Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), La Ode Ida, menilai KPK memiliki kewajiban moral dan mendasar untuk memproses semua kasus korupsi di daerah, terutama mafia anggaran, bahkan jika perlu, KPK bisa menempatkan intelijennya di daerah.

Tidak jarang, permainan anggaran ini juga terkait dengan pihak-pihak di Jakarta. Hal ini diungkapkan La Ode Ida, di Istana Negara hari Jumat (16/12), usai pelantikan para pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Yang tidak terlihat sebetulnya terkait dengan Jakarta yaitu mafia anggaran, suap menyuap, misalnya tender proyek yang di sudah di-skenariokan siapa yang menang karena sudah diatur dari Jakarta. Jadi waktu mau putuskan anggaran, itu sudah dikawal sejak di Jakarta, sehingga di daerah mereka tinggal terima. Itu indikasi pertama yang menonjol.

Kalau ini saja yang dijadikan salah satu fokus, maka semua proyek APBN di daerah sebetulnya bermasalah dan sejak awal terindikasi ada mafia (anggaran),” ungkap La Ode Ida.

Seterusnya La Ode Ida menambahkan, penegakan hukum di daerah terancam tidak berjalan, ketika kepala daerah memegang uang sangat banyak, sampai-sampai mampu “membiayai” para penegak hukum di daerah. Tidak heran, kasus penyalahgunaan APBD sulit dituntaskan.

Untuk itu, La Ode Ida mengusulkan KPK membentuk sistem spionase atau intelijen yang khusus memberantas korupsi di daerah.

Ia mengusulkan, “Apa yang harus dilakukan KPK adalah melakukan sistem spionase yang ditempatkan di Jakarta dan daerah. Sistem ini akan memungkinkan KPK menempatkan semacam intelijen.”

Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang dirilis Transparency International Indonesia pada tahun 2010 adalah 2,8. Angka ini sama dengan IPK Indonesia tahun 2009. Di Asia Tenggara, Indonesia menduduki peringkat ke 5, jauh lebih rendah dari IPK Singapura, Brunei, Malaysia dan Thailand. Sedangkan di dunia, Indonesia berada di posisi 110.

Ketua KPK yang baru dilantik, Abraham Samad, mengatakan ia akan berbuat maksimal untuk menekan angka korupsi, sepanjang KPK menemukan dua alat bukti yang cukup berdasarkan KUHP.

“Strategi tentu harus kita bicarakan bersama ya, sebab kami berlima kolegial. Ada Bambang (Widjojanto), Pak Zul, Pandu, Pak Busyro, dan lain-lain. Kasus Nazaruddin? Itu tadi seperti yang sampaikan sepanjang ada alat bukti ‘ kan pasti lanjutkan, Tidak ada alasan untuk mem-"peti es"-kan atau menyembunyikan orang-orang yang terlibat,” ujar Abraham Samad.

Soal komitmen penegakan hukum di lingkungan KPK, Abraham Samad mengatakan ia siap memeriksa para penyidik yang ‘nakal’ dan terindikasi terlibat kasus korupsi. KPK yang baru adalah KPK yang akan lebih berani dan tangguh dari pimpinan KPK periode lalu.

Abraham Samad menegaskan, “Jangankan teman, saudara kandungpun kalau bersalah kita hukum. Kalau ‘nakal’ kita ceramahi supaya dia insyaf, ya. Soal kasus yang terindikasi ada campurtangan pemerintah pusat? Jadi begini ya, kami berlima adalah orang-orang kuat, punya integritas sehingga tidak usah kuatir kita bisa diintervensi. Kita bekerja secara profesional, jadi KPK kali ini adalah KPK yang berani, tangguh, dan profesional.”

Abraham Samad kemudian menambahkan, tidak ada janji 100 hari dari KPK sebagaimana kinerja Presiden dan Kabinet, sebab KPK adalah bagian dari penegak hukum. Menurutnya, di masa datang, KPK juga akan memperkuat kerjasamanya dengan Kejaksaan Agung dan Polri.(wel/voa/mnt)