Jurnalis Independen: Kabinet Kerja Pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla salah satu andalan yangmenjadi prioritas kerja adalah Bidang Maritim. Untuk memandegani bidang ini, sosok tokoh muda Indroyono Susilo diangkat menjadi Menteri Maritim.
Meski sempat ditawari kerja di luar negeri dengan gaji besar, putra mantan Menparpostel dan Menkopolkam Soesilo Soedarman di era Soeharto ini lebih memilih menjadi pegawai di BPPT dengan gaji yang pas-pasan. Sebelum diangkat menjadi Sesmenko Kesra RI, pakar kelautan dan penginderaan jauh (remote sensing) ini pernah menjabat sebagai Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) - DKP dan Deputi Kepala BPPT bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam.
Pada tahun 1997, kebakaran hutan melanda sejumlah wilayah di Indonesia. Efek dari bencana nasional tersebut adalah rusaknya lingkungan, terganggunya kesehatan masyarakat dan banjir protes dari negara tetangga. Dalam keadaan itu, seorang pakar remote sensing (penginderaan jauh) bernama Prof. Dr. Ir. Indroyono Soesilo, M.Sc tampil memimpin tim untuk menjinakkan api yang mengamuk di hutan Sumatera.
Tindakan yang dilakukan saat itu adalah melokalisir titik-titik api agar tidak meluas. Dengan bantuan sistem penginderaan jauh (remote sensing), suatu teknik pengamatan obyek di muka bumi tanpa kontak langsung dengan obyek, tim bergerak memadamkan api secara bertahap.
Kepakaran Indroyono di bidang penginderaan jauh (remote sensing) sudah dipupuk sejak Indroyono masih duduk di bangku SLTA di Maryland, USA. Pada satu kesempatan, ia menyaksikan slide kegiatan eksplorasi tambang tembaga di Tembagapura, Irian Jaya (Papua). Teknologi canggih yang dilihatnya itu digunakan untuk menggali kekayaan alam Indonesia.
Sejak itu, pria kelahiran Bandung, Jawa Barat, 27 Maret 1955 ini bertekad untuk menerapkan teknologi tersebut agar dapat memantau semua kekayaan alam Indonesia lewat satelit. Itulah sebabnya, ia memilih bidang remote sensing saat mengambil gelar master di Universitas Michigan, USA.
Setelah lulus dengan gelar M.Sc pada tahun 1981, alumni ITB 1979 jurusan Teknik Geologi ini tidak langsung pulang ke Tanah Air melainkan terus memperkuat ilmu ke jenjang S3 di Universitas Iowa, USA. Ia mengambil bidang Geologic Remote Sensing atas biaya Perusahaan Minyak Nasional (Permina) Foundation hingga tahun 1987. Pengalaman kerja di laboratorium dan menjadi Chief Assistant Prof. Richard Hoppin selama menempuh studi di Iowa University makin memotivasinya untuk segera menerapkan ilmunya di Tanah Air.
Setelah pulang ke Tanah Air, suami dari pakar ekonomi UMKM Dr Ir Nining Sri Astuti MA ini mulai meniti karirnya di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Indroyono sebenarnya sempat ditawari kerja dengan gaji US$ 30.000 per tahun di AS. Namun, ia lebih memilih menjadi pegawai negeri di lingkungan BPPT dengan gaji yang sangat pas-pasan. Menurut dia, gaji kecil bukan masalah, yang penting hasil-hasil karyanya bisa berguna bagi bangsa Indonesia.
Perlahan tapi pasti, putra mantan Menparpostel dan Menkopolkam Soesilo Soedarman di era
Soeharto ini mulai merintis pengembangan program remote sensing di lingkungan BPPT dan membangun industri jasa penginderaan jauh di Indonesia. Ia pernah menjadi anggota tim pembangunan stasiun bumi satelit remote sensing di Pare-Pare,
Sulawesi Selatan dan ikut mendukung pembangunan 120 pusat pengolahan data satelit remote sensing di Indonesia (1987-1992).
Setelah lulus dengan gelar M.Sc dari Universitas Michigan, USA pada tahun 1981, alumni ITB 1979 jurusan Teknik Geologi ini terus memperkuat ilmu ke jenjang S3 dengan mengambil bidang Geologic Remote Sensing di Universitas Iowa, USA
Peluang untuk membangun teknologi remote sensing di Indonesia semakin terbuka lebar tatkala ia dipercaya menduduki jabatan Kepala Sub Direktorat Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam (TISDA) Matra Dirgantara BPPT dari tahun 1995-1997. Ia diberi tugas pokok mengembangkan aplikasi teknologi remote sensing dan GIS BPPT. Karirnya pun terus menanjak dengan menduduki jabatan
Direktur Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam BPPT dan Deputi Kepala BPPT bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam.
Pada tahun 1999, Indroyono kemudian berkiprah di Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dengan menjadi Dirjen Penyerasian Riset dan Eksplorasi Laut. Jabatan terakhirnya di DKP adalah Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) yang diemban dari tahun 2001-2008.
Setelah itu, ia diangkat menjadi Sekretaris
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Sesmenko Kesra) Republik Indonesia pada 20 Juni 2008, menggantikan Prof Dr A Qodri Azizy MA yang meninggal dunia pada 19 Maret 2008. Sebagai Sesmenko Kesra, Indroyono bertanggung jawab untuk memastikan koordinasi yang sehat dan efektif antara 17 Ke
Menterian dan Badan yang mengelola masalah-masalah yang terkait dengan pembangunan berkelanjutan, pendidikan, kemiskinan, perumahan, makanan, gizi,
perempuan, anak, dan lingkungan.
Pada tahun 2011, Indroyono dipercaya pemerintah untuk mengikuti pemilihan
Direktur Jenderal FAO (Food and Argiculture Organization) periode 2012-2015 yang berlangsung di Roma pada 25 Juni-2 Juli 2011. Indroyono maju mewakili Indonesia dan negara Asean bersaing dengan 4 kandidat lain yang berasal dari Austria, Brasil, Iran dan Irak.
Ia dianggap layak mewakili Asean karena memiliki setumpuk pengalaman dan prestasi di tingkat regional dan internasional. Ia pernah menjadi wakil ketua dalam APEC Senior Official Meeting yang membahas isu-isu kelautan di tahun 2005. Ia termasuk inisiator dalam pembentukan Rencana Aksi Daerah Mengenai Pemancingan yang Bertanggung Jawab, melibatkan 10 negara di kawasan Asean serta Australia (2007) ; pernah memimpin pengelolaan konservasi sumber daya kelautan dari APEC Working Group pada 2006-2008 ; dan menjadi Ketua Delegasi Indonesia dalam konferensi-konferensi baik di tingkat regional maupun internasional.
Ayah tiga anak ini pernah terlibat secara aktif dalam mengawasi satu Proyek Studi Pemberantasan Praktek IUU Fishing di Laut Arafura pada 2008 ; menjadi delegasi Indonesia dalam Inisiatif UNEP-PBB Karbon Biru Dana FAO ; Sekretaris di Eksekutif World Ocean Conference 2009 yang menghasilkan Deklarasi Kelautan Manado ; dan sebagai penggerak utama dalam pembentukan Coral Triangle Initiative pada 2007.
Sebagai peneliti, Indroyono sudah menulis tak kurang dari 50 karya tulis ilmiah yang dimuat dalam jurnal-jurnal ilmiah nasional maupun internasional. Kerja keras itu mencapai puncaknya tatkala pria yang lahir dan dibesarkan dalam lingkungan TNI ini dikukuhkan sebagai Ahli Peneliti Utama bidang remote sensing di BPPT. Sebuah jabatan yang cukup prestisius di kalangan para peneliti.
Sederet penghargaan dari pemerintah juga sudah ia terima antara lain, penghargaan Sarwono Prawirohardjo VIII dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di tahun 2009 ; Satya Lencana Dwija Sistha RI tahun 2003 ; Penulis Inovasi Teknologi Terbaik dari Menristek tahun 2005 ; Satya Lencana Karya Satya dan Bintang Utama RI tahun 1999 ; Satya Lencana Pembangunan RI tahun 1995 dan Adhicipta Rekayasa 1993 dari Persatuan Insinyur Indonesia.
Di samping itu, Indroyono juga aktif dalam sejumlah organisasi internasional, antara lain anggota Geological Society of America ; American Society for Photo-grammetry and Remote Sensing ; American Geophysical Union dan lain-lain. Pendiri sekaligus ketua umum pertama Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN) ini sudah melakukan lebih dari 58 kali kunjungan luar negeri untuk menjalin kerja sama iptek dengan negara-negara mitra. Di tingkat nasional, ia juga menjadi Ketua Umum Ikatan Sarjana Oseanolgi Indonesia (ISOI) periode 2008-2011.
Di sela-sela kesibukannya sebagai pejabat pemerintah, Indroyono juga mendedikasikan dirinya sebagai dosen di sejumlah perguruan tinggi negeri dan swasta, seperti ITB, ITS dan TRISAKTI termasuk menjadi staf pengajar luar biasa di lingkungan SESKOAD TNI-AD Bandung dalam kurun waktu 1988-1995. Perhatian Indroyono terhadap laut pun cukup besar ditandai dengan keikutsertaannya dalam beberapa ekspedisi kelautan baik berskala nasional maupun internasional. Tercatat di antaranya ekspedisi Shinkai 6500 di Palung Jawa, Samudera Hindia, Ekspedisi Baruna Jaya dan Ekspedisi Antartika. Dalam Ekspedisi Antartika, Indro ikut berperan di belakang layar dalam mengantar tim peneliti Indonesia menancapkan merah putih di jantung benua terdingin di dunia itu dalam rangka HUT Kemerdekaan RI ke-51 dan Sumpah Pemuda 1996. Sumber TokohIndonesia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar