Minggu, 22 Januari 2012

Ada Apa dengan SOPA dan PIPA? Bukti Imperialis Kapitalis?

Jurnalis Independen: Kekayaan dan kekuatan menjadi alat paling ampuh untuk memeras! Hal itu amat disadari oleh pemiliknya, termasuk pemilik tunggal jagad raya bernama Amerika Serikat dan cecereyenya. Lantaran merasa memiliki itu semua, maka barang siapa yang mencoba untuk merebutnya, akan dipaksa dengan segala cara untuk tunduk dan memberi upeti bila ingin meniru, memiliki atau mencoba memilikinya, termasuk tehnologi internet.

Gerakan black out yang dilakukan ribuan situs Internet untuk menentang Rancangan Undang-Undang Antipembajakan, Stop Online Piracy Act (SOPA) dan Protect IP Act (PIPA) yang diusung Kongres Amerika Serikat (AS) telah menarik perhatian publik dunia. Tapi sebenarnya apa itu SOPA dan PIPA itu?

RUU SOPA atau Penghentian Pembajakan Online pertama kali digulirkan oleh Kongres ke Gedung Parlemen pada 26 Oktober 2011. Aturan itu diajukan untuk memperluas kemampuan penegak hukum di AS dan pemegang hak cipta dalam melawan perdagangan hak cipta serta kekayaan intelektual melalui media online.

Dalam prakteknya Departemen Kehakiman AS dan pemegang hak cipta bisa mengajukan permohonan ke pengadilan untuk menindak suatu situs yang dianggap melanggar hak cipta. Berdasar permohonan itu pengadilan dapat menutup jalur iklan yang masuk ke situs pelanggar hak cipta, membatasi mesin pencari yang berhubungan dengan situs tersebut, sampai dengan memblokirnya. SOPA juga bisa menindak penyebaran konten yang tidak disertai izin dengan hukuman lima tahun penjara.

Bahkan SOPA memberikan kekebalan terhadap layanan Internet, seperti jaringan pembayaran online dan iklan yang secara sukarela memutuskan hubungan dengan situs pelanggar. Dia juga meminta situs tersebut bertanggung jawab atas kerugian si pemegang hak cipta.

Berbeda dengan SOPA, RUU PIPA bertama kali diusulkan pada 12 Mei 2011 oleh Senator Patrick Leahy. Beleid tersebut berisi definisi tentang pelanggaran yang disebabkan oleh pendistribusian salinan palsu atau illegal copies dan barang palsu.

Sasaran PIPA pun bukan situs yang berdomisili di AS, melainkan situs yang terdaftar dan dioperasikan dari luar negara kapitalis-imperialis sejati itu. Dengan otorisasi dari Departemen Kehakiman AS, situs pelanggar tidak akan bisa ditemukan oleh operator Internet. Bahkan penyedia transaksi keuangan, layanan iklan Internet, serta penyedia layanan Internet akan dilarang melakukan transaksi keuangan dengan situs tersebut dengan cara menghapus tautannya.

Selain itu mesin pencari seperti google.com akan diperintahkan menghapus atau menonaktifkan akses ke domain tersebut.

Rencananya anggota dewan akan melakukan pemungutan suara terkait dengan RUU tersebut pada 24 Januari nanti. Sedangkan untuk SOPA, Kongres masih harus melakukan rapat dengar pendapat dengan anggota dewan.

Terkait SOPA dan PIPA, Situs jejaring sosial Facebook tidak akan menghitamkan halaman situsnya untuk menentang rancangan undang-undang anti-pembajakan, Stop Online Piracy Act (SOPA) dan Protect IP Act (PIPA). Meski begitu, bukan berarti Facebook tidak peduli terhadap materi yang tertuang di dalam rancangan ketentuan tersebut.

Melalui akun pribadinya, pendiri Facebook, Mark Zuckerberg, mengungkapkan pendapatnya tentang aturan tersebut. Kata Zuck, Internet merupakan perangkat yang kita miliki yang berkekuatan besar untuk menciptakan dunia lebih terbuka dan saling terhubung. Karena itu, suatu aturan yang buruk tidak bisa dibiarkan begitu saja masuk ke dalam jejaring Internet.

"Facebook menentang SOPA dan PIPA, dan kami akan terus menentang setiap hukum yang bakal mencederai Internet," tulis Zuck di dinding Facebook-nya.

Sejalan dengan pemikiran penciptanya, Facebook pun memberi pernyataan serupa. Dalam laman Anti-Picary Bills, Facebook beranggapan pembajakan secara online dan pelanggaran hak cipta merupakan satu masalah serius dan dapat menimbulkan dampak ekonomi.

"Akan tetapi, kami percaya kalau PIPA dan SOPA yang diusulkan oleh Kongres bukan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah ini karena RUU ini bisa menyebabkan kerusakan besar yang berdampak kepada Internet," tulis Facebook.

Saat ini banyak situs yang berfungsi sebagai pendorong utama inovasi, pencipta lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi abad 21. Karena aturan itu membuat aturan yang terlalu luas, Facebook khawatir nantinya akan menghambat inovasi, pertumbuhan, dan investasi perusahaan. Facebook berpendapat SOPA-PIPA bisa menciptakan masalah bagi perusahaan Internet serta bisa menghambat kebebasan berekspresi dan melemahkan perkembangan Internet.

SOPA-PIPA pertama kali dimunculkan pada 26 Oktober 2011. Pada 16 November dan 15 Desember 2011, beleid tersebut telah dibahas oleh Komisi Hukum di Kongres Amerika. Aturan yang akan kembali digodok pada Januari 2012 ini bertujuan memberantas penjarahan film-film Amerika, musik, buku, atau menulis di world wide web (www).

Sebenarnya, munculnya UU SOPA-PIPA, harus dijadikan sebagai lecutan dan momentum negara-negara gaptek untuk mencipta sendiri "server" dan tidak bergantung kepada negara Kapitalis-Imperialis sejati seperti AS, bila perlu lakukan pemboikotan seluruh produk negara lintah darat itu

Tidak ada komentar: