Minggu, 26 Oktober 2014

Edhie Baskoro “Gugat” Nomenklatur Presiden Jokowi

Jurnalis Independen: Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) Ketua Fraksi Partai Demokrat, juga anak mantan Presiden dua periode Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) unjuk gigi. Ibas menggugat perubahan nama kementerian yang diajukan Presiden Joko Widodo.


Dengan berbekal tujuh point penting terkait perubahan nomenklatur kementrian yang diajukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menjadi domain Koalisi Merah Putih (KMP), Ibas menuntut Jokowi menjelaskan kepada publik secara terbuka.

Dalam siaran persnya, Ibas terkesan mulai serius mengikuti perkembangan pemerintahan Presiden Terpilih Joko Widodo-jusuf Kalla (Jokowi-Jk).

“Kami sangat paham dan menghargai hak preogratif presiden untuk menyusun kabinet, sebab saya anak presiden dua periode. Akan tetapi, muncul keresahan serta pertanyaan masyarakat yang juga perlu jawaban dan klarifikasi dari Presiden Jokowi,” katanya dalam siaran pers.

Menurut Ibas, Jokowi harus memberi klarifikasi terhadap tujuh pertanyaan yang banyak bermunculan di media cetak maupun media sosial selama beberapa hari terakhir.

Pertama, Ibas mengatakan, Jokowi perlu mengungkapkan siapa yang mengambil keputusan untuk menetapkan menteri di dalam kabinetnya. Sebab, analisanya, banyak kegiatan yang terpusat di rumah pribadi Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri menjelang pengumuman kabinet.

Putra bungsu presiden keenam Indonesia, SBY, ini menyebutkan, bila Megawati menentukan anggota kabinet, hal itu bertentangan dengan konstitusi Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar 1945. “Presiden Jokowi bisa dinyatakan melanggar konstitusi atau tindakannya bersifat inkonstitusional. Presiden Jokowi harus berterus-terang dan jangan membohongi rakyat,” katanya.

Kedua, ihwal restrukturisasi susunan kabinet, termasuk pemisahan dan penggabungan kementerian. Menurut Ibas, restrukturisasi susunan kabinet tersebut dijalankan tanpa persiapan transisi. “Apakah sudah dipikirkan implikasinya terhadap pekerjaan kementerian yang digabung dan dipisahkan tersebut?” ujarnya. Ibas mempertanyakan kerja pemerintah kalau sepanjang tahun seluruh waktu, energi, dan pembiayaan terkuras untuk penyesuaian struktur baru.

Ketiga, ihwal implikasi restrukturisaasi kabinet Jokowi terhadap APBN-P 2014 dan APBN 2015. “Sudahkah dipikirkan dan dipersiapkan semua itu? Sudahkah diketahui bahwa perubahan APBN-P 2014 dan APBN 2015 perlu dibahas dan mendapatkan persetujuan DPR RI?” katanya.

Perencanaan dan penggunaan dana APBN dengan ceroboh, kata dia, akan memungkinkan berbagai penyimpangan dan korupsi. “Sudahkan Presiden Jokowi mengetahui dan menyadari hal ini?” katanya.

Ibas berpendapat, Jokowi juga perlu mengklarifikasi poin keempat, yaitu ihwal perubahan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi dua kementerian, serta perubahan Kementerian Riset dan Teknologi menjadi Kementerian Pendidikan Tinggi dan Riset dan Teknologi. “Bagaimana pengaturan anggaran pendidikan agar mematuhi ketentuan dalam UUD 1945?” katanya.

Menurut dia, Jokowi juga perlu menjelaskan bagaimana cara menyinkronkan anggaran pendidikan yang dikelola oleh Kementerian Agama. Dia pun meragukan sinkronisasi tersebut dapat terwujud dalam APBN-P 2014 dan APBN 2015.

Kelima, Ibas meminta Jokowi juga memberi penjelasan ihwal penggabungan Kementerian Kehutanan dengan Kementerian Lingkungan Hidup. “Apa logika dan alasannya?” ujarnya.

Menurut dia, tantangan perubahan iklim secara internasional merupakan prioritas dan agenda global. Untuk mengatasinya, justru peran dan lingkup Kementerian Lingkungan Hidup di Indonesia seakan-akan dikecilkan dengan penggabungan itu. “Apa visi Presiden Jokowi menyangkut lingkungan hidup serta upaya mengatasi pemanasan global dan perubahan iklim?” katanya.

Selanjutnya, Ibas mempertanyakan penempatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementerian Perhubungan di wilayah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Maritim. “Bagaimana logikanya, Presiden Jokowi bisa menjelaskan semuanya ini?”

Terakhir, Ibas juga menyoroti pembagian tugas pejabat di lembaga kepresidenan. Menurut dia, terdapat tiga jabatan utama seperti Kepala Staf Presiden, Menteri-Sekretaris Negara, dan Sekreatris Kabinet yang perlu diamati. Dia mengatakan pembagian jabatan tersebut bisa menimbulkan konflik dan tumpang-tindih fungsi pokok.
“Benarkah struktur ini hanya untuk menempatkan seseorang yang tidak punya tempat? Apakah struktur kabinet harus menyesuaikan dengan orang atau orang harus menyesuaikan organisasi?” ujarnya.

Ibas mendesak Presiden Jokowi menjawab pertanyaan tersebut kepada publik. Dia menilai publik memahami hak konstitusional Presiden, tapi perlu mengetahui bahwa sistem kepresidenan bisa dijalankan dengan manajemen perubahan yang tepat sasaran, efektif, dan bisa terkontrol dengan baik. Ibas menantang dan meminta Presiden Jokowi tampil di hadapan publik untuk menjawab semua pertanyaan yang ia lontarkan.

- See more at: http://www.siagaindonesia.com/2014/10/edhie-baskoro-gugat-nomenklatur-presiden-jokowi#sthash.B1uWGibD.dpuf

Tidak ada komentar: