Jurnalis Independen: Sudah menjadi tren bahwa anggota DPR terkenal sebagai birokrat
ulung. Sebagai birokrat ulung mereka tahu persis cara membuat anggaran
dan melakukan tipuan. Seperti kasus pengadaan kalender senilai Rp. 1,3
miliar untuk 560 anggota dewan yang masing-masing akan mendapatkan 20
eksemplar.
“Kan kita yang orang awam sudah bisa menghitung. 1,3 Miliar tinggal dibagi 1120. Jatuhnya Rp 116 ribu per kalendernya, itu kalender macam apa?” kata Ustadz Fauzan Al Anshari Ketua Lembaga Pengkaji Syariat Islam, kepada Eramuslim.com, Kamis (19/01/2012).
Ia mengatakan tidak heran melihat fenomena ini. Aksi mark up di DPR telah mendarah-daging sejak lama. Dan itu semua bermula saat negara ini menjadikan Demokrasi sebagai sistemnya. Maka tak pelak, biaya mahal demokrasi untuk mengantarkan mereka ke Senayan, membuat anggota dewan memutar otak untuk mengembalikannya.
“Orang kemudian menjadikan demokrasi sebagai mesin uang bagaimana ia mendapatkan uang-uang haram itu dari komisi dan sumber suap lainnya,” tambahnya.
Lantas mampukah KPK mengatasi ini semua? “Kasus wisma atlet dan Bank Centurk yang nilainya jauh lebih besar saja jika tidak tertangani, yang kecil-kecil juga mungkin terlupakan,” tandasnya.
Memasuki awal tahun baru 2012, para anggota DPR kembali disorot. Seperti biasa, sorotan ini berkaitan dengan proyek di DPR yang cenderung memboroskan anggaran negara. Setidaknya, ada sejumlah proyek kontroversial yang dilakukan oleh para anggota dewan seperti anggaran perawatan gedung Dewan senilai Rp. 500 miliar. Renovasi uang banggar sejumlah 20 miliar.
Papan selamat datang DPR yang tidak tanggung-tanggung, mencapai Rp 4,8 miliar rupiah. Bahkan hanya untuk merenovasi toilet pun memakan biaya Rp 2 miliar dengan alokasi Rp 9 juta per toiletnya. (emi/mnt)
“Kan kita yang orang awam sudah bisa menghitung. 1,3 Miliar tinggal dibagi 1120. Jatuhnya Rp 116 ribu per kalendernya, itu kalender macam apa?” kata Ustadz Fauzan Al Anshari Ketua Lembaga Pengkaji Syariat Islam, kepada Eramuslim.com, Kamis (19/01/2012).
Ia mengatakan tidak heran melihat fenomena ini. Aksi mark up di DPR telah mendarah-daging sejak lama. Dan itu semua bermula saat negara ini menjadikan Demokrasi sebagai sistemnya. Maka tak pelak, biaya mahal demokrasi untuk mengantarkan mereka ke Senayan, membuat anggota dewan memutar otak untuk mengembalikannya.
“Orang kemudian menjadikan demokrasi sebagai mesin uang bagaimana ia mendapatkan uang-uang haram itu dari komisi dan sumber suap lainnya,” tambahnya.
Lantas mampukah KPK mengatasi ini semua? “Kasus wisma atlet dan Bank Centurk yang nilainya jauh lebih besar saja jika tidak tertangani, yang kecil-kecil juga mungkin terlupakan,” tandasnya.
Memasuki awal tahun baru 2012, para anggota DPR kembali disorot. Seperti biasa, sorotan ini berkaitan dengan proyek di DPR yang cenderung memboroskan anggaran negara. Setidaknya, ada sejumlah proyek kontroversial yang dilakukan oleh para anggota dewan seperti anggaran perawatan gedung Dewan senilai Rp. 500 miliar. Renovasi uang banggar sejumlah 20 miliar.
Papan selamat datang DPR yang tidak tanggung-tanggung, mencapai Rp 4,8 miliar rupiah. Bahkan hanya untuk merenovasi toilet pun memakan biaya Rp 2 miliar dengan alokasi Rp 9 juta per toiletnya. (emi/mnt)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar