayat mereka yang dirampas oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit. Mereka juga meminta perlindungan hukum terhadap 12 orang masyarakat Seruyan yang ditahan pihak Kepolisian Polres Seruyan.

Banyak perusahaan perkebunan berlokasi di Kabupaten Seruyan yang sudah membuka lahan melebihi izin resmi yang mereka terima. Hal ini menyebabkan timbulnya konflik antara masyarakat dan perusahaan. Seperti yang terjadi di kawasan PT Sawit Subur Lestari dan PT Best Agro Internasional.

Oleh karena itu, FPI sejak awal tengah membantu masyarakat Dayak pedalaman di Kabupaten Seruyan untuk mendapatkan hak-hak mereka kembali atas tanah yang diserobot oleh sejumlah perusahaan. Kasus agraria di masyarakat Dayak Seruyan ini mirip Kasus Mesuji Lampung. Teras Narang sebagai Gubernur Kalteng mencium aktivitas advokasi FPI ini. Karena itulah ia tidak menginginkan adanya FPI di Kalteng.

Habib Rizieq yakin, penolakan kedatangan rombongan FPI bernuansa politis dan buntut dari sengketa agraria itu. Habib Rizieq menilai, Teras Narang sengaja menggerakkan massa untuk menolak FPI karena takut kebobrokannya terbongkar, terutama soal perampasan tanah masyarakat Dayak oleh para pengusaha. "Mereka takut dibongkar keboborokannya. (Justru) FPI sedang membela Dayak Seruyan yang dizalimi pengusaha dan preman," katanya.

Menurut Habib Rizieq, mustahil masyarakat Dayak menolak, karena mereka juga menginginkan perlindungan FPI. “Jadi ini kasusnya bukan sentimentil agama. Ini bukan persoalan sara. Ini permasalahan pejabat korup, penjahat besar sengketa agraria yang ingin mengadu domba anak bangsa untuk melindungi kepentingan politiknya,” lanjut Habib.


FPI Datangi Mabes Polri, Teras Narang Mengaku Hanya Jalankan Tugas



Sisi lain, Kasus penolakan kehadiran FPI di Kalimantan Tengah ternyata berbuntut panjang. Senin kemarin (13/2) Tim FPI bersama Forum Umat Islam menyambangi kantor Mabes Polri untuk melaporkan Gubernur Kalteng Agustinus Teras Narang. Aktivis PDIP tersebut dinilai telah membiarkan terjadinya kekerasan dalam deklarasi pengurus FPI Kalimantan Tengah.
Foto/Tribun"FPI bersama FUI (Forum Umat Islam) serta tokoh Dayak Kalimantan Tengah datang ke Mabes Polri untuk melaporkan Gubernur Kalteng Teras Narang beserta Kapolda Kalteng Damianus Zacky," tandas Ketua Divisi Nahi Munkar FPI, Munarman.

Selain melaporkan Gubernur dan Kapolda Kalteng, FPI juga akan melaporkan orang-orang yang diduga menjadi penggerak kericuhan. Mereka diantaranya Yansen Binti Lukas Tingkes juga Sabran Syukron.
Dalam pertemuan tadi, pihak Mabes Polri mengapresiasi sikap menahan diri FPI untuk tidak melakukan balasan terkait insiden Sabtu kemarin.

Laporan FPI rencananya akan diteruskan kepada Kapolri. "Laporan dari Habib akan kami tindaklanjuti dan akan kami teruskan ke Bapak Kapolri," terang salah satu staff Mabes

Sebelumnya, terkait penolakan FPI di Kalteng, Agustin Teras Narang SH mengaku hanya menjalankan tugas . "Saya hanya melaksanakan tugas dan tanggung jawab untuk memelihara keamanan bersama dengan MUI dan organisasi keagamaan dan FKUB (Forum Komunikasi Umat Beragam, Red) serta aparatur keamanan," tulis Teras pada pesan singkat yang dikirimkan ke Kalteng Pos, Minggu (12/2) kemarin.


FUI Kutuk Percobaan Pembunuhan Pengurus FPI


Sementara itu terkait tragedi penghadangan, pengepungan, perusakan dan pembakaran serta percobaan pembunuhan terhadap rombongan delegasi Front Pembela Islam (FPI) Pusat, diantaranya Ketua Bidang Dakwah, Habib Muhsin b Ahmad Alattas, Sekjen KH. Ahmad Sobri Lubis, Wasekjen KH. Awit Masyhuri dan Panglima LPI Ust. Maman Suryadi, yang hendak berkunjung ke Palangka Raya dan Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah untuk urusan dakwah pada hari Sabtu (11/2/2012), sebagaimana kronologi kejadian yang dilaporkan beberapa media, maka Forum Umat Islam (FUI) membuat pernyataan sikap. 

FORUM UMAT ISLAM
Mengutuk Percobaan Pembunuhan Pengurus FPI Pusat di Kalimantan Tengah
Sebagaimana dilansir media massa bahwa ada ribuan orang mengepung bandara Tjilik Riwut Palangka Raya dan ratusan di antara mereka dengan membawa senjata tajam memasuki bandara dan mengepung pesawat Sriwijaya yang di dalamnya ada empat pimpinan DPP FPI dari Jakarta yang akan berbicara di Tabligh Akbar di Kuala Kapuas.

Karena mereka bersenjata dan bernafsu mau membunuh pimpinan FPI yang ada di pesawat, pilot pesawat menerbangkan keempat pimpinan FPI ke Banjarmasin. Lalu dari Banjarmasin dengan jalan darat keempat pimpinan FPI dibawa ke Kuala Kapuas dan diterima Bupati. Namun ribuan gerombolan orang yang mengatasnamakan suku Dayak itu mengejar sampai Kuala Kapuas, mengepung rumah Bupati, dan memaksa agar FPI menggagalkan acaranya. Mereka menolak FPI dengan alasan FPI identik dengan anarkis dan kekerasan.

Terhadap peristiwa tersebut Forum Umat Islam (FUI) menyatakan:
1. Mengutuk tindakan gerombolan yang mengatasnamakan suku Dayak yang telah mengepung pesawat dan mengacung-acungkan senjata untuk membunuh empat pimpinan FPI yang ada di dalam pesawat, bahkan mengejar ke Kuala Kapuas untuk mengusir dan hendak membunuh mereka serta membakar rumah/panggung Tabligh Akbar.

2. FPI sebagai anggota FUI adalah ormas Islam yang sah yang dilindungi UU dan berhak beroperasi di seluruh wilayah NKRI, sehingga melarangnya berarti melanggar UU. Alasan bahwa FPI identik dengan anarkis oleh gerombolan anarkis tersebut adalah tidak sah dan batal dengan kelakuan mereka sendiri.

3. Mengutuk para pejabat Pemprov Kalimantan yang berada di balik aksi anarkis gerombolan tersebut yang memiliki agenda politik tertentu berkaitan dengan kezaliman terhadap rakyat dalam sengketa tanah, khususnya di Kabupaten Seruyan.

4. Mengutuk Kapolda Kalimantan Tengah yang gagal menjaga keamanan dan melakukan pembiaran sehingga gerombolan preman bersenjata bebas berkeliaran bahkan masuk bandara. Pembiaran ini mengingatkan kita pada peristiwa pembantaian dan pengusiran puluhan ribu etnis Madura dari Sampit dan seluruh wialayah Kalimantan Tengah sebelas tahun lalu.

5. Mendukung sikap dan langkah FPI yang elegan dalam mengahadapi fitnah tersebut.

6. Meminta semua pimpinan ormas dan lembaga Islam serta semua komponan umat Islam untuk memberikan simpati dan dukungan kepada FPI agar tetap melanjutkan dakwah dan amar makruf nahi munkar di seluruh wilayah NKRI, termasuk Kalimantan Tengah.(emi/mnt)


Tidak ada komentar: