Jurnalis Independen-Jakarta: Lembaga Swadaya Masyarakat Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Indonesia (Fitra) menyatakan anggaran negara pada tahun 2011 masih tak menggubris tentang kesejahteraan rakyat.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) dalam catatan
akhir tahunnya menyatakan anggaran negara pada tahun 2011 dinilai masih
mengabaikan kesejahteraan rakyat.
Sekretaris Jenderal Fitra, Yuna Farhan menjelaskan hal tersebut disebabkan adanya pembajakan anggaran yang dilakukan para elit politik dan birokrat. Mereka kata Yuna telah menghamburkan uang rakyat untuk kepentingan mereka.
Menurutnya, pembajakan anggaran itu juga dikonfirmasi dengan sejumlah kasus korupsi yang bermuara ke persoalan anggaran negara. Lebih lanjut Yuna mengatakan terjadinya pembajakan anggaran ini dikarenakan lemahnya penegakan hukum dan kondisi penganggaran di DPR, Kementerian dan Partai Politik yang masih tertutup.
"Kita selama 2011 mencatat kasus suap Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi itu merupakan praktek mafia anggaran yang betul-betul terjadi di Badan Anggaran. Begitu juga dengan Nazaruddin. Kasus Nazaruddin juga melibatkan anggota badan anggaran di mana disitu juga mafia anggaran bekerja untuk memburu rente anggaran.
Yang kedua, pembajakan ini juga ditunjukan dengan usulan pembangunan gedung DPR walaupun ditolak, itu merupakan upaya pembajakan anggaran oleh elit dan belanja perjalanan dinas yang kita temukan penyimpangan perjalanan dinas terjadi di 4 Kementerian Lembaga dengan total penyimpangan hampir Rp 83 milliar," papar Yuna Farhan.
Yuna menambahkan, pembajakan anggaran tersebut berimplikasi terhadap berbagai hal, di antaranya kebijakan anggaran pendidikan dan kesehatan yang saat ini masih tidak efektif.
Di sektor kesehatan contohnya, pemerintah kata Yuna telah melakukan pelanggaran Undang-Undang tentang Kesehatan, karena tidak memenuhi lima persen anggaran kesehatan yang ada. Anggaran pemerintah pada tahun 2011 ini hanya mencapai 1,94 persen dengan total anggaran sebesar Rp 27,6 triliun.
Untuk itu, menurut Yuna, harus ada pembenahan melalui jaminan keterbukaan penganggaran melalui perubahan Undang-undang Keuangan Negara. Selain itu, Presiden DPR juga harus menjadi lokomotif dalam kebijakan anggaran yang lebih efektif serta tidak menikmati fasilitas negara yang berasal dari uang rakyat.
Yuna Farhan menambahkan, "Begitu juga dengan anggaran gizi buruk yah. Catatan kita hanya 51 ribu per kasus gizi buruk. Kita banyangkan itu sangat sedikit sekali. Nah untuk anggaran pendidikan yang sama juga terjadi. Dari sisi alokasinya, hampir separuh dari anggaran pendidikan itu yah habis untuk biaya pegawainya."
Sementara itu, Anggota Komisi Anggaran DPR Arif Budiman membantah jika penganggaran di DPR dilakukan secara tertutup. Menurutnya setiap penganggaran yang dilakukan oleh DPR dilakukan secara terbuka.
Arief mengakui adanya target dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara yang tidak terpenuhi seperti yang terkait dengan biaya modal dan penerimaan pajak. Dan ini kata Arief juga berdampak kepada kesejahteraan rakyat.
Untuk itu menurut Arif diperlukan partisipasi dari seluruh pihak terkait perencanaan pembangunan.
"Artinya proses perencanaan itu harus menangkap aspirasi dari masyarakat, kebutuhan dari masyarakat, infrastruktur, misalnya kebutuhan pelayanan kesehatan yang baik dan murah, kebutuhan kualitas pendidikan dasar yang murah dan baik," demikian menurut Arif Budiman.(fat/voa/mnt)
Sekretaris Jenderal Fitra, Yuna Farhan menjelaskan hal tersebut disebabkan adanya pembajakan anggaran yang dilakukan para elit politik dan birokrat. Mereka kata Yuna telah menghamburkan uang rakyat untuk kepentingan mereka.
Menurutnya, pembajakan anggaran itu juga dikonfirmasi dengan sejumlah kasus korupsi yang bermuara ke persoalan anggaran negara. Lebih lanjut Yuna mengatakan terjadinya pembajakan anggaran ini dikarenakan lemahnya penegakan hukum dan kondisi penganggaran di DPR, Kementerian dan Partai Politik yang masih tertutup.
"Kita selama 2011 mencatat kasus suap Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi itu merupakan praktek mafia anggaran yang betul-betul terjadi di Badan Anggaran. Begitu juga dengan Nazaruddin. Kasus Nazaruddin juga melibatkan anggota badan anggaran di mana disitu juga mafia anggaran bekerja untuk memburu rente anggaran.
Yang kedua, pembajakan ini juga ditunjukan dengan usulan pembangunan gedung DPR walaupun ditolak, itu merupakan upaya pembajakan anggaran oleh elit dan belanja perjalanan dinas yang kita temukan penyimpangan perjalanan dinas terjadi di 4 Kementerian Lembaga dengan total penyimpangan hampir Rp 83 milliar," papar Yuna Farhan.
Yuna menambahkan, pembajakan anggaran tersebut berimplikasi terhadap berbagai hal, di antaranya kebijakan anggaran pendidikan dan kesehatan yang saat ini masih tidak efektif.
Di sektor kesehatan contohnya, pemerintah kata Yuna telah melakukan pelanggaran Undang-Undang tentang Kesehatan, karena tidak memenuhi lima persen anggaran kesehatan yang ada. Anggaran pemerintah pada tahun 2011 ini hanya mencapai 1,94 persen dengan total anggaran sebesar Rp 27,6 triliun.
Untuk itu, menurut Yuna, harus ada pembenahan melalui jaminan keterbukaan penganggaran melalui perubahan Undang-undang Keuangan Negara. Selain itu, Presiden DPR juga harus menjadi lokomotif dalam kebijakan anggaran yang lebih efektif serta tidak menikmati fasilitas negara yang berasal dari uang rakyat.
Yuna Farhan menambahkan, "Begitu juga dengan anggaran gizi buruk yah. Catatan kita hanya 51 ribu per kasus gizi buruk. Kita banyangkan itu sangat sedikit sekali. Nah untuk anggaran pendidikan yang sama juga terjadi. Dari sisi alokasinya, hampir separuh dari anggaran pendidikan itu yah habis untuk biaya pegawainya."
Sementara itu, Anggota Komisi Anggaran DPR Arif Budiman membantah jika penganggaran di DPR dilakukan secara tertutup. Menurutnya setiap penganggaran yang dilakukan oleh DPR dilakukan secara terbuka.
Arief mengakui adanya target dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara yang tidak terpenuhi seperti yang terkait dengan biaya modal dan penerimaan pajak. Dan ini kata Arief juga berdampak kepada kesejahteraan rakyat.
Untuk itu menurut Arif diperlukan partisipasi dari seluruh pihak terkait perencanaan pembangunan.
"Artinya proses perencanaan itu harus menangkap aspirasi dari masyarakat, kebutuhan dari masyarakat, infrastruktur, misalnya kebutuhan pelayanan kesehatan yang baik dan murah, kebutuhan kualitas pendidikan dasar yang murah dan baik," demikian menurut Arif Budiman.(fat/voa/mnt)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar