Jurnalis Independen: Dalam literatur Psikologi Islam, gagasan liberal ternyata bukan saja
terkait problematika pemikiran, namun juga mental. Mental yang sakit
akan membuat seseorang mudah terjebak dalam corak berfikir menyimpang.
Artinya mental yang kuat akan sangat menentukan untuk membentuk iman
yang sehat.
Profesor Syamsu Yusuf adalah Guru Besar Bimbingan dan Konseling Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung yang sangat concern mengkaji hal ini. Tidak hanya itu, Prof. Syamsu juga merupakan salah satu pakar yang memfokuskan diri untuk mengkaji masalah Mental Hygiene (Kesehatan Mental) khususnya dalam frame atau perspektif Islam.
Di tengah kesibukannya, aktivis Institut Pemikiran Islam dan Pembangunan Insan (PIMPIN), Rushdie Kasman, berhasil mewawancarai Prof. Syamsu (panggilan akrab) tentang kepribadian sekularis dalam perspektif Psikopatologi Islam.
Bisa Anda Jelaskan Makna Mental Hygiene?
Mental hygiene merupakan proses atau upaya yang dilakukan untuk menjaga dan merawat mental seseorang, dan mental hygiene itu sendiri memiliki fungsi biasanya dalam lingkup pendidikan, di antaranya fungsi preventif atau pencegahan, perbaikan atau ameliorative dan suportif atau pengembangan. Kesehatan mental sendiri memiliki keterkaitan dengan penyesuaian diri, yaitu penyesuaian diri yang normal (well adjustment) yang berlawanan dengan maladjustment.
Apa perbedaan mental hygiene dengan Psikopatologi?
Psikopatologi merupakan bagian dari mental hygiene. Psikopatologi merupakan indikasi mental yang tidak sehat.
Apa yang menjadi ciri individu yang sehat mental?
Sebagaimana disebutkan tadi, individu yang sehat mental apabila mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, terhindar dari gangguan jiwa (neurosis). Neurosis atau gangguan jiwa itu berbeda dengan sakit jiwa atau psikosis, selain itu ciri mental yang sehat jika individu mencapai kebahagian pribadi dan orang lain.
Bagaimana ciri mental hygiene dalam perspektif Islam?
Kalau dalam Islam, mental hygiene didasarkan pada al Qur’an dan hadits. Ciri orang yang memiliki kesehatan mental di antaranya, jujur, tidak iri, saling menolong, rajin beribadah. Initnya, orang yang memiliki mental yang sehat apabila mengikuti perintah Allah dan Rasulnya.
Saat ini, sebagian besar umat Islam telah terjangkit virus sekuler-liberal, bagaimana hal ini ditinjau dari perspektif mental hygiene (berperspektif Islam)?
Mental itu kan terkait dengan cara atau pola berpikir. Islam itu adalah agama yang menyeimbangkan antara duniawi dan ukhrawi. Oleh karena itu, segala sikap dan perilaku maupun tindakan yang kita lakukan seharusnya diseimbangkan antara duniawi dan ukhrawi jangan dipisahkan. Pemisahan antara duniawi dan ukhrawi inilah yang disebut dengan sekuler. Jadi kita umat Islam saat ini hanya merasa menjadi muslim ketika berada dalam Masjid, namun setelah keluar dari masjid kita bebas melakukan maksiat.
Terkait perilaku sekularis dan liberalis, itu kan bertentangan dengan ajaran Islam. perlu saya tegaskan kembali, faktor mental juga erat kaitannya dengan cara berpikir, jika hal itu (cara berpikir) diarahkan pada cara yang salah menurut Al Qur’an dan Hadits, misalnya perilaku sekularis dan liberalis yang selalu atau mencoba memisahkan hal-hal yang bersifat duniawi dan ukhrawi maupun merubah hukum-hukum Tuhan, maka dalam perspektif Islam itu dapat dikategorikan sakit mental.(emi/mnt)
Profesor Syamsu Yusuf adalah Guru Besar Bimbingan dan Konseling Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung yang sangat concern mengkaji hal ini. Tidak hanya itu, Prof. Syamsu juga merupakan salah satu pakar yang memfokuskan diri untuk mengkaji masalah Mental Hygiene (Kesehatan Mental) khususnya dalam frame atau perspektif Islam.
Di tengah kesibukannya, aktivis Institut Pemikiran Islam dan Pembangunan Insan (PIMPIN), Rushdie Kasman, berhasil mewawancarai Prof. Syamsu (panggilan akrab) tentang kepribadian sekularis dalam perspektif Psikopatologi Islam.
Bisa Anda Jelaskan Makna Mental Hygiene?
Mental hygiene merupakan proses atau upaya yang dilakukan untuk menjaga dan merawat mental seseorang, dan mental hygiene itu sendiri memiliki fungsi biasanya dalam lingkup pendidikan, di antaranya fungsi preventif atau pencegahan, perbaikan atau ameliorative dan suportif atau pengembangan. Kesehatan mental sendiri memiliki keterkaitan dengan penyesuaian diri, yaitu penyesuaian diri yang normal (well adjustment) yang berlawanan dengan maladjustment.
Apa perbedaan mental hygiene dengan Psikopatologi?
Psikopatologi merupakan bagian dari mental hygiene. Psikopatologi merupakan indikasi mental yang tidak sehat.
Apa yang menjadi ciri individu yang sehat mental?
Sebagaimana disebutkan tadi, individu yang sehat mental apabila mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, terhindar dari gangguan jiwa (neurosis). Neurosis atau gangguan jiwa itu berbeda dengan sakit jiwa atau psikosis, selain itu ciri mental yang sehat jika individu mencapai kebahagian pribadi dan orang lain.
Bagaimana ciri mental hygiene dalam perspektif Islam?
Kalau dalam Islam, mental hygiene didasarkan pada al Qur’an dan hadits. Ciri orang yang memiliki kesehatan mental di antaranya, jujur, tidak iri, saling menolong, rajin beribadah. Initnya, orang yang memiliki mental yang sehat apabila mengikuti perintah Allah dan Rasulnya.
Saat ini, sebagian besar umat Islam telah terjangkit virus sekuler-liberal, bagaimana hal ini ditinjau dari perspektif mental hygiene (berperspektif Islam)?
Mental itu kan terkait dengan cara atau pola berpikir. Islam itu adalah agama yang menyeimbangkan antara duniawi dan ukhrawi. Oleh karena itu, segala sikap dan perilaku maupun tindakan yang kita lakukan seharusnya diseimbangkan antara duniawi dan ukhrawi jangan dipisahkan. Pemisahan antara duniawi dan ukhrawi inilah yang disebut dengan sekuler. Jadi kita umat Islam saat ini hanya merasa menjadi muslim ketika berada dalam Masjid, namun setelah keluar dari masjid kita bebas melakukan maksiat.
Terkait perilaku sekularis dan liberalis, itu kan bertentangan dengan ajaran Islam. perlu saya tegaskan kembali, faktor mental juga erat kaitannya dengan cara berpikir, jika hal itu (cara berpikir) diarahkan pada cara yang salah menurut Al Qur’an dan Hadits, misalnya perilaku sekularis dan liberalis yang selalu atau mencoba memisahkan hal-hal yang bersifat duniawi dan ukhrawi maupun merubah hukum-hukum Tuhan, maka dalam perspektif Islam itu dapat dikategorikan sakit mental.(emi/mnt)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar