Jurnalis Independen-Jerusalem: Sekelompok tentara fanatik Angkatan Udara Israel (IAF), Rabu (4/1), mengancam akan mengundurkan diri dari program perekrutan jika mereka harus berbaur dengan perempuan selama bertugas.
Protes tersebut muncul setelah kepala rabbi di IAF, Moshe Raved, mundur dari jabatannya, Selasa (3/1), karena para tentara fanatik tidak diberi alasan untuk menghindari acara resmi yang melibatkan perempuan sebagai pembicara atau tamu.
Dua peristiwa tersebut meningkatkan perdebatan sengit yang telah terjadi antara kelompok masyarakat sekuler dan fanatik mengenai aturan hukum agama Yahudi Halaka di negara Yahudi modern.
Para tentara tersebut berasal dari program perekrutan Shahar dan batalion khusus Pasukan Pertahanan Israel (IDF), yang keduanya secara kuat mengartikan aturan agama tersebut dengan melarang para pria mendengarkan suara perempuan bernyanyi, karena dianggap sebagai daya tarik seksual.
Meskipun memiliki dapur halal, memberi keleluasaan tak bekerja pada hari Sabat dan memberikan waktu ibadah tiga kali sehari, IDF juga menyediakan makanan yang diperiksa secara khusus serta memberikan waktu lebih untuk berdoa dan belajar ilmu agama bagi para tentara.
"Kami akan mencari cara untuk keluar dari IDF karena kami telah dikhianati," kata salah seorang tentara fanatik, Rabu (4/1).
Namun, salah seorang anggota pasukan itu menuduh kedua kejadian tersebut digerakkan oleh sejumlah elemen dari komunitas ultra-ortodoks, yang menentang kelompok pasukan tersebut masuk dalam dinas militer.
Ketegangan semakin menjadi antara kelompok fanatik dan sekuler setelah serangkaian peristiwa, termasuk penolakan empat calon perwira, yang terjadi beberapa bulan lalu. Tapi mereka tetap bertugas dalam sebuah kegiatan wajib yang menampilkan sejumlah perempuan penyanyi. Keempatnya dipecat dari program pelatihan karena penolakan mereka, kendati salah seorang diterima lagi.
Sejumlah kelompok HAM mengeluhkan kejadian yang mereka anggap sebagai bentuk ketidaksetaraan gender di Israel. kelompok tersebut mengatakan kelompok fanatik berusaha memaksa kaum perempuan keluar dari lingkungan tentara.
Sebelumnya rencana militer Israel untuk membentuk komando baru yang bertugas melancarkan misi jauh di luar perbatasan Israel sampai Ahad telah menebar keingintahuan mengenai potensi operasi mendatang dan orang yang dipilih untuk memimpinnya.
Menteri Pertahanan Ehud Barak dan Kepala Staf Letnan Jenderal Benny Gantz mengatakan komando baru tersebut, yang akan dinamakan "Depth Corps", akan dipimpin oleh Mayor Jenderal (Purn.) Shai Avital --mantan komandan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) yang telah pensiun selama hampir satu dasawarsa.
Satuan baru tersebut akan terdiri atas satuan pasukan khusus yang ada --Sayeret Matkal dari Angkatan Darat, Shaldaq dari Angkatan Udara, dan Flotilla 13 SEAL dari Angkatan Laut-- dan akan mengawasi serta mengkoordinasikan operasi rahasia mereka.
Sebagaimana dikutip media setempat, beberapa sumber militer, menyatakan mereka tak puas dengan dipilihnya Avital daripada perwira aktif saat ini, demikian laporan Xinhua --yang dipantau ANTARA di Jakarta, Senin. Itu, kata mereka, mengisyaratkan persahabatannya dengan Barak adalah bagian dari alasan ia dipilih.
Namun Gantz pada Ahad (18/12) mencela pengeritik keputusan tersebut, dan mengatakan, "Penunjukan militer dilandasi atas pertimbangan strategis yang transparan. Kami hanya memilih orang yang paling cocok," kata situs berita Ynet.
Pembentukan satuan baru itu dilakukan di tengah kehebohan laporan media baru-baru ini mengenai kemungkinan serangan Israel terhadap Iran guna menggagalkan program nuklirnya yang kontroversial.
"Tugas utama Korps tersebut ialah memperluas operasi gabungan IDF hingga memasuki kedalaman yang strategis," demikian isi pernyataan IDF.(ant/mnt)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar