Jurnalis Independen: Nama Angelie sempat membuat geger Nusantara. Pasalnya, gadis ingusan ini menghilang dalam sekejab, tragisnya saat ditemukan telah berkalang tanah, mati alias koit alias mokat alias modar.
Angeline diduga tewas dibunuh oleh lebih dari satu orang. Para guru SDN 12 Sanur Denpasar, tempat korban bersekolah, mencurigai ada banyak orang terlibat dalam tewasnya Angeline.
Ketut Ruta, Kepala Sekolah Dasar Negeri 12 Sanur Denpasar, mencurigai ada dalang di balik kematian Angeline. “Menurut keyakinan saya yang bunuh anak kami ini tidak satu orang. Pasti ada otak dibelakangnya,” jelasnya, Kamis (11/06/2015).
Ruta tidak mau menyebut nama orang yang menjadi dalang tewasnya sang anak didik, namun ia begitu yakin ada banyak orang di rumah korban yang terlibat. “Kami tidak bisa menuduh satu orang atau menyebutkan nama. Tapi yang pasti kami berkeyakinan seperti itu,” tambahnya.
“Saya tidak menuding atau menuduh ibunya yang membunuh anak kami. Tapi kami mencurigainya. Kenapa begitu karena selama ini orang-orang dilarang masuk ke rumahnya, bahkan sekelas menteri pun diabaikan oleh dia,” ujar Suta memberikan alasannya.
Sementara sumber di kepolisian yang enggan disebutkan identitasnya menyebut, dari perkembangan sementara didapati keterangan bahwa kematian Angeline akibat dari persengkongkolan busuk di rumah mereka.
“Mereka memang bersekongkol. Selama ini keterangan Agus tidak jelas karena dia merupakan pelaku. Dia yang menggali lubang. Dia yang mengikat leher korban hingga tewas, dan Margareth Ch Megawe (ibu angkat korban, Red) yang memasukkan korban ke lubang,” ujarnya.
“Agus itu sangat kurang ajar. Di pengembangan, ternyata dia (Agus) kerap memperkosa korban,” tambah sumber yang mengikuti keterangan penyidik seperti dilansir JPNN.
Kata dia, pihaknya masih meminta keterangan Agus, dan beberapa orang lain termasuk Margareith Ch Megawe di Mapolresta Denpasar.
“Agus sudah ditetapkan sebagai pelaku. Yvon (anak pertama Margareith, Red) sudah kami amankan barusan ini di rumahnya setelah pulang dari tempat kerja,” kata sumber tersebut.
Terkait dengan motif, sumber Bali Express (Radar Bali Group), mengatakan bahwa, dugaan kuat karena masalah cemburu. Diduga, dua orang kakak (angkat) tersangka Ivon (kakak pertama) dan Cristina (kakak kedua), yang menjadi otak dalam pembunuhan.
“Karena mereka tidak mau korban mendapatkan harta dari almarhum suami Margareth Ch Megawe, yang memberikan korban 60 persen dari harta mereka. Karena itu, Margareth Ch Megawe pun terpaksa diam dan diduga tertekan batin,” tambahnya.
Dugaan itu diperkuat dengan penggalangan dukungan yang dibuat fan page Find Angeline – Bali’s Missing Child, yang sebagian besar diduga diisi oleh Cristina (anak kedua Margareith, Red). Dalam fan page, itu adminnya mengunggah berbagai foto dan membuat alibi terkait hilangnya Angeline.
Terkait dengan hal tersebut, Kapolresta Denpasar belum bisa dimintai keterangan karena sedang rapat bersama jajaran. “Maaf, Mas kami sedang rapat,” terangnya singkat saat ditelepon Bali Express malam kemarin.
Saat ini orang-orang yang diamankan polisi adalah Margareith (ibu angkat korban); Yvon (kakak angkat pertama), Christina (kakak angkat kedua); Dewa Ketut Raka (satpam); Agustinus Tae (pembantu), serta pasutri penghuni kos Susiana dan Rahmat.
Terungkapnya pembunuhan ANG salah satunya didapat dari kejanggalan yang diterima satpam Margareth Ch Megawe, Dewa Ketut Raka dari PT Patriot. Pasalnya, saat diminta oleh anak pemilik rumah yang bernama Christina untuk menjaga rumah, justru hanya disuruh jaga di bagian depan saja. Tidak boleh masuk ke dalam rumah. Hal tersebut membuat satpam tersebut curiga.
“Security diminta untuk jaga saja di depan. Namun, tidak diperbolehkan masuk. Hal itu membuat security pun bingung. Saat bertugas, dia bingung hanya berjaga di depan saja. Kalau ada apa-apa di dalam rumah pasti dia tanggung jawab. Saat itu lah baru kami dekati dia untuk mencari tahu,” ujar petugas kepolisian, kepada Bali Express di rumah Margareith siang kemarin.
Dijelaskannya, satpam ini pun pusing. Di saat haus dan lapar tengah malam, dia terpaksa pergi mencari minum dan makan ke tempat yang jauh. Bahkan, kalau mau buang air besar dia terpaksa pergi ke sawah-sawah.
Karena itu lah dia mengeluh ke PT Patriot dan akhirnya, perusahaan berkoordinasi dengan Christina. Akhirnya, Christina pun mengizinkan buka pintu bagian timur untuk masuk jika ingin buang air besar.
“Kami minta tolong ke dia untuk mencari tahu keganjilan di dalam rumah tersebut. Selang beberapa hari, tidak sengaja ia masuk ke rumah tersebut dan mencari WC, dia melihat Margareith sedang berdiri dan memantau di kawasan lubang itu,” ujar sumber yang enggan namanya dikorankan.
“Juga sempat mengambil beberapa daun pisang yang sudah kering lalu ditaruh baik-baik di atas lubang itu,” tambahnya mengutip keterangan satpam ini.
Karena menaruh curiga, kata dia, Raka pun memperhatikan baik-baik. Namun, saat itu Margareith melihat satpam tersebut dan kaget. Kemudian Margareith meninggalkan tempat itu sambil melarang Raka untuk masuk lagi.
“Dari sana lah mulai terungkap. Security ini langsung menceritakan keganjilan tersebut dan akhirnya kami beritahu ke atasan. Dan, ternyata benar. Setelah digeledah ditemukan jasad anak itu”, kata sumber itu.
“Setelah penemuan jasad Angeline, polisi kemudian mengamankan beberapa orang untuk dimintai keterangan. Kalau Margareith kami amankan di minimarket di kawasan Suwung,” terangnya.
Seperti diketahui bahwa pihak Polresta Denpasar sudah menetapkan Agus, pembantu rumah tangga Margareta ibu angkat Angeline sebagai tersangka kasus pembunuhan Angeline yang kini berumur 8 tahun ini.
Pengakuan
Agus: Membunuh Angeline Karena Berteriak Mama
Motif pembunuhan yang dilakukan Agustinus Tai Hamdamai ialah pemerkosaan.
Agus tega memperkosa bocah Angeline (8) dan membunuh di dalam kamarnya.
Hingga saat ini, polisi masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut di Mapolresta Denpasar, Jalan Gunung Sanghyang, Denpasar, Bali, Jumat (12/6/2015).
Hal ini diungkapkan, Kuasa Hukum Agustinus, Haposan Sihombing.
Sihombing mengaku bahwa kliennya membunuh di kamar saat Angeline datang ke kamar Agus.
"Saat itu Agus niat memperkosa, pembunuhan dilakukan karena korban berteriak mama… mama," ujar Sihombing saat ditemui di halaman Mapolresta Denpasar.
Menurut dia, ada ucapan yang menyebabkan Agustinus naik pitam.
Hal itu dikarenakan ucapan korban yang menyampaikan kepada Agus bahwa kerjanya tidak becus dalam mengerjakan pekerjaannya sebagai pembantu.
"Korban bilang bahwa Agus itu tidak becus bekerja. Agus emosi dan niat memperkosa korban. Korban berteriak, Agus memukul dan mencekik kemudian dibenturkan kepala korban ke lantai," jelasnya.
Lantas, kapan Agus melakukan pemerkosaan?
Menurut Sihombing, korban digagahi oleh tersangka saat sudah terlihat lemas.
Menurut Agus, dirinya memperkosa dalam keadaan hidup.
Karena korban masih ada gerakan.
"Saat itu di rumah, ada Margareith, Agus dan korban saja. Katanya Margareith tidak mendegar. Kamar Agus dan Margareith dekat hanya terpisah gang kecil," urainya. (*)
Keluarga Angkat Hapus Laman 'Find Angeline' di Facebook
Yvon, kakak angkat Angeline yang sebelumnya sempat membuat sebuah laman Facebook 'Find Angeline - Bali's Missing Child' tiba-tiba menghapus laman tersebut. Salah seorang anggota keluarga yang diduga Margareth, sang ibu angkat diduga mengunggah sebuah postingan mengejutkan.
"Jangan menuduh saya dalam kasus kematian Angeline," demikian tertulis di laman tersebut, Jumat (12/6).
Postingan tersebut terlihat seolah ditulis Margaretha yang kini menjadi perhatian publik, karena dugaan persengkongkolan pembunuhan yang dilakukannya terhadap bocah malang tersebut. Kepolisian sejauh ini baru menetapkan seorang tersangka tunggal, yaitu Agus Tai Hamdamai, mantan pembantu rumah tangga di rumahnya.
Laman 'Find Angeline - Bali's Missing Child' awalnya dibuat keluarga untuk mendapatkan informasi, terkait keberadaan adik angkatnya yang dikabarkannya hilang. Setelah itu, banyak netizen yang ikut menyebarluaskan informasi hilangnya Angeline melalui berbagai akun jejaring sosial.
Pendamping Hukum dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Denpasar, Siti Sapurah mengatakan dirinya menaruh curiga kepada pihak keluarga sejak itu. "Saya mengawal kasus ini sebelum kasus ini ada di meja polisi. Dari awal Angeline hilang, mereka tak melaporkan ke polisi, tapi sibuk membuat pengumuman di media sosial. Ini settingan luar biasa. Orang tua harusnya berpikir, jika seorang anak hilang dari pangkuannya maka menghubungi polisi terdekat," kata wanita yang akrab disapa Ipung ini.
Berlanjut setelah mengunjungi langsung rumah Margareth, Ipung menyimpulkan beberapa kemungkinan, Angeline sengaja dihilangkan, dibunuh, atau diserahkan ke pihak lain. Kecurigaan lainnya dibuktikan Ipung ketika ia berusaha mengakses halaman samping rumah, tempat lokasi dikuburkannya Angeline secara tidak layak. Saat melakukan itu, ia dihalangi oleh Agus.
Akta Notaris Larangan Orang Tua Kandung Ungkapkan Jati Diri Angeline
Sementara, Ayah kandung, Achmad Rosyidi (29), ternyata telah menyerahkan Angeline (8) pada Margriet Christina Megawe (50) saat masih berusia tiga hari.
Konsekuensinya, orangtua kandung harus mengikhlaskan putri kedua mereka, Angeline untuk diadopsi Margriet.
Rosyidi mengaku menyerahkan Angeline karena mereka tidak memiliki uang untuk biaya persalinan.
Rincian uang yang dikeluarkan Margriet untuk mengadopsi Angeline senilai total Rp 1,8 juta, dengan rincian biaya persalinan Rp 800 ribu dan biaya perawatan Hamidah Rp 1 juta.
Notaris yang membuatkan Akta Pengakuan Pengangkatan Anak, Anneke Wibowo, menyebutkan jika orangtua kandung tidak boleh mengungkapkan jati diri sampai anak tersebut dewasa.
Pernyataan ini dibuat sesuai dengan yang tercantum dalam akta tersebut.
Inilah yang mendasari orangtua kandung tidak dapat menemui Angeline selama ini.
“Untuk kepentingan psikologis, sampai anak itu dewasa. Berarti kalau anak sudah dewasa kan boleh. Dewasa menurut UU itu usia 21 tahun, 18 tahun untuk UU tertentu,” katanya.
Apakah akta ini mempunyai kekuatan hukum?
Anneke menyatakan, bukan pengangkatan anaknya yang mempunyai kekuatan hukum, tapi apa yang disepakati di dalamnya yang mengikat dan berlaku sebagai UU.
“Yang diikat yang tertera di akta bukan yang keluar dari akta,” katanya. (*)
Menelusuri Aset Margriet dan Ayah Angeline
Keterlibatan ibu angkatnya, Jelly Margriet Megawe masih menjadi teka-teki atas terbunuhnya Angeline, bocah berusia 8 tahun. Banyak pihak menduga bahwa terbunuhnya Angeline adalah pembunuhan berencana bermotif warisan.
Tidak ada informasi yang banyak disampaikan oleh pihak kepolisian Kepolisian Resor Kota Denpasar. Sejauh ini pengembangan kasus hanya menyeret tersangka tunggal, Agustae dengan motif pemerkosaan yang berakibat pada pembunuhan.
Hal ini merupakan tantangan banyak pihak memutuskan untuk menelusuri jejak keluarga Margriet di Bali. Saat Margriet diperiksa di Polresta Denpasar sejak Jumat 12 Juni 2015, kedua anak Margriet pun ikut turut dalam pemeriksaan. Proses pemeriksaan berlangsung lima jam.
Sekitar pukul 20.00 WITA, Yvone dan Christina keluar dari Polresta Denpasar mengendarai mobil Avanza warna hitam bernopol DK 1810. Saat sebuah Tim membuntuti kedua kakak-adik beda ayah itu, mereka sempat berhenti di dua toko modern sekitar 10 menit.
Dia menuju ke sebuah Villa yang berada di jalan Raya Babakan Desa Canggu, Kabupaten Badung, Bali. Kata seorang warga sekitar, villa bernama Kakul itu dihuni Yvone sejak lama. “Tapi saya tidak tahu persis,” kata warga sekitar.
Dia juga mengaku tidak pernah melihat sosok Yvone lebih jauh karena jarang bersosialisasi dengan warga. Belakangan diketahui bahwa rumah itu terdaftar atas nama Wibisono Siharis di Desa tersebut.
Saat berhasil ditemui , Sabtu 13 Juni 2015, Kepala Dinas Desa Canggu, Putu Siarta menjelaskan bahwa rumah tersebut sudah dibeli oleh Douglas, yang diduga ayah tiri Yvone beberapa tahun silam.
“Rumah itu juga masih terdaftar atas nama Wibisono ada empat anggota keluarga dan belum diganti keluarga Douglas,” kata dia. Selain itu, Putu tidak mengetahu aset lain yang dimiliki Yvone.
Harga tanah di sana mencapai Rp 500 juta per are, atau setara 100 meter persegi. Sedangkan kondisi villa Yvone cukup mewah. Dari depan memang terlihat hanya sebuah lorong gang, tapi saat masuk di garasi kendaraan, bisa terlihat kemewahan rumah itu.
Di depan villanya ada sebuah kolam renang kecil yang dikelilingi taman. Banyak sekali ukir-ukiran kayu jati dengan pelitur khas Bali. Ditaksir rumah itu seharga Rp 1,5 hingga RP 2 miliar.
Namun villa itu tampak sepi, saat sebuah tim berkunjung tidak ada satu orang pun yang menjaga. Yvone juga terlihat tidak berada di rumah. Di garasinya hanya ada satu kendaraan Vario berwarna putih hitam.
Sementara itu, Kepala Adat Desa Canggu, Made Remin mengaku bahwa sekitar dua minggu yang lalu keluarga Yvone pernah menggelar upacara party di villa itu. Dalam kepercayaan adat, upacara itu digelar sebagai bentuk syukur kepada Tuhan. “Dia minta Pecalang untuk jaga,” tutur dia.
Tapi Made tidak tahu persis bagaimana prosesi upacara party itu berlangsung. Dia juga tidak mengetahui apakah Margriet ikut dalam acara tersebut.
Polda Bali Cari Bukti Sekongkol Keluarga Angkat Angeline
Pihak kepolisian hingga saat ini belum menemukan alat bukti untuk memperkuat adanya sindikasi yang dilakukan oleh beberapa orang dalam kasus pembunuhan Angeline Megawe (8).
Kapolda Bali, Irjen Ronny F Sompie saat berkunjung ke Kantor Bersama Kompas Gramedia Bali, Minggu (14/6/2015) mengatakan, pihaknya belum mengantongi bukti-bukti yang menguatkan telah terjadi sindikasi yang menyebabkan kematian bocah manis tersebut.
Ia menuturkan, saat ini pihaknya hanya mengantongi keterangan dari tersangka Agustinus Tai Andamara terkait adanya persekongkolan tersebut.
Untuk membuktikan adanya sindikasi, polisi harus mengumpulkan minimal dua alat bukti yang sah dulu.
“Apakah ada keterkaitannya atau tidak, dan bisa kita persangkakan ibu M (Margreit) sebagai orang yang menyuruh, ya yang disuruh harus ngomong dulu,” kata Sompie.
Kapolda Bali Irjen Ronnie S Sompie © Tribun Bali/Aloisius H Manggol Kapolda Bali Irjen Ronnie S Sompie
Pihaknya masih terus menelusuri berbagai hal untuk mengungkap kasus tersebut.
Ia berharap, masyarakat dapat mempercayakan kepolisian untuk mengungkap kasus pembunuhan di Jalan Sedap Malam No 26 tersebut.
Margriet Ditetapkan Sebagai Tersangka Penelantaran Anak
Margriet Christna Megawe ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Bali pada Minggu 14 Juni 2015 pagi atas kasus penelantaran anak, Angeline 8 tahun. “Status ibu angkat inisial M (Margriet) saat ini sebagai tersangka yang telah kita tangkap tadi malam,” ujar Kepala Kepolisian Daerah Bali Inspektur Jenderal Ronny F Sompie kepada wartawan di kantornya.
Penetapan kasus Margriet sebagai tersangka ini, kata Ronny berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap tersangka Agustie dalam kasus pembunuhan Angeline. Keterangan Agus yang disampaikan kepada salah satu Anggota DPR RI, Akbar Faizal menjadi titik terang untuk menyeret Margriet sebagai tersangka penelantaran anak.
Kepolisian pun melakukan penjemputan paksa terhadap Margriet pada Minggu pukul 03.00 WITA. Kata Ronny sampai saat ini pihaknya telah melakukan pemeriksaan Margriet sebagai tersangka atas kasus penelantaran anak.
“Tapi masih menunggu penasehat hukumnya datang, agar bisa didampingi,” kata dia. Dalam pemeriksaan Margriet dalam kasus penelantaran anak ini diharapkan bisa mengembangkan kasus atas dugaan keterlibatannya dalam pembunuhan Angeline.
Ronny mengatakan, laporan pemeriksaan terhadap Margriet masih terus akan dikembangkan. Saat ini pihaknya masih mendalami bukti permulaan cukup untuk memeriksa orang sebagai tersangka sesuai dengan Undang Undang Perlindungan Anak.
Meski beda kasus, tapi Ronny tidak menutup kemungkinan Margriet bisa terlibat dalam kasus pembunuhan Angeline. “Pemeriksaan ini bisa menjadi bahan pertimbangan ketika kita menjadikan perkara penyebab kematian Angeline,” tutur dia.
Nyawa Angeline Dihargai Margareth Rp 2 Miliar
Anggota Komisi III DPR RI, Akbar Faizal menyebutkan bahwa Agus, tersangka pembunuhan Angeline (8), mengaku dijanjikan imbalan Rp2 miliar apabila ia bisa menghabisi nyawa bocah malang itu.
Pengakuan mengejutkan itu dilontarkan oleh Akbar Faizal saat ia mendatangi Kepolisian Resor Kota Denpasar, Sabtu, untuk menanyakan perkembangan terbaru terkait kasus pembunuhan bocah cantik tersebut.
"Tadi dia (Agus) katakan bahwa dia disuruh oleh Margaret untuk melakukan pembunuhan. Dia mengatakan ada imbalan, dia menyebut kata dua miliar akan diberikan tanggal 25. Tetapi itu kan pengakuan dia, saya percayakan kepada polisi," kata Akbar.
Didampingi Wakil Kepala Polresta Denpasar, Ajun Komisaris Besar Nyoman Artana, politisi Partai Nasional Demokrat (NasDem) itu menemui langsung tersangka Agus di ruang tahanan Polresta Denpasar.
Angeline yang berfoto dengan ibu angkatnya, Margareth dan kakak angkatnya, Christina © Disediakan oleh Republika_New Angeline yang berfoto dengan ibu angkatnya, Margareth dan kakak angkatnya, Christina
Kepada dirinya, Agus mengaku bahwa ia diperintahkan oleh Margaret untuk membunuh bocah kelas 2-B di SDN 12 Kesiman, Sanur, Denpasar.
Terkait dengan pengakuan itu, anggota Komisi III DPR RI yang membidangi masalah hukum, hak asasi manusia dan keamanan itu menyerahkan sepenuhnya kepada pihak penyidik Polresta Denpasar untuk ditindaklanjuti.
Di sisi lain, ia mengapresiasi kinerja Polresta Denpasar yang mengungkap kasus Angeline yang sebelumnya dikabarkan hilang namun ternyata dibunuh di kediamannya sendiri di Jalan Sedap Malam Denpasar.
Angeline sebelumnya dikabarkan hilang pada Sabtu (16/5) sekitar pukul 15.00 WITA di depan kediamannya.
Namun setelah hampir tiga pekan berselang, bocah malang itu ditemukan telah meninggal dunia dan dikubur di halaman belakang rumahnya.
Polisi menetapkan Agus yang sebelumnya bekerja sebagai pembantu rumah tangga di kediaman Margaret sebagai tersangka.
Aparat berwajib hingga saat ini tengah mengembangkan kasus tersebut dan masih menyelidiki keterangan dari Margaret, dua kakak angkat Angeline, dua penghuni kos setempat dan petugas pengamanan yang disewa oleh Margaret.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar