Kamis, 19 Januari 2012

Denny Indrayana: Soal Temuan Baru Mesuji, Polisi Banyak Bohongnya! Akibatnya, "Revolusi" bergolak di Mesuji

Jurnalis Independen-Jakarta: Saat berita ini diturunkan sedang terjadi "Revolusi" (demo) warga Mesuji lantaran setelah sekian lama beberapa pihak melakukan klarifikasi dilapangan, ternyata Bupati Mesuji masih juga belum menghentikan proses kegiatan pertambangan dan pencabutan ijin pertambangan, hal itu membuat warga kembali meradang. Keadilan susah ditegakkan di bumi jika korupsi kolusi dan nepotisme merajalela. Satu-satunya jalan ternyata adalah "revolusi" seperti yang dilakukan warga di Mesuji.

Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) menemukan video peristiwa terbunuhnya Made Aste, di Desa Pelita Jaya, Register 45, Kabupaten Mesuji, Lampung. Saat tertembak, lelaki 40 tahun itu ternyata tidak membawa parang. Hal ini berbeda dengan laporan resmi polisi yang mengatakan Made ditembak karena menyerang dan membacok AKPB Priyo Wira Nugraha yang memimpin penertiban oleh tim terpadu pada 6 November 2010.
Wakil Menteri Hukum dan HAM yang juga Ketua TGPF, Denny Indraya menyebutkan justru parang yang ada dalam genggaman Made diletakkan oleh salah seorang anggota tim terpadu. Temuan berbeda kematian Made ini terekam dalam video berdurasi 6 menit 31 detik yang diperoleh TGPF selama melakukan penyelidikan.

Dalam salah satu bagian, seseorang terlihat memasangkan parang di tangan Made yang tengah sekarat. Setelah itu pimpinan tim membuat laporan pada seseorang melalui telepon genggamnya. "Ya gimana bang saya mau dibacok," ujar lelaki berkaos hitam itu sambil tersenyum.


Dalam perbincangan dengan Tempo di ruang kerjanya, Kamis 18 Januari 2012, Denny menceritakan fakta baru itu. Menurut dia perlakuan tim gabungan ketika itu sudah sangat tidak pantas. Setelah Made Aste tertembak itu tidak ada yang melakukan langkah-langkah penyelamatan. "Jadi kesimpulan kami memang ada pelanggaran HAM," ujar Denny.


Denny lantas menceritakan bagaimana TGPF bekerja dan akhirnya mendapatkan cerita lain peristiwa tragis yang dialami Made saat tim terpadu --terdiri dari polisi, pengamanan perusahaan, TNI, BPN, Dinas Kehutanan, dan pemda- menggusur warga dari lahan sengketa itu. Berikut petikan perbincangan dengan Wakil Menteri Hukum dan HAM.



Temuan TGPF di Mesuji, ada kesan tim lebih fokus pada peristiwa di register 45?
Sebenarnya kami tidak hanya fokus ke Register 45 itu. Ada 150 halaman laporan. Jadi sebaiknya mengatakan fokus pada satu lokasi itu setelah membaca laporan.


Ada yang berkomentar harusnya rekomendasi tim membuat badan ini, badan itu. Ya, sebenarnya itu semua ada di laporan.


Mungkin karena hal lain belum terungkap saat konferensi pers lalu?Ruang koran itu tiga kolom sekian, tapi laporan kami ada 150 halaman. Terus disimpulkan yang kalau kira-kira itu jadi setengah halaman laporan.


Yang menarik sebenarnya banyak, dan ada di laporan TGPF itu. Ada aparat yang terima uang, pelanggaran HAM, rekayasa, keterlibatan pamswakarsa, keterlibatan aparatur, masalah tanah. Banyak kok. Tapi yang menarik itu yang masalah.


Yang disebut tentang pelanggaran HAM itu hanya satu dari sekian banyak yaitu tentang kematian Made Aste. Ini tim pencari fakta. Makanya kemudian ada dugaan pelanggaran HAM di register 45 karena memang faktanya begitu.


Kenapa di dua lokasi lain
Kawasan konflik dengan PT BSMI di Desa Sri Tanjung, Lampung dan daerah Sodong, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan-- tidak ada, karena kami tidak menemukan di sana. Di sisi lain yang merasa melanggar fakta mengatakan tidak melanggar hukum. Sama jawaban saya. Karena tim menemukan dugaan pelanggaran HAM di lokasi itu. Di dua lokasi lain itu tidak ada.


Seperti apa temuan tim di register 45 itu?
Di register 45 itu ada video yang berbeda dengan video yang selama ini lebih sering dijadikan dasar bahwa Made Aste itu, ditembak karena membawa parang dan mengancam aparat. Selama ini terlihat melalui video 14 detik.


Sementara ada video lain yang lebih panjang yang menunjukkan bahwa saat ditembak Made tidak membawa apa-apa dan ada yang meletakkan (parang). Video itu jernih.


Jadi kita mengatakan ini perlu didalami oleh lembaga yang berwenang mengatakan ini pelanggaran HAM, yaitu Komnas HAM. Videonya sudah diserahkan ke Komnas Rabu malam.

Dalam TGPF bukankah juga ada dari kepolisian?

Ya ada, dan sama. Karena kami menemukan data, ya kami sampaikan. Ada yang merespon mestinya temuan tim adalah adanya video tanpa melakukan evaluasi. Saya bilang gak bisa. Dimana-mana tim pencari fakta itu pasti melakukan evaluasi. Tidak bisa kami cuma mengatakan tim menemukan video yang baru, titik.


Tim menemukan video yang menggambarkan bahwa ada potensi, indikasi rekayasa saat Made Aste tertembak, terkait dengan kemungkinan sebenarnya dia tidak membawa senjata. Bahwa sebenarnya dia tidak melawan petugas. Dan video lain yang sengaja dipotong menunjukkan dia membawa senjata. Apa yang sebenarnya ditunjukkan video yang lebih panjang itu dilupakan.


Dalam tim pencari fakta ada unsur dari Mabes Polri, apa tanggapan mereka?
Kami bekerja profesional. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Semua dibahas bersama dan kemudian disepakati. Tidak lebih tidak kurang. Fakta yang ditemukan ditulis yang tidak ditemukan tidak ditulis. Fakta yang tidak ditemukan tidak dilaporkan, yang ditemukan dilaporkan. Simple saja.



Bagaimana video itu akhirnya sampai di tangan tim?
Kami mendapatkan fakta yang lebih panjang itu terkait dengan cara investigasi tim dan tidak perlu juga diketahui. Tapi bahwa kami menemukan video yang belum pernah ditemukan. Saya merasa suatu kehormatan bagi tim karena akhirnya ada kepercayaan untuk mendapatkan itu. Dan kami merasa perlu menyampaikannya. Bahwa dalam penyampaian nanti ada bias itu resiko iklim demokrasi karena orang merasa paling tau.


Dari temuan tim, posisi Made sebelum akhirnya tertembak?
Itu tidak tergambar. Video itu tidak menggambarkan itu.

Bagimana dengan perberdaan fakta dengan keterangan polisi?
Ya video awal dan video yang kami temukan memang menunjukkan perbedaan. Kami tidak bisa juga mengatakan bahwa polisi yang meletakkan parang. Tapi tentu tak terhindari bahwa polisi yang berada paling depan.


Kalau dilihat video itu maka semua yang ada di video itu melakukan pembiaran. Setelah Made aste tertembak itu tidak ada yang melakukan langkah-langkah penyelamatan oleh semua unsur yang ada di situ. Jadi kesimpulan kita memang ada pelanggaran HAM.


Anggaplah saat tertembak Made membawa parang. Setelah dia tertembak dan masih hidup buktinya tidak ada yang membawa ke rumah sakit. Kalaupun dia membawa parang dia tetap harus dibawa ke rumah sakit dan tidak dibiarkan. Apalagi kemudian video itu menunjukkan setelah ditembak Made tidak membawa senjata. Yang terlihat di video itu orang meletakkan senjata di tangannya.


Itulah kenapa kami harus memaparkan temuan video ini, karena kebenarannya menunjukkan demikian. Bahwa kemudian ada pihak yang merasa tersudutkan kami tidak menyudutkan mereka. Kami menyudutkan orang yang salah, itu saja. Tentunya dari fakta yang dimiliki.


Beberapa hari setelah tertembak, jenazah Made langsung di-ngaben-kan. Seperti apa temuan tim?
Tidak bisa diverifikasi, tidak bisa dikonfirmasi. Masih berbeda-beda dan belum ada kesimpulan. Ada yang mencurigai bahwa proses pengabenan itu untuk menghilangkan bukti, tapi ada juga yang mengatakan bahwa itu proses yang harus dilalui.


Ya kita bisa saja bercuriga, tetapi kesimpulan yang bulat itu belum bisa disebutkan.


Bagaimana dengan surat pernyataan penolakan otopsi oleh keluarga?
Ya termasuk itu. Untuk menyatakan itu murni atau tidak agak tidak mudah. Mencurigai keluarga Made dipaksa, tidak bisa juga.


Apakah benar surat itu dibuat jauh setelah kematian?
Iya sudah lama, sudah lama sekali (surat ditandatangani 24 Desember 2011). Ada satu, bahwa bisa saja bercuriga itu ada rekayasa. Salah satu yang mendorong bahwa surat ini rekayasa dan segala macam adalah informasi bahwa made itu ditembak kepalanya. Ada satu orang mengatakan bahwa setelah diangkat ke mobil pick up kepalanya ditembak dari dagu. Mungkin karena itulah polisi segera mengabenkan dia, dan itulah polisi kemudian meminta keluarga menandatangani tidak perlu ada otopsi. Tapi kami tidak menemukan gambaran informasi itu.


Jadi atas dugaan itu kami tidak bisa menyimpulkan mengenai surat otopsi itu. Kami tidak bisa mencurigai, tapi bahwa otopsi tidak dilakukan iya. Nah itupun harus disampaikan dengan fair karena itu fakta yang harus ditunjukkan.


Seperti apa temuan ada aliran duit yang diterima polisi untuk penertiban?
Tim menemukan dari berbagai sumber, dokumen, surat-surat, wawancara, dan pengaduan yang ditemukan di lapangan. Ada SK pemda yang mengatakan tim itu biayanya ditanggung perusahaan. Ada kuitansi, tandatangan penerimaan. Ada informasi wawancara yang diakui. Sederhananya kami menyampaikan berdasarkan apa yang kami temukan.


Dalam surat, uang itu untuk apa?
Detailnya mesti dicek dulu, dan nanti bisa dilihat. Dan akan disampaikan.


Artinya penertiban itu didukung oleh pemerintah dan dibiayai perusahaan?
Beda-beda di tiap lokasi. Ada tiga lokasi --kawasan register 45 dengan PT Siva Inhutani, Desa Sri Tanjung dengan PT BSMI, dan Desa Sodong dengan PT SWA--. Tidak bisa dikatakan ada biaya tim terpadu di setiap lokasi. Yang ada SK bupati itu di BSMI, dan bukan di register 45.(tem/mnt)

Tidak ada komentar: