Jurnalis Independen-Jakarta: Esemka, sebuah mobil buatan Sekolah Menengah Kejuruan di Solo mendadak menjadi pemberitaan. Bukan karena desain mobil Esemka lebih baik dan sempurna dibanding mobil-mobil buatan lokal sebelumnya, namun karena mobil tersebut dibeli oleh Pak Joko Widodo - Walikota Surakarta. Sensasi?
Pabrik Mobil dan Revolusi Otomotif Nasional
Sebelum Esemka, ada banyak sekali sekolah teknik dan perguruan tinggi yang mencoba membuat sejarah otomotif nasional dengan menelurkan mobil buatan lokal.
Akan tetapi semua upaya tersebut nampaknya tidak menjadi perhatian publik apalagi pemerintah. Bagi pasar lokal, mobil adalah alat transportasi mewah yang musti hati-hati dalam membelanjakannya.
Di Indonesia, sebuah negara dimana kendaraan/transportasi pribadi lebih dominan dibanding transportasi publik maka mobil masih menjadi barang mewah.
Kepemilikan mobil masih menjadi sebuah status sosial di masyarakat Indonesia, jadi wajar saja jika akhirnya mobil buatan dalam negeri sulit menggeser mobil asing.
Secara teknologi dan teknis, bangsa Indonesia sudah sangat bisa membuat mobil sendiri.
Akan tetapi pabrik mobil bukan sekedar membuat mobil dan menjualnya. Namun mobil pabrikan adalah sebuah infrastruktur yang besar. Dari mulai suku cadang hingga service perawatan. Namun jika saja pabrikan mobil lokal berhasil dibuat, maka ini akan jadi sejarah tersendiri dunia otomotif Indonesia.
Esemka, Cuma Batu Peletakan Industri Mobil Nasional
Kembali ke Esemka, secara teknis, teknologi, dan desain, sebetulnya tidak ada yang istimewa dari mobil ini. Wajar saja jika ada banyak pendapat yang juga mempertanyakan kelayakan dan faktor keselamatan mobil ini.
Semua itu tentu saja membutuhkan proses panjang yang mustinya dilakukan sedikit demi sedikit. Masalahnya, mobil Indonesia tidak pernah beranjak maju.
Sejak awal kemunculannya, mobil buatan lokal selalu menemui jalan buntu, lalu jalan di tempat, yang kemudian hilang ditelan kemacetan mobil-mobil produksi asing.
Esemka pun bisa jadi bernasib sama, akan tetapi nasib baik dialami Esemka karena mobil ini mendekati “pejabat” negara sebagai pasar awalnya.
Sadar tidak sadar, keberuntungan atau bukan, pendekatan Esemka terhadap Joko Widodo merupakan sebuah langkah jitu untuk mengawali usaha pabrikan mobil dalam negeri.
Kenapa? Kendaraan nasional atau mobil buatan dalam negeri ternyata bukan sekedar upaya bisnis semata-mata, melainkan sebuah upaya semangat nasionalisme.
Ketika upaya ini dimulai lewat publik, maka upaya tersebut akan tersendat karena publik masih mesti bertaruh uang yang tidak sedikit untuk memiliki mobil dengan semangat nasionalis tadi.
Akan tetapi ketika semangat tersebut dilakukan dengan cara “menggandeng” pejabat negara, maka ide tersebut nampaknya akan lebih masuk akal. Dengan kata lain, trigger ini digunakan sebagai sebuah bentuk dukungan dan simpati pejabat negara kepada usaha anak bangsa.
Mobil nasional atau mobil buatan lokal, nampaknya memang musti dimulai lewat pejabat negara, bukan lewat rakyat.
Gerakan pejabat menggunakan mobil lokal tentu merupakan sebuah bukti nyata dukungan pemerintah terhadap gerakan revolusi otomotif nasional.
Mobil pejabat, adalah figur. Ketika pejabat negara diwajibkan menggunakan mobil buatan lokal untuk mobil operasional departemennya, maka secara tidak langsung pemerintah sudah menjungjung semangat membangun mobil nasional, semangat nasionalisme.
Mobil Sebagai Simbol Bangsa
Cara ini bukanlah hal baru. Di India misalnya, pejabat negara di sana diwajibkan menggunakan mobil buatan lokal yaitu Ambassador. Mobil ini aslinya tiruan buatan Inggris yaitu Morris Oxford.
Dibuat sebagai simbol budaya India. Politikus India menggunakan mobil Ambassador. Bahkan taksi di New Delhi pun masih menggunakan mobil ini. Bagi penggemar film Bollywood, mobil Ambassador pasti sering terlihat.
Sejak Esemka, sudah menjadi perhatian pemerintah dan sudah ada beberapa tokoh politik dan wakil rakyat yang membelinya, maka tidak ada salahnya jika akhirnya Esemka dijadikan piloting project untuk semangat mengembangkan mobil nasional untuk kelas pejabat negara. Kelak tidak ada lagi ribut dan hiruk-pikuk pembelian dan pemilihan mobil operasional pejabat negara.
Esemka memang butuh mendapat perombakan, baik dari sisi sistem keamanan, keselamatan, kelaikan, ekonomis, desain dan styling, hingga infrstruktur pabrikan mobil seperti layanan purna jual. Itu semua bukan hal sulit yang tidak mungkin dilakukan oleh bangsa kita.
Indonesia sudah berpengalaman dalam pabrikan aeronautika Internasional (IPTN), dan militer (PINDAD), maka bukanlah hal naif atau bermimpi jika akhirnya Indonesia mulai dengan era industri otomotif nasional. Indonesia memasuki era industri aeronautika lewat lahirnya pesawat CN-235 bernama Tetuko, upaya menjadikan CN-235 sebagai pesawat wajib milik negara sudah dilakukan pemerintah lewat Merpati Nusantara Airlines.
Sayangnya pada masa itu pesawat bukanlah sebuah transportasi publik seperti masa sekarang. Namun pelajaran CN-235 mustinya bisa dilakukan oleh Mobil Esemka, yang semoga kelak menjadi titik tonggak mobil sebagai simbol bangsa.
Selain itu, kita semua seakan lupa tentang satu hal, yaitu tentang sosok Joko Widodo yang sebenarnya merupakan tokoh masa depan yang banyak menjadi tumpuhan wong cilik. Bahwa keberadaan Jokowi merupakan sosok tokoh yang apabila segala sesuatu ditanganinya akan berubah menjadi manfaat untuk bangsa, negara dan masyarakat negeri ini.
Hal itu akan terbukti beberapa saat lagi menjelang pemilihan umum Presiden nanti. Masyarakat umum akan tahu, juga termasuk pejabat yang kini memegang kekuasaan akan melihat siapa sebenarnya sosok Satrio Piningit Joko Widodo ini.(det/mnt)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar