Kamis, 02 Oktober 2014

KPU Diduga Balas Budi pada Demokrat

Jurnalis Independen: Bertambahnya partai peserta Pemilu serta mundurnya waktu pendaftaran calon legislatif dari waktu yang telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat publik bertanya. Ada apa dengan KPU? Benarkah KPU banyak bermain-main dengan aturan dan mendapat tekanan dari partai penguasa?


Demokrasi di Indonesia kembali diuji. Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang merupakan lembaga independen penyelenggara demokrasi di Indoneisa seolah-olah menodai dirinya sendiri. Hal itu terlihat dari banyaknya perubahan peraturan, mulai dari penambahan partai politik (Parpol) peserta Pemilu dari hanya 10 partai menjadi 12 partai dengan masuknya Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dan Partai Bulan Bintang (PBB). Bukan hanya itu, belum lama ini KPU juga memundurkan waktu pendaftaran calon legislatif dari 15 April menjadi 22 April.

Pakar filsafat dari Universitas Indonesia, Rocky Gerung mengatakan, dari awal KPU sudah bermain-main dengan aturan. Karena permainannya tersebut kecurigaan publik terhadap KPU mulai timbul. Tak heran banyak yang mengatakan KPU tidak fair dalam melakukan penilaian pada Parpol yang mengikuti seleksi. “Mengapa syarat-syarat verifikasi faktual ada dua aturan yang berbeda antara partai baru dengan partai lama, jadi dari situ sudah banyak diskriminasi,” ungkapnya ketika ditemui belum lama ini.

Lebih lanjut Rocky mengatakan KPU menerjemahkan ada perbedaan antara partai politik dan partai politik yang pernah mengikuti pemilu sebelumnya. Kenapa KPU punya dua definisi tersebut, apa bedanya? Padahal, apabila konsisten mengikuti konstitusi 1945 bahwa semua partai yang sudah berbadan hukum adalah peserta Pemilu. “Kan itu Undang-Undang bilang. Cara KPU memandang politik,  terlalu instrumental dan tidak paham esensi demokrasi itu,” terangnya.

Hal senada juga dikatakan Ketua Partai SRI, D. Taufan. Menurutnya, KPU dari awal sangat lemah dengan partai politik yang berada di DPR, namun tegas terhadap partai politik non DPR (partai baru, -red). “Sejak awal sudah banyak peraturan yang diubah-ubah. Tidak ada kepastian hukumnya, sehingga partai politik tidak bisa pasti menentukan peraturan mana yang tepat. KPU tidak konsisten dengan peraturannya sendiri dan sejak dari awal sudah melakukan kesalahan,” jelas Taufan.

Di tempat terpisah, Masinton Pasaribu, Ketua Umum Relawan Perjuangan Demokrasi (REPDEM) mengatakan KPU tidak konsisten dalam menjalankan aturannya sendiri sebagai penyelenggara pemilihan umum. “Seharusnya, perpanjangan pendaftaran calon legislatif tidak mesti ada, ini tidak profesional,” ujarnya kepada The Politic.

Anggota Komisi II dari Partai Hanura Miryam S. Haryani menanggapi banyaknya perubahan yang dilakukan oleh KPU seperti sekarang ini, seharusnya tidak terjadi. Sebagai lembaga independen seharunya KPU dapat menjaga keindependennya. Menurut Miryam KPU pada PKPU No. 07 dan 06 tidak ada konsultasi kepada Komisi II yang seharusnya hal tersebut dikonsultasikan. “Menurut Undang-Undang seharusnya seperti itu. Komisi II sebenarnya telah merekomendasikan KPU untuk tidak seenaknya mengubah peraturan tanpa ada konsultasi dengan Komisi II DPR,” jelasnya.

Sementara itu, Ganjar Pranowo, anggota Komisi II dari PDIP  mengatakan seharusnya KPU tidak perlu melakukan perubahan jadwal perpanjangan waktu pendaftaran Caleg dari seharunya tanggal 9-15 April 2013 menjadi 9-22 April 2013. “Seharusnya lembaga seprofesional seperti KPU sudah memperhitungkan bila akan terjadi perubahan tiga bulan sebelumnya. Berarti hal ini, bukti ada kelemahan di dalam KPU,” ungkapnya.

Sebenarnya dengan bertambahnya dua partai peserta Pemilu yakni PBB dan PKPI itu sendiri tak perlu memengaruhi memundurkan batas waktu pendaftaran caleg. “Di sini Komisi II sudah memanggil, sekarang sedang melihat di mana letak yang akan ada perunbahan lagi di KPU tersebut,” jelas Ganjar.

Pesanan Parpol. Di samping karena adanya pertambahan peserta Pemilu, kabarnya perpanjangan batas waktu pendaftaran Caleg di KPU juga dikarenakan adanya pesanan dari partai penguasa. Marsinton mengatakan adanya intervensi pada KPU bisa saja dilakukan oleh partai yang berkuasa saat ini, termasuk diundurnya pendaftaran Caleg oleh KPU. Apalagi belum lama ini, Demokrat baru melaksanakan Kongres Luar Biasa untuk memilih Ketua Umum. Maklum, setiap Caleg yang akan didaftarkan ke KPU harus mendapat persetujuan dan tandatangan dari Ketua Partai. “Mengapa keprofesionalan KPU bisa diatur-atur seperti itu. Kalau begitu, kualitas Pemilu pun diragukan. Kita ragu dengan suasana demokrasi yang tertuju pada kesiapan Pemilu. Karena kualitas demokrasi itu baik, bukan hanya Parpolnya saja yang baik. Penyelenggara Pemilu juga harus baik, agar hasilnya juga lebih baik,” tegasnya.

Menurut sebuah sumber partai penguasa meminta semacam dispensasi kepada KPU sebelum terbitnya PKPU 6/2013 tanggal 11 maret 2013. Saat itu Demokrat masih bingung karena belum memiliki ketua umum yang akan menandatangani pendaftaran Bacaleg.  Kabarnya, partai itu kerepotan bila harus mempersiapkan KLB untuk memilih ketua umum yang baru, tetap tidak akan bisa mengejar jadwal pencalegan yang ditutup KPU pada tanggal 15 April 2014. Sumber itu menduga adanya balas budi yang dilakukan KPU pada salah satu petinggi partai yang sedang menjadi menteri, yakni Amir Syamsuddin yang telah memberikan proteksi hukum pada KPU dan membentuk dua peraturan KPU secara tidak sah menurut hukum pada Oktober 2012. Karena itu, KPU mengganti peraturan masa pencalegan dari PKPU 18/2012 yang berisi jadwal pencalonan ditetapkan mulai tanggal 9-15 april 2013 menjadi PKPU 6/2013. Dalam PKPU 6/2013, KPU memperpanjang masa penetapan Caleg dan verifikasi pada tanggal 9-22 April 2013.

Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Amir Syamsuddin yang juga menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM membantah kabar tersebut. “Tidak benar, siapa lagi penyebar fitnah ini?” jawabnya.  Senada dengan Amir, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Bidang Eksternal dan LSM Andi Nurpati juga menampik perpanjangan waktu pendaftaran Caleg karena adanya permintaan dari Demokrat. “Dengan tegas saya katakan itu fitnah dan dipolitisir,” tegas Andi. Menurutnya, Kongres Luar Biasa (KLB) PD dilaksanakan hanya untuk memilih Ketua Umum supaya ada kepastian penggantian atau pengisian kekosongan Ketua Umum. Waktu pendaftaran Caleg KPU itu berakhir 15 April dan ada waktu itu, cukup panjang dari waktu KLB. Jadi tidak terkait dengan perubahan jadwal KPU,” tambahnya lagi.

Menanggapai kabar KPU diintervensi dari partai penguasa, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Komisioner KPU menanggapi bahwa pendaftaran tetap dilaksanakan 12 bulan sebelum pemungutan suara sesuai dengan amanat pasal 57 ayat 2 UU Nomor 8 Tahun 2012 yakni tanggal 9 April. Hanya saja diperpanjang sampai tanggal 22 April. Menurutnya, program dan jadwal penyelenggaraan Pemilu itu ditetapkan 10 Juli 2012 sehingga perubahan dianggap wajar. “Perubahan itu wajar karena adanya dinamika dalam perjalanan penyelenggaraan Pemilu,” jelasnya kepada The Politic.

Sebagai penyelenggara Pemilu, KPU ingin memberikan pelayanan yang terbaik pada peserta Pemilu baik partai politik maupun perorangan. Begitu juga pada masyarakat yang akan menggunakan hak suaranya. Semuanya berhak mendapat pelayanan yang baik dari KPU. “Jadi perubahan jadwal itu konteksnya bukan permainan politik tetapi pelayanan yang sebaik-baiknya, terutama memberikan ruang yang lebih luas kepada calon anggota DPRD. Sebab pencalonan DPRD berbeda dengan DPR. Mereka (DPRD) membutuhkan dukungan penduduk dengan sebaran minimal 50 persen kabupaten/kota di daerahnya yang dibuktikan dengan kartu tanda penduduk dan tanda tangan,” ungkapnya.

“Setelah kita hitung lagi, waktu seminggu untuk mengumpulkan dukungan dalam jumlah ribuan tidak cukup sehingga diperpanjang menjadi dua minggu,” kilahnya. Lebih lanjut Ferry juga mengatakan perubahan tahapan itu karena ada beberapa kegiatan yang belum sepenuhnya terakomodir dalam anggaran. Salah satunya pembentukan badan penyelenggara dan pelaksana Pemilu seperti panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan panitia pemungutan suara (PPS).  Sopan Sopian


***


KPU Menyerah pada Bawaslu

Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) yang sebelumnya ditolak Komisi Pemilihan UMUM (KPU) tidak masuk dalam partai peserta Pemilu 2014, kini kedua partai tersebut, bisa mengikuti Pemilu 2014. Putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang menyatakan PBB dan PKPI berhak mengikuti Pemilu 2014 membuat KPU akhirnya menyerah. Menurut Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Komisioner KPU berdasarkan Pasal 259 UU Nomor 12 Tahun 2012 dengan tegas menyatakan bahwa Keputusan Bawaslu mengenai penyelesaian sengketa Pemilu merupakan keputusan final dan mengikat. Kecuali keputusan yang berkaitan dengan verifikasi partai politik peserta Pemilu dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

Meskipun putusan peradilan yang bersifat final dan mengikat sehingga KPU berkewajiban untuk melaksanakannya, namun masih ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh oleh KPU yakni kasasi di Mahkamah Agung (MA). Tetapi, lanjut Ferry, KPU mempertimbangkan sempitnya waktu yang tersedia untuk kasasi sehingga dikhawatirkan mengganggu tahapan penyelenggaraan Pemilu yang lain. “Bagaimanapun KPU harus bekerja dengan skala prioritas. Tugas utama KPU menyelenggarakan tahapan Pemilu. Jika sengketa sudah diputus dan bersifat final dan mengikat ya harus dijalankan,” jelasnya.

Selain itu, Ferry menanggapi lemahnya bukti yang menimbulkan polemik dalam melakukan pertahanan data-data di persidangan, ia mengatakan bahwa segala upaya sudah dilakukan untuk mempertahankan proses verifikasi partai politik yang dilakukan KPU. “Bukti-bukti juga sudah kita sampaikan dalam persidangan. KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang melakukan verifikasi di daerahnya datang ke Jakarta untuk membawa bukti-bukti dan memberikan keterangan-keterangan terkait proses verifikasi administrasi dan faktual yang mereka jalankan di lapangan,” jelasnya.

KPU bicara dengan data dan fakta. Proses itu dijalankan dengan sungguh-sungguh, tidak ada rekayasa dan tidak ada yang fiktif. Hakim memiliki pertimbangan lain dan akhirnya memutus untuk mengabulkan gugatan dua partai tersebut. “Keputusan PT TUN sebagai lembaga peradilan yang memiliki wewenang memutus sengketa Pemilu di tingkat banding kita hormati,” pungkasnya. Sopan Sopian.

Tidak ada komentar: