Sabtu, 04 Oktober 2014

Pembongkaran Kasus Pelanggaran HAM, Pemerintah Jokowi - JK Dilawan KMP

Jurnalis Independen: Deputi Tim Transisi Andi Widjajanto mengatakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendatang memberikan perhatian pada penyelesaian masalah pelanggaran HAM masa lalu. Penyelesaian akan dilakukan baik melalui cara yudisial atau Pengadilan HAM, maupun non-yudisial.


"Tim Transisi sudah menerima laporan dari Komnas HAM bahwa lembaga penegakan HAM tersebut telah menghasilkan data lengkap delapan kasus pelanggaran HAM," kata Andi Widjajanto pada diskusi 'Refleksi Persoalan HAM Masa Lalu, Solusi untuk Pemerintahan Jokowi-JK di Kantor GP Ansor Jakarta, Jumat (4/10).

Menurut Andi, itu artinya Komnas HAM telah memiliki rangkaian cerita, fakta-fakta, dan bukti-bukti soal delapan kasus pelanggaran HAM. Persepsi masyarakat yang terbentuk terhadap pelanggaran HAM, kata dia, selama ini tergantung pada rangkaian cerita yang disampaikan oleh penuturnya.

Data lengkap delapan kasus pelanggaran HAM yang dimiliki oleh Komas HAM, menurut Andi, selama ini sulit dikemukakan.
Karena itu, pada pemerintahan mendatang, rangkaian cerita, fakta-fakta, dan bukti-bukti soal pelanggaran HAM itu harus diungkap sebagaimana kebenarannya.

"Pengungkapan kebenaran itu melalui proses yudisial yakni melalui pengadilan HAM serta langkah non-yudisial," katanya.

Kedelapan kasus pelanggaran HAM tersebut, antara lain, adalah peristiwa PKI 1948, pembantaian 1965, peristiwa Talangsari, kasus Tanjung Priok, penembakan misterius (Petrus), kasus penghilangan paksa 1998, hingga kasus Abepura.

Terhadap kasus PKI tahun 1948 dan 1965, dan Petrus, menurut dia, akan diselesaikan melalui langkah non-yudisial karena baik pelaku maupun korban sudah tidak ada sehingga tidak mungkin dilakukan melalui langkah yudisial.

Mekanisme dari langkah non-yudisial ini, kata dia, bisa dilakukan dengan membentuk rekonsiliasi sosial politik, memberi ganti rugi kepada keluarga korban, serta permintaan maaf oleh negara.

"Jadi presiden mendatang, atas nama negara akan meminta maaf kepada keluarga korban," katanya.

Andi menegaskan, terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM yang telah terjadi, dibutuhkan upaya penyelesaian yang konkret agar anak cucu bangsa Indonesia ke depan tidak mengalami hal itu lagi.

Dia berharap, agar bangsa Indonesia ke depan menjadi lebih dewasa dan belajar dari pengalaman yang pernah ada.
"Kalau hal ini bisa dilakukan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo, maka bisa melakukan langkah signifikan untuk menyembuhkan luka-luka," ujarnya.

Di sisi lain, kata dia, siapapun yang disebut-sebut terlibat kasus pelanggaran HAM bisa diungkap kebenarannya.

KontraS tantang Jokowi usut orang dekatnya terkait kasus HAM
Terkait Kasus HAM, Kepala divisi pemantauan impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Muhammad Daud meminta presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang diduga melibatkan orang-orang terdekatnya.

"Jokowi berani enggak, karena di sekeliling Jokowi itu adalah bagian dari pelaku ada Hendro Priyono, Muchdi PR, ada Wiranto di sana makanya kita tantang Presiden Jokowi berani enggak," kata Daud kepada kepada wartawan sambil menunjuk salah satu poster, di kantornya di Jalan Borobudur, Jakarta, Sabtu (20/9).

Hal itu disampaikan Daud lantaran merasa kecewa atas pernyataan Deputi Tim Transisi Jokowi-JK, Andi Widjajanto yang mengatakan pembentukan pengadilan HAM Ad Hoc memerlukan biaya. Dan pada RAPBN 2015 tidak mengalokasikan dana untuk tujuan tersebut.

Tak hanya itu, dia mengungkapkan bahwa diskusi bertajuk 'koin peduli untuk pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc' merupakan sindiran kepada Tim Transisi Presiden Terpilih Jokowi-JK yang melenceng dari komitmennya, untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM yang terabaikan di 2 periode masa kepemimpinan Presiden SBY.

"Ini sebenarnya bentuk sindiran kita, masa sih negara enggak mampu. Dulu juga kan Jokowi-JK waktu dia kampanye menggalang dukungan republik," cetus dia.

Pada kesempatan itu, Daud pun berharap pada pemerintahan baru nantinya Jokowi-JK bisa memberikan perubahan dari rezim sebelumnya.

"Kita ingin mengembalikan logika revolusi mental itu, Jokowi harus belajar dari zaman rezim SBY selama 10 tahun yang gagal menuntaskan pelanggaran HAM berat," tutupnya.

Tuntutan pegiat HAM pada pemerintahan Jokowi
Sejumlah pegiat hak asasi manusia (HAM) kemarin datang memenuhi undangan Deputi Tim Transisi, Andi Widjajanto guna mendiskusikan kasus-kasus pelanggaran HAM. Dalam diskusi tersebut, para pegiat menolak pelaku pelanggaran HAM masuk dalam tim Jokowi-JK.

"Sepatutnya tidak terlibat dalam pengambilan kebijakan dalam rumah transisi, tim Jokowi-JK atau apapun implikasi pemerintahan Jokowi ke depan," ujar perwakilan Kontras, Haris Azhar saat ditemui di Kantor Transisi Jokowi-JK, Rabu (27/8) kemarin.

Mereka juga membicarakan kriteria yang mungkin diterapkan dalam perspektif HAM dalam penyusunan kabinet Jokowi-JK. Namun mereka tidak menyebutkan nama dan kriterianya.

Tak cuma kemarin saja, sebelumnya para pegiat HAM juga menyuarakan berbagai persoalan terkait HAM. Mereka berharap orang-orang yang akan dipilih nanti tak terkait dengan kasus-kasus pelanggaran HAM.

Apa saja permintaan para pegiat HAM tersebut? Berikut seperti yang berhasil dihimpun

1. Jokowi diminta selesaikan kasus pembunuhan Munir
Sejumlah aktivis pegiat hak asasi manusia (HAM) menghadiri undangan deputi tim transisi, Andi Widjajanto. Pertemuan ini mendiskusikan berbagai kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia.

Pertemuan ini dilakukan agar Jokowi - JK bisa menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM, salah satunya kasus Munir. Kasus ini dianggap tidak pernah dipublikasikan selama 10 tahun masa pemerintahan SBY.

"Hal-hal yang sangat menghambat dalam penegakan hak asasi manusia di dalam periode SBY dan termasuk juga 7 kasus HAM yang sekarang ada di Komnas HAM yang baru saja dilimpahkan oleh Kejagung," kata anggota Kontras, Poengky di Rumah Transisi, Rabu (27/8) kemarin.

2. Jokowi juga dituntut selesaikan 6 kasus HAM lain
Ada 7 Kasus HAM yang dianggap belum beres saat masa pemerintahan SBY adalah kasus Trisakti, Mei 98, Wamena dan sejumlah kasus pelanggaran HAM kategori berat. Kasus tersebut dinilai tak pernah dipublikasikan saat SBY memimpin.

"Karena keterpurukan kami bersama SBY adalah SBY membuka pintu tapi tidak pernah mengakui dan mendorong, lantaran itu Jokowi harus berbeda dengan SBY," kata Haris di Kantor Transisi Jokowi-JK kemarin.

Dalam pertemuan di Kantor Transisi tersebut, beberapa organisasi HAM juga hadir.? Organisasi HAM yang ikut dalam diskusi ini antara lain Kontras, Human Rights Working Group, Setara Institut, BBHI, Elsam, mantan Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim, serta perwakilan Seknas Jokowi.

3.Aktivis HAM minta kolom agama dihilangkan di KTP
Dari Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos berpendapat perlu terobosan baru bagi pemerintahan Jokowi-JK untuk melindungi umat beragama di Indonesia ke depan. Salahnya, menurut dia, dengan menghapus kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP).

"Pencantuman agama harusnya enggak ada. Kalau agama dan politik itu relasinya memberikan pandangan yang bersifat universal. Ini bisa berkontribusi bagi kehidupan bangsa Indonesia menghapus pengkotak-kotakan," jelas Bonar di kantor SETARA Institute, Jakarta, Rabu (27/8) kemarin.

Selain itu, kata Bonar, di Kementerian Agama sebaiknya tidak ada bagian-bagian direktorat agama tertentu. Sebab, kata Bonar, dalam konstitusi tidak ada deskripsi agama yang jelas.

"Perlu terobosan agak gila, konstitusi mana yang mendeskripsikan mana agama resmi atau tidak. Sudah saatnya Ditjen Binmas Katolik, Islam dan lainnya dihapuskan, yang ada adalah Direktorat Perlindungan dan Kebebasan Beragama," sambung dia.

Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) pun diminta untuk mempertimbangkan hal ini, demi mencegah konflik antarumat beragama, meskipun hal ini bukanlah rekomendasi prioritas.

"Ini hanya masalah administrasi. Apakah prioritas atau tidak. Tapi yang jelas standar internasional tidak ada karena ini menghapus pengkotak-kotakan. Kita ajukan prioritas dulu yang bisa dilakukan," terangnya.

4. Jokowi diminta tak pilih pelanggar HAM jadi menteri
Dalam diskusi tersebut, para pegiat HAM menolak pelaku pelanggaran HAM masuk dalam tim Jokowi-JK.

"Sepatutnya tidak terlibat dalam pengambilan kebijakan dalam rumah transisi, tim Jokowi-JK atau apapun implikasi pemerintahan Jokowi ke depan," ujar perwakilan Kontras, Haris Azhar saat ditemui di Kantor Transisi Jokowi-JK, Rabu (27/8) kemarin.

"Kami berharap, karena juga ditagih oleh Mas Andy untuk lebih konkret komunikasinya lebih lancar ke depan karena kita belum ada kerangka yang jelas tapi Mas Andi tadi menjelaskan 15 september akan jadi deadline untuk proses ke tahap berikutnya," tambahnya.

Pertemuan ini juga mendiskusikan kemungkinan orang-orang yang akan duduk di Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Politik Hukum dan Keamanan. Namun mereka tidak menyebutkan nama.***

Tidak ada komentar: