Selasa, 21 Oktober 2014

Agnes Marcellina: Kwik Kian Gie dan Masyarakat Tionghoa Indonesia

Oleh: Agnes Marcellina Gerindra
Jurnalis Independen: Kalau saja tionghoa Indonesia sepakat dengan pemikiran dan sikap Kwik Kian Gie maka kelompok minoritas tionghoa tidak akan terpecah seperti dalam pilpres 2014.

Kalau saja jumlah 9% penduduk ini yang dapat mempengaruhi paling tidak 4-5 orang karyawan untuk bersatu maka akan menjadi jumlah yang sangat significant untuk persentase sebuah kelompok yang akan diperhitungkan oleh partai politik manapun dan jika kepentingan kelompok ini adalah untuk memperkuat dan membangun bangsanya untuk maju maka hal itu sangat bisa dilakukan.

Sayangnya jauh lebih banyak tionghoa yang berkiblat kepada Sofyan Wanandi, James Riyadi dan Tahir, "raja raja kecil" yang bisnisnya menggurita di seantero Nusantara dan juga di jagad raya ini dibanding berkiblat kepada pemikiran-pemikiran Kwik Kian Gie yang seorang tokoh nasional, politisi dan kader PDIP senior dan berpengalaman, mantan Menteri Koordinator Ekonomi, mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dan Ketua Bappenas serta pengabdiannya di bidang pendidikan yang tiada berkesudahan dan kontribusi kontribusi lainnya dalam ikut serta membangun Indonesia. Kwik Kian Gie adalah seorang nasionalis sejati.

Saya juga heran, bagaimana tionghoa yang tidak berpendidikan, cukup pendidikannya dan sangat berpendidikan dapat digiring untuk masuk kedalam mainstream konglomerat-konglomerat yang semua orang tahu bahwa tujuan mereka untuk ikut serta berada di belakang politisi khususnya dalam pilpres ini adalah untuk melindungi kepentingan-kepentingan usaha bisnis mereka yang tentu saja harus dilanggengkan.

Apa jadinya kalau kerajaan-kerajaan bisnis mereka hancur, apa jadinya kalau raja raja tersebut harus turun tahta . Tentu mereka tidak siap. Oleh sebab itu apapun caranya harus dilakukan sekalipun itu harus mengorbankan sebuah bangsa dan negara. Mereka tidak perduli yang penting kerajaan harus semakin besar dan mewah.

Sofyan Wanandi orang yang selalu bersuara lantang menentang pada saat buruh berdemo meminta UMR naik tetapi sekarang orang yang paling getol mendukung BBM naik. Ada apa ini?

Yang menjadi keprihatian adalah betapa hebatnya cara-cara yang mereka lakukan tanpa disadari oleh yang dikorbankan, yang menjadi sasaran terutama tionghoa tidak menyadari bahwa usaha-usaha para konglomerat ini didukung oleh finansial yang luar biasa besar jumlahnya.

Money politic di segala level, pencitraan media yang besar-besaran. Setelah usaha “raja raja kecil” ini berhasil, lantas apa yang didapat oleh 9% tionghoa lainnya yang tidak termasuk dalam kerajaan ini? Apakah kalian akan mendapatkan sesuatu dari mereka? Apakah keadaan income kalian akan lebih besar? Apakah kalian merasa lebih nyaman dan aman?

Waktu akan membktikan ...
Kepada tionghoa-tionghoa di Indonesia, marilah kita belajar menjadi seperti Kwik Kian Gie, menjadi seorang nasionalis , seorang bangsa Indonesia sejati karena kita memang lahir disini, besar disini, tanah air kita Indonesia dan janganlah berkiblat kepada bangsa dan negara lain.

Pada saat terjadi kerusuhan 98 dimana banyak etnis tionghoa yang menjadi korban, dimana Sofyan Wanandi? Dimana James Riyadi dan Tahir? Mereka lari ke luar negeri karena mereka punya uang banyak.

Apakah kalian juga bisa lari ke luar negeri? Tentunya tidak…..tidak semua tionghoa di Indonesia mapan secara ekonomi, masih banyak sekali yang hidup pas pasan , yang masih harus survive dan struggle untuk menghidupi keluarganya.

Janganlah mau jumlah 9% ini menjadi target mereka untuk berkuasa. Apa yang kalian berikan kepada mereka tidaklah sebanding dengan apa yang kalian dapatkan. Jujur yang kalian dapatkan saat ini adalah kenyataan bahwa gesekan-gesekan istilah “aseng” dan pribumi semakin tajam, istilah muslim dan “kafir” semakin banyak didengar secara tidak kalian sadari.

Padahal yang seharusnya terjadi setelah era reformasi adalah tidak ada lagi SARA karena kita harus bekerja sama, membangun Indonesia Bangkit.

Cita-cita kita adalah membangun ekonomi dan kesejahteraan rakyat yang merata, adil dan makmur. Pada saat ini dapat tercapai, dengan sendirinya ketimpangan sosial tidak ada lagi, kehidupan berbangsa dan bernegara akan menjadi lebih baik. Indonesia akan dihormati sebagai bangsa yang maju dan beradab.

Sekali lagi saya sampaikan bahwa saya berada di kiblat Kwik Kian Gie. Walaupun kecil jumlahnya, mudah-mudahan akan ada banyak tionghoa-tionghoa lain yang terpanggil untuk ikut bekerja dalam pengelolaan negara.

Salam Indonesia Raya,
Agnes Marcellina
Perempuan Indonesia Raya

Tidak ada komentar: