Jurnalis Independen: Entah ada apa di balik kasus hukum PT Indosat Mega Media (IM2). Sehingga Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) hendak melakukan klarifikasi ke Kejaksaan Agung terkait dugaan kasus korupsi penyalahgunaan frekuensi yang dituduhkan kepada PT Indosat Mega Media (IM2).
"Persoalan Indosat dan IM2 tidak bertentangan dengan undang-undang, semuanya legal. Karenanya kami akan segera melakukan klarifikasi ke Kejagung," kata Menkominfo Tiffatul Sembiring, saat Rapat Kerja antara Kominfo dengan Komisi I DPR RI terkait penyelenggaraan TV digital dan tata kelola frekuensi, di Jakarta, Rabu.
Hal ini diungkapkan Tiffatul saat menanggapi pertanyaan anggota Komisi I DPR RI Evita Nursanti yang mempertanyakan persoalan IM2 yang sedang ditangani Kejagung. Evita mempertanyakan Persoalan Indosat dan IM2 yang oleh Kejagung dinyatakan ilegal sementara pihak BRTI legal.
Sebelumnya, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menilai bahwa Indosat Mega Media (IM2) tidak melanggar UU Telekomunikasi No. 36/1999 terkait kasus penggunaan frekuensi 3G Indosat, induk usahanya karena sesuai regulasi, setiap penyelenggara telekomunikasi bisa memanfaatkan sendiri jaringan atau frekuensinya, dan bisa juga disewakan kepada orang lain.
"Sebagai penyelenggara jasa (IM2) boleh menyewa jaringan dari penyelenggara jaringan (Indosat). Itu semua tertulis di dalam UU 36/1999, PP 52/2000, PPB 53/2000, sama di KM 21/2001," kata anggota BRTI Heru Sutadi.
Senada hal itu, anggota Komisi I dari Fraksi Demokrat Roy Suryo, menyatakan dukungannya atas langkah klarifikasi Kominfo ke Kejagung. Menurutnya, bila diperlukan Kominfo bisa mendatangkan saksi ahli untuk menjelaskan persoalan yang tengah melanda salah satu operator terbesar di tanah air tersebut.
"Kami mendukung langkah Kominfo. Sebenarnya perlu diketahui, track record Denny (LSM KTI) ini tidak jelas. Saya menyarankan agar pak menteri membawa saksi ahli ke Kejagung," kata Roy Suryo.
Seperti diketahui, Indosat bersama anak perusahaannya, Indosat Mega Media (IM2), tengah tersandung kasus hukum atas dugaan penyalahgunaan jaringan bergerak seluler frekuensi 2,1 GHz/3G.
IM2 dianggap bersalah oleh Kejaksaan Agung karena tidak pernah mengikuti seleksi pelelangan pita jaringan bergerak seluler IM2-2000 pada pita frekuensi 2,1 GHz, namun telah menyelenggarakan jaringan itu melalui kerja sama yang dibuat antara IM2 dengan Indosat.
Sebelumnya Kejaksaan Agung menetapkan seorang tersangka berinisial IA. Dia dianggap terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengunaan jaringan frekuensi 2,1 Ghz/generasi ketiga (3G) PT Indosat Mega Media (IM2).
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Noor Rachmad, Rabu (18/1), penetapan tersangka IA berdasarkan hasil penyelidikan jaksa dalam kasus tersebut. Kejaksaan juga meningkatkan kasus itu dari penyelidikan ke tingkat penyidikan.
"Di dalam penyidikan itu menurut Sprtindik No PRINT-04/F.2/Fd.1/01/2012 tanggal 18 Januari 2012 telah ditetapkan tersangka inisial IA," ucap Noor.
Kasus posisi tersebut, kata Noor, bahwa PT Indosat Mega Media (IM-2) sebenarnya tidak pernah mengikuti seleksi pelelangan pita jaringan bergerak seluler IM2-2000 pada pita frekuensi 2,1 GHz. Kendati begitu PT IM2 menyelenggarakan jaringan itu melalui kerjasama yang dibuat antara PT IM-2 dengan Indosat Tbk.
"IM-2 merupakan anak usaha Indosat. Jadi sebetulnya, dia (tersangka) itu jaringannya internet. IM2 ini sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi telah menyalahgunakan jaringan bergerak seluler frekuensi 3G. Jadi dia menyalahgunakan jaringan 3G tanpa izin pemerintah," beber Noor.
Akibat perbuatan tersangka, tim penyidik Kejagung menjerat IA dengan pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor. Negara dirugikan Rp 3,8 triliun lebih dalam proyek tersebut.
Kendati demikian, Noor mengaku belum mengetahui peran IA, apakah mensubkontrakkan proyek tersebut atau juga meritelkan. "Nggak tau dia (IA) mensubkan atau meritelkan, akhirnya dia kerjasama dengan IM2. IM2 notabene tidak punya hak memanfaatkan jalur tadi, karena tidak pernah lelang, tidak pernah membayar kewajiban-kewajiban," ucapnya.
Seperti diketahui perkara ini semula ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat kini ditarik Kejagung. Pasalnya kasus tersebut terjadi tidak hanya di Jawa Barat, melainkan Indonesia.
Ada indikasi sedikitnya 280 perusahan penyedia jasa internet terancam menjadi tersangka, menyusul ditetapkannya Presiden Direktur PT Indosat Mega Media (IM-2) Indar Atmanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi senilai Rp 3,8 triliun oleh Kejaksaan Agung. Pasalnya modus yang dilakukan IM2 juga dilakukan 280 perusahaan tersebut.
"Kami khawatir Kejagung akan menjadikan kasus IM2 sebagai yurisprudensi untuk menjadikan kami tersangka," ujar Sekretaris Jenderal Masyarakat Telematika (Mastel) Mas Wigrantoro Roes Setiyadi kepada sejumlah wartawan, di Kantor Graha MIK Lantai 4, Setiabudi, Jakarta, Selasa (24/1).
Hanya, katanya, yang terjadi di PT IM2 bukan menjual jaringan bergerak seluler frekuensi 3G, seperti pemberitaan selama ini. Melainkan IM2, maupun 280 perusahaan itu hanya sebagai penyedia jasa internet.
"Menjual jasa dengan mengunakan spektrum frekwensi yang dimiliki oleh penyelengara jaringan. Penyelengara jaringan adalah Indosat, penyelenggara jasa adalah IM2 dan 280 perusahaan," ucapnya.
Oleh karena itu, Mastel dan sepuluh perwakilan organisasi di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berharap pada penyidik Kejagung agar kasus dugaan tindak pidana yang dilakukan IM2 dapat diteliti dan dikaji kembali. Selain itu juga bisa mempertimbangkan peraturan perundangan yang berlaku.
Seperti diketahui, dalam kasus dugaan korupsi penggunaan pita jaringan bergerak seluler IM2-2000 frekuensi 2,1 Ghz/generasi ketiga (3G) tersebut, penyidik telah menetapkan Indar Atmanto sebagai tersangka. Dia diduga menyalahgunakan jaringan bergerak seluler frekuensi 3G.
Dalam kasus ini, Kejagung menilai bahwa pemenang tender yaitu PT Indosat Tbk, sehingga IM2 tidak berhak menjual internet broadband frekuensi 3G. IM2 hanya memiliki izin sebagai Internet Service Provider.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar