Selasa, 16 Juni 2015

Jubir Jaringan '98: Menteri dan Pemerintah Jokowi Proneoliberalisme

Jurnalis Independen: "Perubahan Kontrak Karya Freeport ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) semakin menguatkan bahwa Rezim Jokowi-JK lebih tunduk kepada konsensus Washington, ketimbang pada UUD 1945 amanat rakyat Indonesia. Jokowi harus copot Menteri ESDM Sudirman Said  karena selalu ngawur dan tidak paham Nawacita," tutur M. Yusuf, Juru Bicara Jaringan '98 Bangka Belitung (Babel), Selasa (16/6/2015).


Yusuf menilai pemerintah semakin jauh dari janji kampanye, yel-yel prorakyat yang didengungkan hanya retorika. Nawacita bisa berujung dukacita bagi rakyat. Contoh nyata dalam hal IUPK Freeport, Sudirman Said (SS) bertindak bodoh, licik dan manipulatif manjakan Freeport, tanpa bertanya dulu apa harapan rakyat Papua.

"Bisa bergolak lagi lho bila Papua terus dimarjinalisasi diperkosa. Ibu pertiwi menangis. Yang didapat rakyat segelintir debu dari keuntungan Freeport berpuluh tahun. Dasar IUPK Pasal 169 UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 itu pesanan imperialisme neoliberalisme untuk kuasai NKRI. Menteri ESDM SS tidak mau bangun industri pertambangan dan migas yang mandiri berdikari. Tambang Freeport bisa kita kelola sendiri kok. Selama dieksploitasi asing, Indonesia banyak ruginya!" kecam Yusuf.

Jaringan '98 Babel menyerukan kepada rakyat agar tidak terus dibutakan oleh fanatisme sempit membela rezim Jokowi-JK. "Tentunya kita tidak ingin menjadi generasi yang menyaksikan runtuhnya negara ini. Sudah saatnya kita ingatkan penguasa akan segala kebijakan yang salah apalagi yang proneoliberalisme antirakyat," saran dia.

"Jokowi-JK harus buktikan membela hak-hak rakyat miskin. Bukan pemimpin kaum oportunis pengkhianat bangsa. Negara ini didirikan dengan cita-cita luhur pendiri bangsa yang tertulis dalam Mukadimah UUD 1945. Ayo bergerak! Anak muda jangan mau dibungkam, rakyat harus diajarkan kritis demi ibu pertiwi. Lawan SS dan Freeport!" pungkas Yusuf.

Perlu diketahui, istilah Konsensus Washington diperkenalkan oleh John Williamson pada tahun 1989 untuk mendeskripsikan sepuluh kebijakan ekonomi yang menurutnya perlu menjadi standar reformasi bagi negara berkembang yang baru didera krisis.

Konsensus ini merekomendasikan disiplin anggaran pemerintah, termasuk pemerintah Indonesia yang tertuangkan dalam IUPK Pasal 169 UU MInerba Nomor 4 Tahun 2009.

Isinya yaitu:
1. Disiplin angggaran pemerintah.
2. Pengarahan pengeluaran pemerintah dari subsidi ke belanja sektor publik, terutama di sektor pendidikan, infrastruktur, dan kesehatan, sebagai penunjang pertumbuhan dan pelayanan masyarakat kelas menengah ke bawah.
3. Reformasi pajak, dengan memperluas basis pemungutan pajak.
4. Tingkat bunga yang ditentukan pasar dan harus dijaga positif secara riil.
5. Nilai tukar yang kompetitif.
6. Liberalisasi pasar dengan menghapus restriksi kuantitatif.
7. Penerapan perlakuan yang sama antara investasi asing dan investasi domestik sebagai insentif untuk menarik investasi asing langsung.
8. Privatisasi BUMN.
9. Deregulasi untuk menghilangkan hambatan bagi pelaku ekonomi baru dan mendorong pasar agar lebih kompetitif.
10. Keamanan legal bagi hak kepemilikan.


Tidak ada komentar: