Kamis, 19 Januari 2012

KPK Sebatas Komisi Pemeriksa Korupsi

KPK Kembali Periksa Wa Ode NurhayatiJurnalis Independen-Jakarta: Bermacam kasus tindak kejahatan korupsi telah ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, banyak juga dari tersangka yang telah masuk dalam jeruji besi, tetapi sesuaikah waktu, tenaga dan biaya yang dikeluarkan oleh KPK dengan hukuman para pelaku tindak kejahatan yang membuat negara ini kolap dan menjadikan rakyat semakin sengsara ini. Perhatikan! bahkan ada kasus yang masa hukumannya tak lebih dari seperempat dari masa penyidikan yang dilakukan KPK.



Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali akan periksa Anggota DPR-RI Wa Ode Nurhayati (WON) sebagai tersangka kasus suap pembahasan dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID).

"WON akan diperiksa sebagai tersangka untuk kasus PPID", kata Kabag Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha, di Jakarta, Jumat.

Politisi dari fraksi PAN tersebut diduga terkait pengalokasian anggaran PPID sebesar Rp40 miliar untuk tiga kabupaten di Nangroe Aceh Darusalam.***

Sefa Yolanda, staf pribadi anggota DPR Wa Ode Nurhayati, membantah dana dalam rekening miliknya adalah titipan Wa Ode, tersangka kasus dugaan suap Badan Anggaran DPR.

Hal itu disampaikan Sefa saat dirinya kembali diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (5/1), sebagai saksi Wa Ode.

Sefa diperiksa karena sebelumya Wa Ode menyebut seluruh transaksi keuangannya dikelola oleh Sefa. Wa Ode ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait daerah di tiga kabupaten di Aceh. Wa Ode diduga menerima dana sebesar Rp 6 miliar dari Haris Andi Suharman yang ditransfer sebanyak sembilan kali ke rekening Sefa Yolanda.  Hal ini dibantah oleh Wa Ode.

Hingga saat ini Wa Ode belum ditahan walau sudah berstatus tersangka.(ADO)

Mantan terpidana kasus suap cek pelawat, Agus Chondro, Jumat (6/1), akan menjalani pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Agus memastikan memenuhi panggilan itu.

"Iya saya diperiksa hari ini, tapi paling saya tiba pukul 13.00 WIB soalnya berangkat dari Pekalongan," kata Agus melalui pesan singkatnya, Jumat (6/1). Agus diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Nunun Nurbaeti.

Pemeriksaan kali ini merupakan yang kesekian kalinya untuk Agus. Agus sendiri merupakan terpidana sekaligus whistle blowers (pembuka) kasus ini. Dari hasil keterangannya, puluhan anggota DPR RI periode 1999-2004 dipenjara lantaran menerima suap berupa cek pelawat terkait pemenangan Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004 lalu.***

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku belum mendapatkan informasi mengenai asal dana cek pelawat. Bahkan, informasi mengenai itu tidak didapatkan dari tersangka Nunun Nurbaeti sekalipun.


"Ibu Nunun memang belum memberikan informasi dan data mengenai siapa pemilik dana itu. Belum sampai ke sana," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi, di kantornya, Kamis (5/1).


Terkait dengan pengembangan kasus itu sendiri, KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap anggota DPR-RI, Emir Moeis. Namun, Emir mangkir dari panggilan tersebut. "Saya belum tahu ketidakhadiran beliau ini sudah ada konfirmasi atau belum, kenapa yang bersangkutan tidak hadir ke KPK," kata Johan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa saksi untuk kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia (DGSBI) 2004 dengan tersangka Nunun Nurbaeti. Kali ini, KPK memeriksa mantan anggota DPR periode 2004-2009 dari Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDIP) Dudhie Makmun Murod.

Namun, politikus PDIP  yang diperiksa selama lebih dari dua jam itu enggan berkomentar mengenai pemeriksaannya hari ini.

"Tanya saja ke KPK. Semua sudah saya serahkan ke KPK," kata Dudhie di gedung KPK, Jakarta, Rabu (11/1).

Dudhie merupakan mantan terpidana dalam kasus suap cek pelawat kepada sejumlah anggota DPR RI periode 1999-2004 yang telah divonis dua tahun penjara oleh pengadilan Tipikor pada Mei 2010 lalu. Dhudie mendapatkan pembebasan bersyarat dengan surat keputusan No.PAS.2.XIII.2847 tahun 2011 yang terbit tanggal 15 Maret 2011, Pada 27 April 2011 lalu.(MEL)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan kembali memanggil mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) Miranda Swaray Goeltom pada Selasa (10/1). Dalam agenda pemanggilan itu, Miranda akan diperiksa oleh penyidik KPK. Status Miranda  masih sebagai saksi untuk tersangka Nunun Nurbaetie dalam kasus suap cek pelawat kepada sejumlah anggota DPR.

"Kita akan panggil Miranda Gultom besok," kata juru bicara KPK Johan Budi, Senin (9/1). Menurut Johan, Miranda dijadwalkan diperiksa pada Selasa pagi, yakni sekitar pukul 09.00 WIB.

Setelah menangkap Nunun, KPK mulai gencar mengembangkan kasus suap cek pelawat. Sebelumnya, Nunun ditetapkan tersangka oleh KPK pada 24 Februari 2011. Dia diduga berperan memberikan 480 lembar cek pelawat senilai Rp 24 miliar. Cek itu diberikan kepada sejumlah anggota Komisi Perbankan DPR periode 1999-2004 melalui Arie Malangjudo. Pemberian cek itu diduga terkait dengan pemilihan DGS BI yang akhirnya dimenangkan Miranda pada 2004.***

Usai diperiksa selama tiga jam oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus suap cek pelawat, Adang Daradjatun mengakui bahwa dia dicecar pertanyaan soal mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS-BI) Miranda S Goeltom oleh penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Adang diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi bagi tersangka kasus suap cek pelawat, Nunun Nurbaetie, yang tidak lain adalah istrinya sendiri. Adang sendiri mulai diperiksa sejak pukul 10.00 WIB hingga pukul 13.00 WIB.

Dalam penyidikan tersebut, Adang ditanyai soal Miranda, termasuk apakah mengenal Miranda atau tidak. "Ya saya jawab kenal lah, masak tidak kenal," kata Adang di kantor KPK, Jakarta, Selasa (17/1).

Selain itu, Adang juga ditanya waktu pertama kali mengetahui kasus suap cek pelawat yang menjadikan istrinya sebagai tersangka itu. Adang mengaku kalau ia mulai tahu kasus itu sejak Nunun diperiksa pertama kali oleh KPK tahun 2010. Namun, Adang mengaku sama sekali tidak ditanya soal kasus cek pelawat. "Oh nggak ditanya kalau itu," ujarnya.

Saat ditanya wartawan apakah ia meminta Fraksi ABRI pada 2004 lalu untuk memilih Miranda sebagai DGS BI di 2004, Adang membantahnya. Menurutnya, hal tersebut sangat tidak mungkin dilakukannya. "Logikanya bagaimana saya bisa minta ke Fraksi ABRI untuk memilih seseorang," katanya.***




Tidak ada komentar: