Kamis, 09 Oktober 2014

Jokowi-JK Tertawa Hadapi Prahara dan Penjegalan Barisan KMP

Jurnalis Independen: Utamanya Penguasa Parlemen (KMP), akan memberikan Pressure yang kuat kepada Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Hal itu bisa dipastikan lantaran Prabowo-Hatta Rajasa (Prahara) dan pendukungnya memiliki agenda besar, selain menyelamatkan kekayaan diri dan koleganya yang ada diseluruh Indonesia.


Diprediksi Pemerintahan Jokowi-JK, akan menghadapi tantangan keras dari parlemen. Terpilihnya lima elite dari partai politik Koalisi Merah Putih sebagai pimpinan DPR dan dominannya koalisi pengusung Prahara di parlemen akan menjadi ganjalan bagi Jokowi-JK dalam menjalankan program yang juga butuh persetujuan DPR.

Padahal, harapan besar disematkan masyarakat kepada Jokowi-JK. Akankah pemerintahan lima tahun ke depan berjalan mulus?

Pengamat politik Populi Center, Nico Harjanto, menyebutkan, harapan bahwa pemerintahan Jokowi-JK akan lebih stabil terancam pupus ketika gencarnya pelemahan dari lawan politik di parlemen. Beberapa bukti, koalisi Jokowi-JK mengalami kekalahan berturut-turut, mulai dari pengesahan revisi UU MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3), pengesahan RUU Pilkada, hingga pemilihan paket pimpinan di DPR dan MPR.

“Kekalahan berturut-turut itu menunjukkan bahwa Jokowi-JK nantinya akan menghadapi ‘divided government’. Situasi itu sangat mungkin menghambat program-program pembangunan. Sebab, pemerintah sangat terkait dengan DPR untuk alasan perumusan anggaran dan legislasi,” ujar Nico Harjanto peneliti CSIS Jakarta.

Nico memprediksi, efek dari manuver lawan politik Jokowi-JK ini akan sangat terasa setelah keduanya resmi dilantik pada 20 Oktober mendatang. Jokowi-JK membutuhkan persetujuan DPR untuk merevisi anggaran ataupun penerapan kebijakan terkait subsidi. Selain itu, pemerintah juga butuh bekerja sama dengan kepala daerah se-Indonesia, yang sebagian besar berasal dari partai politik KMP. Pemerintahan Jokowi-JK, kata Nico, terancam tak bertaring.
Yang lebih serius untuk waktu dekat ini, kata Nico, bahwa Syarat pelantikan Presiden Terpilih 2014-2019 Jokowi-JK adalah hadirnya seluruh pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI). Padahal, MPR telah dikuasai oleh KMP sejak Rabu, 8/10/2014 lalu.

Jika pada pelantikan yang tinggal sepuluh hari lagi itu tidak dihadiri salah satu pimpinan MPR, Jokowi-JK akan mengalami minimal penundaan atau bahkan akan “batal dilantik”.

Nico menilai, kondisi ini bisa saja dibayar mahal oleh pemerintahan Jokowi-JK dengan mengorbankan prinsip tak transaksional yang selama ini selalu dikedepankan. Menjalankan program-program, memang memerlukan proses negosiasi dan transaksi politik yang melelahkan dan Jokowi-JK harus lunak menghadapi KMP.

“Jika begitu, bisa jadi pemerintahan Jokowi-JK akan lebih disibukkan dengan urusan mendapatkan dukungan dari DPR dibanding menyelesaikan persoalan bangsa yang kompleks,” lanjut Nico.

Akibat lemahnya posisi pemerintah Jokowi-JK, juga diprediksi berimbas pada kepercayaan publik terhadap pemerintahannya. Modal kepercayaan publik dan pasar ekonomi atas kemampuan Jokowi-JK mengelola roda pemerintahan perlahan-lahan akan terkikis lantaran tidak mampu menjawab persoalan bangsa dan larut dalam transaksi politik. Nah, disitulah, ketika sampai waktu titik terlemah, yaitu dua tahun terakhir hingga tahun ketiga pemerintahan Jokowi-JK, “rencana tersembunyi” KMP mendepak secara konstitusi diwujudkan.

Slow dan Optimisme Jokowi

Meski “disandera” dengan kondisi politik, Jokowi terkesan tenang sambil menyatakan optimistismenya jika pemerintahannya akan berjalan secara baik dan benar.

“Sekali lagi ya, pemerintahan baru di bawah Jokowi-JK optimistis pengelolaan negara tetap akan berjalan baik. Jadi, jangan ada yang ragu,” ujar Jokowi di Balaikota, Jakarta, seminggu lalu.

Jokowi mengatakan, meski DPR dan MPR dikuasai KMP, ia yakin hal-hal terkait politik anggaran antara pemerintah dan DPR maupun MPR tak akan terhambat.

“Paling pengesahan anggarannya saja yang lama. Itu ndak masalah. Ya seperti di Jakarta saja. Kita (parpol pengusung Jokowi-Basuki) hanya 11 persen di parlemen, tapi ndak ada sesuatu yang masalah,” lanjut dia.

Kuncinya, ujar Jokowi, pemerintahannya akan melaksanakan program-program pro-rakyat. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah meningkat. Jika begitu, siapa yang menghalangi program itu bakalan mendapatkan sorotan publik serta dipastikan mendapat hujatan bahkan perlawanan dari seluruh Rakyat Indonesia dari Sabang sampai Papua.

“Kita sudah alami itu di Solo dan Jakarta. Asalkan program itu untuk rakyat, ndak akan ada masalah. Di situ saja prinsipnya. Masa program baik untuk rakyat ditolak? Logikanya ndak ada seperti itu,” ujar Jokowi.

Bio Data Nico Harjanto
Nico Harjanto adalah peneliti CSIS Jakarta. Menyelesaikan studi doktoral ilmu politik di Northern Illinois University, Amerika Serikat. Ia juga dikenal sebagai pollster penyelenggara jajak pendapat di Jakarta. Ia juga pernah bergabung di Operations Analyst at Thomson Reuters Australia Demographic info Sydney, Australia.JI

Tidak ada komentar: