Jurnalis Independen: Di tengah gencarnya partai politik melakukan kampanye dan membangun kekuatan kadernya, lobi-lobi politik dikabarkan juga akan terus dilakukan oleh para petinggi partai. Seperti baru-baru ini terjadi pertemuan antara petinggi partai Demokrat yang juga Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dengan petinggi Partai Gerindra Prabowo.
Menariknya, pertemuan itu disusul oleh tujuh Purnawirawan Jenderal yang menyodorkan nominasi Capres 2014 kepada SBY. Kabarnya SBY tidak ingin mendukung Prabowo dalam Capres 2014 dengan meminta tujuh Purnawirawan Jenderal di bawah pimpinan Luhut Pandjaitan untuk menghadapi Prabowo. Tak pelak jika itu terjadi, Prabowo akan berhadapan dengan Luhut Pandjaitan yang selama ini dikabarkan kurang baik hubungannya. Benarkah SBY telah mengobarkan “perang” dua musuh bubuyutan itu?
Jelang Pemilu 2014, suhu politik semakin memanas, tak heran ika lobi-lobi politik gencar dilakukan oleh para petinggi partai politik. Termasuk aksi para tokoh politik, seperti Senin (11/3) dua tokoh politik yakni Presiden SBY dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto bertemu di Istana Negara Jakarta.
Dalam pertemuan yang hampir berlangsung selama 1,5 jam itu, dimulai pukul 15.30 WIB, Prabowo didampingi Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Fadli Zon. Sedangkan SBY didampingi antara lain oleh Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi dan Sekretaris Kabinet Dipo Alam. Dalam pertemuan tersebut membicarakan masalah hubungan internasional, ekonomi, pertanian, perdagangan, investasi, pariwisata, birokrasi, energi dan politik. Kedua petinggi partai itu juga saling memuji satu sama lain.
Yang menarik, dalam pertemuan tersebut SBY sempat berbicara empat mata dengan Prabowo selama dua puluh menit, tanpa melibatkan pendamping masing-masing. Pertemuan empat mata inilah yang mengundang spekulasi banyak kalangan. Pertemuan kedua tokoh nasional itu bukanlah pertemuan biasa. Apalagi selain kepada mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, hampir tidak pernah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyediakan waktu khusus bagi elite partai politik di Istana. Banyak kalangan berspekulasi pembicaraan antara SBY dan Prabowo tak lepas dari isu politik jelang Pilpres 2014.
Kedatangan Prabowo ke Istana Presiden kabarnya setelah sekian lama ia meminta waktu SBY mau berkenan bertemu dengannya, bukan diundang SBY seperti dilansir khalayak selama ini. Ini merupakan cara Prabowo untuk meminta SBY mem-back up dirinya jadi presiden. Namun hal itu dibantah oleh Fadli Zon, yang menegaskan pertemuan di Kantor Presiden Senin (11/3) lalu bukan atas inisiatif Prabowo. Namun pertemuan tersebut terlaksana karena undangan datang dari Presiden SBY melalui Mensesneg Sudi Silalahi. Prabowo yang sudah memiliki jadwal kampanye di NTT pada Senin dan Selasa, 11-12 Maret akhirnya membatalkan keberangkatannya ke NTT untuk memenuhi undangan SBY pada Senin (11/3).
Fadli Zon mengaku dihubungi oleh Sudi Silalahi tanggal 9 Maret. “Saat itu Pak Sudi bilang Pak Presiden mau bertemu dengan Pak Prabowo. Saya juga bolak balik telepon-teleponan dengan Pak Prabowo dan Pak Sudi Silalahi. Pak Prabowo hari Senin-Selasa itu rencananya mau ke NTT dalam rangka kampanye untuk Pilgub. Tetapi kalau Presiden menetapkan waktunya, tentu kita sesuaikan. Kita sampaikan lagi ke Pak Sudi, kemudian Pak Sudi Minggu pagi telepon saya, oke Pak Presiden menjadwalkan Senin 11 Maret pukul 15.30 WIB. Itulah jadwalnya, memang kami diundang,” paparnya.
Fadli Zon tidak mempermasalahkan siapa mengundang siapa. Bagi Gerindra pertemuan itu bagus dan produktif yang benar-benar bisa membawa substansi di dalam politik. Dalam pertemuan empat mata, ia tidak melihat ada deal-deal politik yang dibicarakan Presiden SBY dengan Prabowo.
Ketika dimintai tanggapan oleh The Politic, Ketua Umum Gerindra, Suhardi mewakili Prabowo juga memastikan Prabowo yang ditelepon untuk hadir di Istana Negara. Suhardi kemudian mewakili Prabowo untuk pergi ke Atambua, NTT dalam rangka kampanye. Menurut Suhardi, pada saat ditelepon, Prabowo baru saja tiba dari luar negeri dan sedang mempersiapkan diri ke Atambua. “Padahal waktu itu pesawat sudah dicarter, jadi kalau Pak Prabowo merekayasa untuk hadir di Istana, mengapa harus repot-repot carter pesawat. Akhirnya saya yang menggunakan pesawat yang sudah dicarter itu mewakili Pak Prabowo ke Atambua,” cetus pria yang juga profesor bidang kehutanan ini.
Monolog. Dalam pertemuan itu, menurut Suhardi berlangsung lebih banyak secara monolog, karena SBY yang lebih banyak bicara dan Prabowo lebih banyak mendengarkan. Suhardi juga menganggap logis jika dalam pertemaun itu Prabowo minta SBY mem-back up, mengingat selama ini Partai Gerindra minta dukungan ke setiap partai tidak hanya ke Demokrat.
Suhardi menduga undangan SBY bertemu Prabowo menunjukkan ada permasalahan yang dihadapi Presiden SBY. Menurut Suhardi, info yang diperolehnya dari Prabowo, SBY bercerita panjang lebar, antara sukses dan tidak sukses, dan Prabowo diminta membantu program supaya pemerintahan berjalan baik sampai 2014 agar jangan sampai terganggu seperti revolusi.
Pertemuan Prabowo dengan SBY sebenarnya sering dilakukan di beberapa acara, namun pertemuan dengan SBY di Kantor Kepresidenan baru sekali ini dilakukan Prabowo. Pertemuan SBY dengan Prabowo Subianto sering menjadi sorotan banyak kalangan. Sebelumnya, SBY pernah bertemu dengan Prabowo saat di Bali, tepatnya pada acara reuni Akabri Angkatan 1973 di Istana Tampak Siring Denpasar Bali bulan Mei 2012. SBY juga pernah bertemu Prabowo pada acara buka puasa bersama di bulan Agustus 2010 di kediaman Ketua DPD Irman Gusman, Jalan Denpasar, Jakarta. Namun saat itu perbincangan di antara keduanya tidak berlangsung lama, hanya sekitar lima menit. Prabowo dan SBY juga pernah menjalin kedekatan saat memilih Jafar Hafsah politisi Demokrat sebagai Ketua Badan Pertimbangan Organisasi (BPO) di HKTI. Momen lainnya terjadi menjelang penentuan sikap DPR dalam kasus Bank Century tahun 2010. Pada bulan Maret 2011 Partai Gerindra juga pernah merespons ajakan Partai Demokrat untuk memperkuat pemerintahan SBY-Boediono di sisa masa pemerintahan yang tinggal 3,5 tahun. Kabarnya Partai Gerindra mengincar kursi Menteri Badan Usaha Milik Negara dan Menteri Pertanian. Namun hal itu kandas karena Gerindra tetap enggan berkoalisi.
Sehari setelah bertemu Prabowo, pada Rabu (13/03) SBY bertemu dengan tujuh Purnawirawan Jenderal di Istana Negara Jakarta. Rombongan purnawirawan Jenderal yang dipimpin oleh Jenderal TNI (Purn) Luhut B. Pandjaitan ini kompak berseragam batik lengan panjang. Selain Luhut, turut hadir Jenderal (Purn) Subagyo Hadisiswoyo (mantan KSAD), Jenderal (Purn) Fahrul Razi (mantan Wakil Panglima TNI), Letjen (Purn) Johny J Lumintang (mantan Pangkostrad), Letnan Jenderal (Purn) Sumardi (mantan Komandan Komando Pendidikan dan Latihan TNI), Letjend (Purn) Agus Widjojo (mantan Kepala Staf Teritorial TNI), dan Letjend (Purn) Suady Marassabessy (mantan Kepala Staf Umum TNI).
Pertemuan itu tentu semakin mengundang rasa penasaran banyak kalangan yang menyorot peristiwa tersebut. Apalagi pertemuan dengan tujuh Purnawirawan Jenderal tersebut dilakukan setelah SBY bertemu dengan Prabowo. Pada pertemuan itu tujuh Purnawirawan Jenderal membahas Pilpres 2014 dan menyodorkan enam nama capres potensial 2014 yang dinilai kredibel dari sejumlah survey yaitu Jokowi, Prabowo Subianto, Megawati Soekarnoputri, Mahfud MD, Jusuf Kalla, dan Aburizal Bakrie. SBY kabarnya akan memberikan dukungan kepada salah satu capres enam bulan ke depan. Tujuh orang Purnawirawan Jenderal TNI itu merasa perlu memberikan alternatif Capres ke depan.
Sumber The Politic mengatakan pertemuan SBY dengan Prabowo dan para Purnawirawan Jenderal sebenarnya karena SBY tidak ingin mem-back up Prabowo untuk menjadi Presiden. SBY tidak langsung menolak, namun mendatangkan Luhut Pandjaitan untuk back up SBY menghadapi Prabowo. Hal itu kabarnya karena SBY tahu Luhut musuh lama Prabowo. Kabar itu ditepis oleh Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi yang mengatakan pertemuan Presiden SBY dengan Prabowo merupakan pertemuan Presiden dengan tokoh nasional guna memelihara silaturahmi politik, namun tidak membahas arah dukungan politik. “Dalam pertemuan tersebut di antaranya dicapai kesepahaman tentang metode pengentasan kemiskinan dan pentingnya kemandirian bangsa (khususnya kebijakan Presiden menarik Indonesia keluar dari IMF). Presiden SBY juga menyampaikan tinjauan tentang perkembangan ekonomi nasional serta capaian-capaian kebijakan politik luar negeri Indonesia. Selain itu tidak benar bahwa Bapak Presiden meminta Bapak Luhut Pandjaitan untuk menghadapi Bapak Prabowo Subianto,” ujar Sudi Silalahi.
Seperti diketahui, hubungan Prabowo dengan Luhut Pandjaitan kurang bagus semenjak mereka bergabung di industri pulp dan kertas PT Kiani Kertas. Di Kiani Kertas Prabowo saat itu menjabat Presiden Direktur dan Luhut Pandjaitan Komisaris Utama Perusahaan. Bersama Luhut Pandjaitan, Prabowo mendapatkan kucuran kredit dari Bank Mandiri sebesar lebih dari Rp 2 triliun untuk mengambil PT Kiani Kertas yang sebelumnya milik pengusaha yang dekat dengan Cendana, Bob Hasan. Pada tahun 1987 Presiden Suharto memerintahkan Bob Hasan, membangun usaha di ujung timur Kalimantan Timur, di mana terdapat beberapa pulau kecil yang sangat strategis dan berada dekat perbatasan dengan Malaysia. Alasan Pak Harto sangat masuk akal karena ia melihat ada tanda-tanda Amerika sudah mulai melirik pulau-pulau itu sebagai Pangkalan Militer menggantikan Subic di Filipina yang habis masa kontraknya. Maka resmilah PT Kiani Kertas berdiri di atas lahan seluas 3.400 hektar, pada tahun 1990, yang berlokasi di Makajang, Kecamatan Sambaliung, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Merenggang. Hubungan Luhut dengan Prabowo merenggang saat mereka berdua tidak berhasil menghidupkan Kiani Kertas. Luhut yang meminjami uang ke Prabowo, kabarnya hingga saat ini uangnya belum dikembalikan. Begitu pula pada acara peluncuran buku “Mengawali Integrasi Mengusung Reformasi” di Balai Kartini, Jakarta, Oktober 2012 lalu, Luhut tidak mengundang Prabowo karena alasan keterbatasan tempat. Seperti pernah diberitakan The Politic, menanggapi kabar itu, Luhut membantah dan mengatakan masih suka bertemu Prabowo di Singapura. Menyoal masalah Kiani, Luhut enggan berkomentar lebih jauh.
Fadli Zon juga membantah jika Luhut bermusuhan dengan Prabowo. Sepengetahuannya, Luhut dan Prabowo dari dulu berkawan, kadang-kadang ada perbedaan pendapat, lalu baik lagi. “Saya kira mereka sudah saling kenal sangat dekat siapa mereka masing-masing. Jadi itu hal yang sangat biasa saya kira dalam perkawanan. Ada beberapa perbedaan, hal biasa,” ungkapnya.
Pengamat Politik dari Institut Ekonomi Politik Soekarno Hatta (IEPSH), M. Hatta Taliwang berpendapat SBY bisa meminta back up dari Luhut untuk menghadapi Prabowo mengingat hubungan kurang harmonis Prabowo dengan Luhut itu sudah lama, sejak tahun 1983. Di balik pertemuan Prabowo dengan SBY, ia melihat SBY sedang membutuhkan solusi untuk bisa turun dari kursi RI 1 dengan mulus di antara banyak persoalan yang sedang dihadapi, seperti Century, pajak, kekayaan, soal Antasari, Hambalang dan lainnya. Deal-deal antara Prabowo dengan SBY kemungkinan bisa terjadi namun baru pada tahap draf.
Menanggapi kabar bahwa SBY meminta back up Luhut Pandjaitan untuk menghadapi Prabowo, pengamat politik Arbi Sanit mengatakan SBY lebih mengutamakan stabilitas dan tidak mungkin mengadu domba menghadapkan satu orang dengan yang lain. Persoalan yang diresahkan SBY sehingga mengundang Prabowo dan tujuh Jenderal menurut Arbi adalah adanya gerakan menjatuhkan SBY yang saat ini beredar luas. “SBY menginginkan politik stabil sampai 2014 dan melakukan pertemuan dengan Prabowo serta tujuh Jenderal agar memperingatkan ke mereka supaya tidak terjebak anti SBY,” cetus Arbi Sanit.
Pertemuan empat mata SBY dengan Prabowo dinilai Lily Wahid tidak mungkin menghasilkan deal-deal dalam waktu 20 menit saja. Senada dengan Arbi Sanit, menurut mantan anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Lily Chadijah Wahid, kepentingan SBY saat ini hanya satu, bagaimana ia bisa turun dari Kursi RI 1 dengan baik-baik (soft landing). Namun ia tidak yakin masyarakat akan men-support SBY untuk turun secara smooth di 2014, mengingat kondisi saat ini, apalagi elektabilitas Partai Demokrat sedang anjlok. Pertemuan SBY dengan Prabowo disusul tujuh Purnawirawan Jenderal menurut Lily Wahid kemungkinan besar bisa timbul bentrokan antara dua kubu musuh bebuyutan Luhut dan Prabowo. Ia juga menduga dari pertemuan itu sebenarnya SBY sedang kebingungan dan khwatir sehingga mencari perlindungan supaya bisa turun dengan baik-baik. Termasuk perlindungan dari dugaan keterlibatan keluarga Cikeas dalam beberapa kasus korupsi seperti Hambalang atau Century.
Pengamat politik Tjipta Lesmana melihat pertemuan tujuh Purnawirawan Jenderal dengan SBY menyusul pertemuan Prabowo dengan SBY lebih karena kekhawatiran terjadi koalisi Partai Demokrat dengan Gerindra. Selain itu khawatir SBY akan mendukung pencapresan Prabowo karena mereka berseberangan dengan Prabowo. Sebab beberapa di antara Purnawirawan Jenderal itu masuk anggota DKP (Dewan Kehormatan Perwira) yang dibentuk tahun 1998 terkait dengan peristiwa penculikan anak muda aktivitas pro demokrasi di mana 13 orang diantaranya belum tahu nasibnya. ABRI pada waktu itu dengan surat keputusan Menhankam/Pangab Jenderal Wiranto membentuk DKP untuk menyelidiki kasus itu. Hasil penelitian DKP kemudian diserahkan ke Jenderal Wiranto dan berdasarkan itu Prabowo kemudian dipecat.
Menurut Tjipta Lesmana, dari tujuh Purnawirawan Jenderal yang bertemu SBY itu ada yang masuk DKP, yaitu Jenderal Subagyo HS (mantan KSAD) sebagai Ketua DKP, Jenderal Fachrul Razi (mantan Wakil Panglima TNI) sebagai wakil Ketua DKP. Anggota DKP semuanya Jenderal bintang 3 kecuali ketuanya bintang 4. “Mereka itu tampaknya resah kalau Prabowo maju karena Wiranto yang waktu itu menjabat Pangab memecat Prabowo berdasarkan rekomendasi dari DKP,” ujarnya.
Ketika diminta tanggapan mengenai pertemuannya dengan SBY, Prabowo sendiri tidak memberi penjelasan secara langsung, begitu juga lewat pesan elektroniknya. Luhut Pandjaitan yang sedang berada di luar kota juga belum bisa memberikan tanggapan kepada The Politic. Namun Letjen (Purn) Suaidi Marasabessy yang ikut serta dalam pertemuan tujuh Purnawirana Jenderal dengan SBY membantah kabar adanya deal-deal untuk menjegal perjalanan Calon Presiden dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto yang sebelumnya lebih dulu bertemu dengan SBY.
Letjen (Purn) Suaidi Marasabessy mengatakan, dalam pertemuan dengan Presiden SBY beberapa waktu lalu tidak ada pembicaraan untuk menjatuhkan seseorang apalagi menjegal seseorang dalam maju pada bursa Pilpres 2014. “Tidak ada pembicaraan untuk menjatuhkan seseorang dalam pembicaraan waktu itu, namun kami melanjutkan pertemuan-pertemuan sebelumnya,” ujarnya.
Pertemuan tersebut, lanjut Suaidi memang sudah ada agenda sebelum SBY bertemu dengan Prabowo. Suaidi menambahkan, pertemuan dengan SBY memang sudah terjadwal rutin. Luhut selaku pimpinan tujuh Purnawirawan Jenderal tersebut, sudah dari jauh-jauh hari membuat janji kepada Sudi Silalahi untuk bertemu dengan SBY. “Wajar banyak spekulasi di luar seperti itu, karena waktu bertemunya setelah Pak Prabowo. Sebenarnya kita sudah minta bertemu sebelum-sebelumnya, karena kesibukan sehingga baru bertemu kemarin. Sebelumnya memang rutin tiap bulan, Pak Luhut yang meminta kepada Pak Sudi Silalahi untuk dipertemukan dengan Pak SBY,” jelas Suaidi.
Perbincangan itu menurut Suaidi, selain membahas ekonomi, politik, kebangsaan, berbicara pula mengenai bisnis yang dimiliki oleh Luhut. Bisnis yang dimiliki Luhut cukup berkembang dan maju, kemajuan atau kemunduran bisnisnya ditentukan oleh ekonomi politik yang kondusif. “Bisnisnya kan sedang maju, agar dapat kondusif kita berbincang dengan Pak SBY mengenai ekonomi politik sekarang,” jelas Suidi.
Selain membicarakan bisnis, pertemuan dengan Presiden SBY tersebut menurut Suaidi memang membicarakan hasil survey calon presiden 2014. Diakui Suaidi bahwa yujuh Purnawirawan Jenderal tersebut memiliki lembaga kajian di lantai 20 Wisma Bakrie 2 Kuningan, Jakarta Selatan dan beberapa lembaga survey. “Hasil semua lembaga suvey yang kami himpun kemudian kami serahkan ke Pak SBY,” pungkasnya. D. Ramdani, Ekawati, Sopan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar