Pertama. Terhadap Pribadi Aktivis: Tidak dapat menilai dan mengambil suatu pelajaran.
Orang yang sombong dan merasa diri lebih tinggi dari hamba-hamba Allah lainnya, secara sadar ataupun tidak, seolahl-olah menantang kedudukan uluhiyah (sifat ketuhanan), dan Allah pasti akan memberikan hukuman kepadanya. Hukuman yang pertama yakni dia akan terhalang dari kemampuan menilai dari mengambil pelajaran. Ia akan berpaling dari tanda-tanda kekuasaan Allah dalam jiwa dan alam semesta. Firman-Nya:
Padahal mereka yang dihalangi oleh Allah untuk melihat dan memetik pelajaran, maka mengakibatkan kebinasaan dan kerugian yang sangat jelas. Mereka akan terus menerus berada dalam lumpur aib serta tenggelam dalam dosa sampai akhir hayatnya.
Rasulullah shallahu alaihi wassalam bersabda,
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumidan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal..." Sampai firman Allah, "...Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari api Neraka". (QS. Ali Imran [3] : 190-191)
Kemudian Rasulullah shallahu alaihi wassalam bersabda, "Celakalah bagi orang yang membaca ayat ini, tetapi dia tidak mau memikirkannya".
Firman-Nya:
Kedua: Terhadap Amal Islami.
Sedikitnya Para Pendukung dan Timbulnya Perpecahan dan Cerai Berai.
Terjadinya hal seperti itu merupakan hal yang lumrah, sebab hati manusia cenderung tidak menyukai, bahkan membenci orang yang takabbur, angkuh, lagi menyombongkan diri atau merasa paling tinggi dan lebih mulia. Karena dengan sikap takabburnya itu dia melakukan penghinaan dan merendahkan orang lain.
Dengan demikian, sangat wajar jika dia itu akan dijauhi oleh orang, dan tidak mendapatkan sokongan atau simpati dari khalayak. Selain itu juga anggota harakah akan lebih mudah dilanda perpecahan dan perselisihan, terutama dengan anggota yang benar-benar tulus dan ikhlas serta tanpa pamrih. Bila telah mencapai tahap ini, maka amal Islami yang tengah mereka upayakan dengan sendirinya akan lebih mudah diluluhkan, atau paling tidak, akan terhambat lajunya.
Al-Qur'an sebenarnya telah memperhatikan masalah tersebut, yaitu saat menjelaskan mengenai sikap kaum munafik.
Firman-Nya:
Rasulullah shallahu alaihi wasslam bersabda,
"Dan sesungguhnya Allah mewahyukan aku agar kalian saling merendahkan hati, sehingga tidak ada sesorang yang merasa bangga diatas orang lain, dan seseorang tidak menindas yang lain." (HR. Muslim)
Terhalang dari Pertolongan dan Dukungan Allah.
Ketentuan Allah sudah pasti bahwa Dia tidak akan memberi pertolongan dan dukungan kepada orang yang takabbur atau besar kepala pada saat dia menghadapi kesulitan dan kekurangan. Pertolongan Allah berkait erat dengan tingkat kepatuhan kita terhadap-Nya. Inilah yang dipahamkan dari firman Allah, "Dan sesungguhnya Allah telah menolong kalian dalam Perang Badar, padahal (ketika itu) kamu merupakan orang-orang yang dalam keadaan lemah..." (QS. Ali Imran [3] :123)
Kedua, membiasakan diri mengunjungi orang-orang sakit, melihat orang yang sekarat, tertimpa bencana, ikut serta mengiringi jenazah, dan berziarah kubur. Hal demikian juga akan mampu menggerakkan hati kita untuk kembali kepada Allah dengan bertawadhu.
Ketiga, memutuskan hubungan persahabatan dengan para mutakabbirin dan menerjunkan diri ke tengah-tengah pergaulan dengan orang-orang yang rendah hati dan khusyu dapat mengembalikan cahaya dirinya yang telah hilang dan menimbulkan kembali sinar fitrah jiwanya seperti ketika ia dilahirkan.
Keempat, duduk bersama kaum dhuafa, fakir miskin, dan orang-orang cacat, dan makan dan minum bersama mereka, sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah shallahu alaihi wassalam, para sahabat, serta para ulama salaf, akan dapat mendidik jiwa kita menghilangkan perilaku takabbur sekaligus menuntunnya kembali ke arah yang benar.
Kelima, kita harus senantiasa mentafakuri (memikirkan) karunia dan nikmat Allah yang telah dilimpahkan, baik terhadap diri kita maupun terhadap alam raya yang terhampar di sekeliling kita, baik yang besar maupun yang kecil. Misalnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, siapakah yang mendatangkan itu semua? Kemudian siapakah yang berkuasa mencabutnya kembali? Metode ini akan memberikan manfaat bagi orang-orang yang memiliki sikap takabbur.
Keenam, kita harus senantiasa mengkaji dan mengambil ibrah (pelajaran) dari kisah-kisah hidup manusia yang pernah berlaku sombong di dunia ini, seperti Namrud, Fir'aun, Haaman, Qarun, Abu Jahal, Ubay bin Khalaf, atau para diktator , serta orang-orang yang melampui batas lainnya. Begitu pula dengan kisah si raja takabbur, iblis laknatullah. Bagaimanakah akhir hidup mereka? Dan kemanakah tempat kembali mereka? Kisah-kisah semacam ini banyak terdapat di dalam al-Qur'an, Sunnah Nabi, dan buku-buku sejarah biografi para salaf. Wallahu'alam.
Orang yang sombong dan merasa diri lebih tinggi dari hamba-hamba Allah lainnya, secara sadar ataupun tidak, seolahl-olah menantang kedudukan uluhiyah (sifat ketuhanan), dan Allah pasti akan memberikan hukuman kepadanya. Hukuman yang pertama yakni dia akan terhalang dari kemampuan menilai dari mengambil pelajaran. Ia akan berpaling dari tanda-tanda kekuasaan Allah dalam jiwa dan alam semesta. Firman-Nya:
ذَلِكَ مِنْ أَنبَاء الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيْكَ وَمَا كُنتَ لَدَيْهِمْ إِذْ أَجْمَعُواْ أَمْرَهُمْ وَهُمْ يَمْكُرُونَ ﴿١٠٢﴾
"Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di
bumi yang mereka melaluinya, sedangkan mereka berpaling darinya.” (QS. Yusuf [12] : 105)Padahal mereka yang dihalangi oleh Allah untuk melihat dan memetik pelajaran, maka mengakibatkan kebinasaan dan kerugian yang sangat jelas. Mereka akan terus menerus berada dalam lumpur aib serta tenggelam dalam dosa sampai akhir hayatnya.
Rasulullah shallahu alaihi wassalam bersabda,
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumidan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal..." Sampai firman Allah, "...Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari api Neraka". (QS. Ali Imran [3] : 190-191)
Kemudian Rasulullah shallahu alaihi wassalam bersabda, "Celakalah bagi orang yang membaca ayat ini, tetapi dia tidak mau memikirkannya".
Timbulnya Kegelisahan dan Keresahan Jiwa
Dampak kedua dari sikap takabbur adalah timbulnya keresahan da
kegelisahan jiwa. Ia ingin agar orang lain senantiasa menundukkan kepala
kepadanya. Jika dia tidak mendapatkan perlakuan seperti itu, ia gelisah
dan resah. Maha Benar Allah yang berfirman:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا
"Dan barngsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya bagi penghidupan yang sempit..." (QS. Thaha [20] : 124)
لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَمَن يُعْرِضْ عَن ذِكْرِ رَبِّهِ يَسْلُكْهُ عَذَابًا صَعَدًا ﴿١٧﴾
"Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan Tuhannya, niscaya akan dimasukkan-Nyake dalam azab yang berat." (QS. Jin [72] : 17)
Konsisten Dengan Aib dan Kekurangan
Pengaruh buruk yang ketiga dari sikap takabbur adalah konsisten
dengan aib dan kekurangannya, sebab orang yang takabbur itu menyangka
bahwa dia telah mencapai kesempurnaan dalam segala hal. Dia enggan
mengeroksi diri untuk mengenal kepastian kemampuan dan meluruskan
hal-hal yang perlu diperbaiki. Dia sukar menerima nasihat dan petunjuk
dari orang lain. Orang semacam itu akan tetap tenggelam dalam aib dan
kekurangan sampai akhir hayatnya, kemudian akan kekal dalam neraka.Firman-Nya:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ
أَعْمَالًا ﴿١٠٣﴾ الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا ﴿١٠٤﴾
"Katakanlah, 'Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang
orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang
telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka
menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya." (QS. al-Kahfi [18] : 103-104)
بَلَى مَن كَسَبَ سَيِّئَةً وَأَحَاطَتْ بِهِ خَطِيئَتُهُ فَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ ﴿٨١﴾
"Bukanlah demikian, yang benar, barangsiapa yang berbuat dosa dan
diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di
dalamnya." (QS. al-Baqarah [2] : 81)Kedua: Terhadap Amal Islami.
Sedikitnya Para Pendukung dan Timbulnya Perpecahan dan Cerai Berai.
Terjadinya hal seperti itu merupakan hal yang lumrah, sebab hati manusia cenderung tidak menyukai, bahkan membenci orang yang takabbur, angkuh, lagi menyombongkan diri atau merasa paling tinggi dan lebih mulia. Karena dengan sikap takabburnya itu dia melakukan penghinaan dan merendahkan orang lain.
Dengan demikian, sangat wajar jika dia itu akan dijauhi oleh orang, dan tidak mendapatkan sokongan atau simpati dari khalayak. Selain itu juga anggota harakah akan lebih mudah dilanda perpecahan dan perselisihan, terutama dengan anggota yang benar-benar tulus dan ikhlas serta tanpa pamrih. Bila telah mencapai tahap ini, maka amal Islami yang tengah mereka upayakan dengan sendirinya akan lebih mudah diluluhkan, atau paling tidak, akan terhambat lajunya.
Al-Qur'an sebenarnya telah memperhatikan masalah tersebut, yaitu saat menjelaskan mengenai sikap kaum munafik.
Firman-Nya:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا يَسْتَغْفِرْ
لَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ لَوَّوْا رُؤُوسَهُمْ وَرَأَيْتَهُمْ يَصُدُّونَ
وَهُم مُّسْتَكْبِرُونَ ﴿٥﴾
"Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Marilah (beriman agar
Rasulullah memintakan ampunan bagimu, mereka membuang muka mereka, dan
kamu lihat mereka berpaling sedang mereka menyombongkan diri". (QS. al-Munafiqun [63] : 5)Rasulullah shallahu alaihi wasslam bersabda,
"Dan sesungguhnya Allah mewahyukan aku agar kalian saling merendahkan hati, sehingga tidak ada sesorang yang merasa bangga diatas orang lain, dan seseorang tidak menindas yang lain." (HR. Muslim)
Terhalang dari Pertolongan dan Dukungan Allah.
Ketentuan Allah sudah pasti bahwa Dia tidak akan memberi pertolongan dan dukungan kepada orang yang takabbur atau besar kepala pada saat dia menghadapi kesulitan dan kekurangan. Pertolongan Allah berkait erat dengan tingkat kepatuhan kita terhadap-Nya. Inilah yang dipahamkan dari firman Allah, "Dan sesungguhnya Allah telah menolong kalian dalam Perang Badar, padahal (ketika itu) kamu merupakan orang-orang yang dalam keadaan lemah..." (QS. Ali Imran [3] :123)
Cara Mengatasi Takabbur.
Pertama, kita harus senantiasa mewaspadai akibat-akibat buruk yang
dapat ditimbulkan oleh sikap takabbur ini, baik terhadap diri pribadi
ataupun terhadap amal Islami yang tengah kita upayakan, serta aneka
konsekuensinya bagi kita, baik akibat duniawi ataupun ukhrawi.
Sebagaimana yang telah dikemukakan. Dengan senantiasa mewaspadainya,
insya Allah kita akan mampu menangkal setiap serangan penyakit tersebut
datang, serta akan dapat memotivasi jiwa kita untuk senantiasa
menghindarinya.Kedua, membiasakan diri mengunjungi orang-orang sakit, melihat orang yang sekarat, tertimpa bencana, ikut serta mengiringi jenazah, dan berziarah kubur. Hal demikian juga akan mampu menggerakkan hati kita untuk kembali kepada Allah dengan bertawadhu.
Ketiga, memutuskan hubungan persahabatan dengan para mutakabbirin dan menerjunkan diri ke tengah-tengah pergaulan dengan orang-orang yang rendah hati dan khusyu dapat mengembalikan cahaya dirinya yang telah hilang dan menimbulkan kembali sinar fitrah jiwanya seperti ketika ia dilahirkan.
Keempat, duduk bersama kaum dhuafa, fakir miskin, dan orang-orang cacat, dan makan dan minum bersama mereka, sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah shallahu alaihi wassalam, para sahabat, serta para ulama salaf, akan dapat mendidik jiwa kita menghilangkan perilaku takabbur sekaligus menuntunnya kembali ke arah yang benar.
Kelima, kita harus senantiasa mentafakuri (memikirkan) karunia dan nikmat Allah yang telah dilimpahkan, baik terhadap diri kita maupun terhadap alam raya yang terhampar di sekeliling kita, baik yang besar maupun yang kecil. Misalnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, siapakah yang mendatangkan itu semua? Kemudian siapakah yang berkuasa mencabutnya kembali? Metode ini akan memberikan manfaat bagi orang-orang yang memiliki sikap takabbur.
Keenam, kita harus senantiasa mengkaji dan mengambil ibrah (pelajaran) dari kisah-kisah hidup manusia yang pernah berlaku sombong di dunia ini, seperti Namrud, Fir'aun, Haaman, Qarun, Abu Jahal, Ubay bin Khalaf, atau para diktator , serta orang-orang yang melampui batas lainnya. Begitu pula dengan kisah si raja takabbur, iblis laknatullah. Bagaimanakah akhir hidup mereka? Dan kemanakah tempat kembali mereka? Kisah-kisah semacam ini banyak terdapat di dalam al-Qur'an, Sunnah Nabi, dan buku-buku sejarah biografi para salaf. Wallahu'alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar