Senin, 30 Januari 2012

Komisi III Bantah Bahas Isu "Keretakan dan Linglungnya" KPK Terkait Penanganan Kasus Cek Perjalanan (Nunun-Miranda), Wisma Atlet (Anas-Nazar?) dan Century (Robert T-Sri M-Boediono?)

Jurnalis Independen: Dari sekian banyak kasus yang ditangani KPK, ada beberapa kasus besar seperti Kasus Cek Perjalanan dengan tersangka (Nunun-Miranda), Wisma atlet (Nazar-Anas?), Boilout Bank Century (Robert Tantular-Sri M-Boed?) yang menjadi perhatian publik. Terkait tiga kasus besar itu, menyeruak isu personel KPK "retak dan linglung". 
Karenanya, Anggota Komisi III DPR, Syarifuddin Suding mengatakan pihaknya akan memanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (6/2) mendatang. Menurut Suding, pemanggilan itu sudah diagendakan sebelumnya untuk mengevaluasi kinerja lembaga itu dalam menangani kasus-kasus besar seperti Wisma Atlet, Bank Century serta berbagai kasus aktual lainnya.

"Jadi tidak ada kaitannya dengan isu perpecahan di tingkat pimpinan. Memang sudah diagendakan dan pembahasannya tidak lepas kasus Century, Wisma Atlet dan kasus besar lainnya," kata Suding kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Selasa (31/1).

Dijelaskan, Komisi III tidak akan terlalu jauh mengorek keterangan termasuk perkembangan suatu kasus yang tengah ditangani KPK.
"Karena itu bagian dari strategi penegakan hukum, itu strategi masing-masing. Kita tidak mau jauh mengorek bukti yang dikumpulkan," ujarnya.

Di lain sisi, Suding tidak ingin putusan yang diambil pimpinan KPK dalam suatu kasus harus dilakukan secara voting. "Ini bukan lembaga politis," tegasnya.

Syarifuddin Suding menyatakan adalah hal wajar terjadi perbedaan pandangan dalam melihat suatu kasus oleh pimpinan KPK.  "Bagi saya perbedaan pandangan dan pendapat unsur pimpinan KPK dalam proses penanganan hukum merupakan hal yang wajar. Kalau dua sarjana hukum bertemu bisa menghasilkan tiga pendapat," tegasnya.

"Saya harapkan pimpinan KPK tidak melakukan voting. Karena dalam UU KPK, itu bersifat kolektif kolegial," pungkasnya.

Sementara itu masih dari gedung DPR, Adang Daradjatun, suami Nunun, salah satu tersangka kasus Cek Perjalanan "balas budi" terpilihnya Miranda menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGSBI), enggan berkomentar banyak tentang status Miranda sebagai tersangka. Dia sengaja bersikap kompak dengan Nunun yang selama ini juga adem ayem dengan status tersangka Miranda tersebut. Padahal, saat istrinya ditangkap KPK, Adang berkoar Miranda layak jadi tersangka.

"Terserah KPK, saya tidak akan komentar," ujar Adang. Ucapan tersebut berbalik 180 derajat dengan konferensi pers dia dua hari setelah Nunun dipulangkan dari Thailand. Saat itu Adang membeber kedekatan istrinya dengan Miranda lengkap foto-fotonya. Dia juga menyebut Miranda adalah otak di balik pembagian cek perjalanan dalam pemilihan DGS BI.

Begitu juga saat ditanya bagaimana perasaan Adang setelah KPK "mengabulkan" ucapannya untuk menjadikan Miranda sebagai tersangka. Mantan Wakapolri itu memilih tetap "kikir" pada wartawan untuk bicara dan mengaku tidak ada yang istimewa dengan hal tersebut. "Itu urusan KPK," katanya singkat.

Sebelumnya Mulyaharja, kuasa hukum Nunun, mengungkapkan bahwa pihak keluarga tidak terlalu peduli dengan status baru Miranda. Bagi mereka, fokus kali ini hanya berkaitan dengan kesehatan Nunun supaya kuat menjalani proses hukum.
"Keinginannya, perkaranya segera disidangkan," ucap dia.

Mulyaharja juga mengatakan, ditetapkannya Miranda sebagai tersangka adalah hak KPK. Apalagi, pengetahuan Nunun terhadap Miranda sebatas mengenalkan ke anggota DPR di rumah Nunun. Setelah itu, Mulyaharja menyebut Nunun tidak ikut campur tentang tindak lanjut pertemuan tersebut. (jpn/mnt)

Tidak ada komentar: