Jurnalis Independen: Koordinator Jaringan Papua Damai, Peter Neles
Tebay menyatakan hingga saat ini rasa saling tidak percaya antara
pemerintah pusat dan orang asli Papua masih sangat tinggi.
Menurut Peter Neles Tebay, jika rasa saling curiga ini terus ada maka
dialog untuk mencari solusi bagi Papua tidak akan terwujud. Untuk itu,
kata Neles diperlukan pertemuan tertutup antara masyarakat Papua dengan
pemerintah.
Peter Neles Tebay mengatakan, "Perlu ada pertemuan-pertemuan tertutup antara orang-orang Papua dan orang-orang dari Jakarta untuk berdiskusi, berdiskusi tentang dialog, berdiskusi tentang aspek-aspek pembangunan di Papua, hanya diskusi saja untuk mengikis rasa curiga dan tidak percaya ini. Coba mulai membangun pemahaman yang sama tentang konflik-konflik di Papua, masalah-masalah yang harus diselesaikan di Papua, jangan dulu solusinya.
Pertemuan itu penting baik Jakarta maupun Papua , pemerintah atau orang Papua mempunyai pemahaman yang sama tentang situasi di Papua, itu dulu."
Dewan Pakar The Habibie Center Indria Samego mengatakan kondisi saling tidak percaya ini telah mengakibatkan komunikasi yang tidak efektif di antara kedua belah pihak.
Situasi seperti ini kata Indria dikhawatirkan akan berlangsung juga dalam bentuk lain pada generasi muda dimana persepsi generasi muda Jakarta bisa terpengaruh oleh persepsi negatif orang dewasa disekitar mereka tentang Papua.
Untuk menghindari hal tesebut maka The Habibie Center bekerja sama dengan USAID dan Serasi mengadakan lokakarya pendidikan yang diselenggarakan di empat Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jakarta dan juga di Papua.
Dalam acara tersebut para siswa dibekali dengan materi pendidikan mengenai kemajemukan bangsa Indonesia, masyarakat dan sejarah Papua, stereotip dan media massa sebagai sarana komunikasi antar kelompok.
Lokakarya pendidikan ini kata Indria bertujuan untuk membangun kesepahaman yang lebih baik antara generasi muda di Jakarta dan di Papua.
Indria Samego menjelaskan, "Anak-anak muda (harus) diberi pemahaman tentang komunikasi antarbudaya itu supaya mis-persepsi diganti oleh kesepahaman."
Sejumlah pelajar yang mengikuti lokakarya pendidikan ini mengaku memiliki pandangan berbeda soal Papua setelah mengikuti kegiatan tersebut.
Belina, seorang pelajar mengatakan, "Papua lihatnya mereka terpencil. Salah satu pembicara kan orang Papua juga terus sempat kaget karena dia S3 di Roma, waah ternyata orang Papua hebat, ada yang lebih hebat dari kita di Jakarta."
Pelajar lainnya, Mira berkomentar, "Kalau Papua tadinya kita melihatnya cuma pulau pemberontak gitu tapi tahunya kalau kita lihat dalam-dalamnya gitu banyak banget keindahannya. Terus daya juang buat sekolah, anak-anaknya juga lebih tinggi dari kita yang hidup di kota. Perjuangan mereka yang namanya transportasi kan masih terbatas banget kemudian jalan berkilo-kilo daripada kita di sini kan gampang transportasinya."
Direktur Eksekutif The Ridep Institute, Amirudin al Rahab mengungkapkan kegiatan ini sangat baik untuk membangun kesepahaman yang lebih baik antara generasi muda di Jakarta dan di Papua demi harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara di masa mendatang.(fat/voa/mnt)
Peter Neles Tebay mengatakan, "Perlu ada pertemuan-pertemuan tertutup antara orang-orang Papua dan orang-orang dari Jakarta untuk berdiskusi, berdiskusi tentang dialog, berdiskusi tentang aspek-aspek pembangunan di Papua, hanya diskusi saja untuk mengikis rasa curiga dan tidak percaya ini. Coba mulai membangun pemahaman yang sama tentang konflik-konflik di Papua, masalah-masalah yang harus diselesaikan di Papua, jangan dulu solusinya.
Pertemuan itu penting baik Jakarta maupun Papua , pemerintah atau orang Papua mempunyai pemahaman yang sama tentang situasi di Papua, itu dulu."
Dewan Pakar The Habibie Center Indria Samego mengatakan kondisi saling tidak percaya ini telah mengakibatkan komunikasi yang tidak efektif di antara kedua belah pihak.
Situasi seperti ini kata Indria dikhawatirkan akan berlangsung juga dalam bentuk lain pada generasi muda dimana persepsi generasi muda Jakarta bisa terpengaruh oleh persepsi negatif orang dewasa disekitar mereka tentang Papua.
Untuk menghindari hal tesebut maka The Habibie Center bekerja sama dengan USAID dan Serasi mengadakan lokakarya pendidikan yang diselenggarakan di empat Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jakarta dan juga di Papua.
Dalam acara tersebut para siswa dibekali dengan materi pendidikan mengenai kemajemukan bangsa Indonesia, masyarakat dan sejarah Papua, stereotip dan media massa sebagai sarana komunikasi antar kelompok.
Lokakarya pendidikan ini kata Indria bertujuan untuk membangun kesepahaman yang lebih baik antara generasi muda di Jakarta dan di Papua.
Indria Samego menjelaskan, "Anak-anak muda (harus) diberi pemahaman tentang komunikasi antarbudaya itu supaya mis-persepsi diganti oleh kesepahaman."
Sejumlah pelajar yang mengikuti lokakarya pendidikan ini mengaku memiliki pandangan berbeda soal Papua setelah mengikuti kegiatan tersebut.
Belina, seorang pelajar mengatakan, "Papua lihatnya mereka terpencil. Salah satu pembicara kan orang Papua juga terus sempat kaget karena dia S3 di Roma, waah ternyata orang Papua hebat, ada yang lebih hebat dari kita di Jakarta."
Pelajar lainnya, Mira berkomentar, "Kalau Papua tadinya kita melihatnya cuma pulau pemberontak gitu tapi tahunya kalau kita lihat dalam-dalamnya gitu banyak banget keindahannya. Terus daya juang buat sekolah, anak-anaknya juga lebih tinggi dari kita yang hidup di kota. Perjuangan mereka yang namanya transportasi kan masih terbatas banget kemudian jalan berkilo-kilo daripada kita di sini kan gampang transportasinya."
Direktur Eksekutif The Ridep Institute, Amirudin al Rahab mengungkapkan kegiatan ini sangat baik untuk membangun kesepahaman yang lebih baik antara generasi muda di Jakarta dan di Papua demi harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara di masa mendatang.(fat/voa/mnt)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar