Kamis, 22 Desember 2011

BNPT Gundik AS Berkedok Perangi Terorisme, Koyak Islam Indonesia


Jurnalis Independen: Ketua Majelis Syura Forum Remaja Mesjid (FRM) UI, Irawan, menilai ada upaya dari BNPT untuk mendeskreditkan Islam dan aktifis dakwah kampus. Hal ini menyusul diadakannya acara deradikalisasi yang diadakan oleh BNPT di UI selama seminggu ini.


Menurutnya, aktifis dakwah kampus yang kuat menyuarakan ideoogi Islam akan menjadi sasaran empuk untuk dideradikalisasi, “Terutama yang memiliki semangat dan memiliki komitmen untuk berjuang menegakkan Syariat Islam dan Khilafah,” kata mahasiswa UI angkatan 2007 ini kepada Eramuslim.com, Rabu (21/12).

Padahal Islam sebagai sebuah agama, tidak hanya berbicara pada ritual semata, tapi lebih jauh daripada itu, Islam juga memiliki sistem tersendiri untuk mengatur masyarakatnya dalam bingkai Negara.

Hal inilah yang coba diredam BNPT melalui upaya deradikalisasinya ke kampus-kampus. Jika hal ini terus berlangsung, dalam pandangannya, justru akan memunculkan sikap takut tidak hanya dari mahasiswa tapi juga orangtua untuk mempelajari Islam lebih mendalam.

“Banyak para orangtua sekarang yang takut anaknya menjadi teroris. Di satu sisi kita ingin mengajak para mahasiswa ke surga, tapi disisi lain pemerintah memiliki program seperti ini,” tambah lulusan Administrasi Negara UI ini.

Selama inipun, Lembaga Dakwah di lingkungan UI tidak pernah mengajarkan Islam dengan kekerasan. “Selama ini kita opinikan bahwa kita mengecam tindakan kekerasan dengan jalan teror atau pengeboman, karena kami menilai hal itu tidak sesuai dengan metode dakwah rasulullah. Namun di sisi lain kita juga ingin menyampaikan bahwa tidak menyetujui Islam secara kaffah juga adalah sebuah kekeliruan,” ujarnya panjang lebar.

Bagi FRM sendiri Islam secara kaffah adalah Islam yang teirmpelemantasikan dalam sebuah Negara dan menjadikan Islam sebagai sebauh ideologi. “Kami sering mengatakan bahwa mengimplementasikan Syariat dalam sebuah Negara adalah dengan jalan khilafah Islamiyah.”

Apakah mahasiswa UI pada umumnya tahu tentang hal ini? “Saya yakin tidak,” pungkasnya.
Sebelumnya, Agus Surya Bakti, Kepala Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalasasi BNPT mengatakan rangkaian acara Peace Building 2011: “Terror Around Us” di Kampus UI Depok bertujuan untuk mencari kesamaan ideologi di antara mahasiswa dan siswa–siswi SMA dalam penanggulangan dan pencegahan tindak kekerasan terhadap terorisme.

Sementara itu Agenda deradikalisasi kini kian digencarkan oleh BNPT ke berbagai kampus. Rabu, (22/12) Himpunan Mahasiswa Kriminologi Universitas Indonesia (UI) bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), mengadakan diskusi bertajuk ‘bincang-bincang bersama mantan teroris’.

Acara itu adalah sebuah rangkaian acara Peace Building 2011: “Terror Around Us” di Kampus UI Depok yang berlangsung selama sepekan dari hari Selasa-Jum’at (20-23/12) dan melibatkan berbagai pembicara.

Dalam kesempatan kemarin, sejumlah pembicara yang dihadirkan diantaranya Nasir Abbas (Ex Mantiqi III Jama’ah Islamiyah), Ustadz Abdurrahman Ayub (eks Jamaah Islamiah/JI), dan Soekanto dari NII Crisis Center.

Tampaknya, sedari awal adrenalin para peserta sudah digiring untuk meyakini bahaya teroris berada di sekitar mereka. Sebuah layar besar bertuliskan “Persiapkan Diri Anda, Teroris Datang Ke UI”, sengaja di taruh pada kedua sisi panggung.

Dalam acara yang berlangsung di FMIPA tersebut, diskusi lebih kepada cerita tiap narasumber ketika aktif di jama’ah masing-masing. Mereka menjelaskan lika-liku ketika aktif di NII dan JI hingga memilih keluar dari organisasi tersebut.

Nasir Abbas, ex mantiqi III menuturkan pengalamanya saat mengaji di NII. Saat di Afghan, Nasir mengaku mengikuti usrah tiap hari Jum’at sore. Proses masuk ke NII pun dilakukan tanpa sepengetahuan Nasir.
“Saya gak pernah daftar jadi NII atau mengisi formulir tentang NII. Saya hanya tahu ketika saya berjabat tangan dengan Abdullah Sungkar, saat itu saya dibaiat menjadi NII,” ungkapnya.

Pada perkembangannya Nasir memilih keluar dari NII dan gabung bersama JI. Akan tetapi, keberadaannya di JI pun tidak berlangsung lama. "Mereka terkontaminasi dengan misi Osama," kata pria kelahiran Singapura ini.

Kepada mahasiswa Nasir berujar bahwa mengikuti usrah tentu tidak dilarang, namun sikap kritis mesti dikedepankan. “Dalam menuntut ilmu, kita harus bersikap kritis. Usrah boleh saja, tapi tanya rujukannya. Jangan taklid buta,” ujarnya.

Hal ini juga turut diamini oleh Abdurrahman Ayyub. Alumni Afghan periode 80-an tersebut meminta para mahasiswa untuk tidak hanya belajar pada satu ulama. “Kita harus terbuka untuk dialog dengan ulama-ulama lainnya,” ujarnya yang kini aktif di Radio Rodja dan menjadi amir salafi Bintaro dan sekitarnya.

Pada sesi tanya jawab para peserta tampak kritis terhadap apa yang disampaikan pembicara. Angga, salah seorang mahasiswa UI mengatakan acara ini terkesan diskriminatif dalam membahas terorisme.

Terorisme seakan hanya dinisbatkan kepada agama Islam. “Kenapa kok acara ini hanya membidik terorisme di dalam umat Islam saja. Padahal di agama lain juga ada terorisme,” ungkapnya.

Simpang siurnya sasaran dalam acara ini juga menjadi perhatiannya. Menurut Angga, penjelasan mengenai usrah dan kaitannya dengan NII akan menggiring opini bahwa usrah adalah lahan teroris. Padahal usrah adalah tempat mahasiswa menimba ilmu keIslaman seperti yang biasa dilakukan Lembaga Dakwah Kampus.


Sisi lain ICAF mengatakan "dalam mengatasi gerakan radikal yang mengarah terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tidak perlu masuk di kampus atau sekolahan".

"Kampus dan sekolah sebenarnya memiliki sistem tersendiri untuk mencegah faham radikal masuk ke lembaga itu," kata Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF) Pusat Mustofa B Nahrawardaya kepada sebuah media melalui surat elektronik (email), Rabu (21/12).

Menurut Mustofa, karena kentalnya kepentingan BNPT, maka banyak alasan yang bisa dipakai agar sosialisasi semacam ini bisa dilakukan di kampus maupun sekolahan.

"Apakah kita masih ingat, peristiwa "konon" adanya bom di hutan UI beberapa waktu lalu? BNPT sudah bicara dimana-mana bahwa peristiwa itu menandakan paham dan aksi radikal serta terorisme sudah memasuki kampus," jelas Mustofa.

Kata Mustofa, akhirnya tak ditemukan apapun di Hutan UI. "Dengan adanya peristiwa itu, mau tak mau UI harus menerima program BNPT," paparnya.

Selain itu, Mustofa juga menyoroti kegiatan mahasiswa kriminologi Fisip UI yang mendapat bantuan dari BNPT perlu adanya transparansi penggunaan anggaran. "Kalau memang murni agenda deradikalisasi, silahkan dilaporkan kepada masyarakat, berapa dana yang diterima dari BNPT," pungkas Mustofa. (emi/mnt)

Tidak ada komentar: