Rabu, 11 September 2013

Siluman Rawa Onom (15)

Jendra Menyusup ke Kerajaan Siluman

Jurnalis Independen: "Akan saya perjuangkan agar rakyat percaya lagi kepada Gusti Gamparan ..." kata Jendra sedikit sendu karena sedih. Ketika Jendra mohon diri, Bendara Wedana tak bilang apa -apa. Membuat hati Jendra semakin sedih.


Sepulang dari pendopo, Lendra meneliti kondisi masyarakat Rancah. Maka dia menarik
kesimpulan bahwa orang Rancah takut ikut ambil bagian dalam gotong-royong mengeringkan
Rawa onom lantaran di antaranya termakan isu yang dilontarkan Jang Dayat.
"Mang Sajum , Jang Dayat ke mana? "tanya Jendra ketika menemukan Mang Sajum di istal
kuda. Mendengar pertanyaan ini, Mang Sajum hanya menghela napas.

"Anak muda itu pulang ke kampung halamannya di Kawali. Mungkin dia merasa takut setelah
sadar bahwa banyak orang Rancah menolak bergabung kerja mengeringkan rawa karena
berita buruk yang dilontarkannya ... "tutur Mang Sajum.

"Jang Dayat lebih mengkhawatirkan jiwanya yang katanya diancam oleh bangsa onom, Mang
Sajum ... "kata Jendra.
"Aku mafhum atas kekhawatiran anak muda itu, Jendra," kata Mang Sajum.
"Dan kini, giliran saya yang diperingatkan Bendara, Mang ..." kata Jendra mengulang kisah
pemanggilan dirinya oleh Bendara Wedana.

"Aku mengerti kekecewaan Bendara Wedana. Rencana besar ini sudah dilaporkan kepada
Kangjeng Bupati RAA Kusumasubrata. Bahkan Kangjeng Bupati pun sudah melaporkannya
ke pemerintah pusat di Batavia. Mereka setuju dan akan membantu sepenuhnya. Maka
bagaimana tak kecewa kalau kini rakyat Rancah sendiri banyak mengundurkan diri karena
ketakutan atas kemarahan penghuni gaib? "kata Mang Sajum.
"Saya mengerti, Mang ..."

"Kau musti berusaha mengembalikan kepercayaan Juragan Bendara padamu, Jendra. Sejak
dari Krangkeng Indramayu kau sudah mengabdi. Jadi, jangan putuskan nilai pengabdianmu
hanya karena ini, anak muda ... "kata Mang Sajum.
"Saya sungguh mengerti, Mang ..." jawab Jendra.

Sepulang dari diskusi ini, Jendra jadi melamun sendirian. Dia gelisah dengan peristiwa
ini. Pemuda ini merasa kalau majikannya merasa kecewa atas peristiwa-peristiwa yang berlangsung baru-baru ini. Bendara R Bratanagara mendapat reputasi baik dengan kenaikan
pangkat dari asisten Wedana di Krangkeng hingga menjadi Wedana di Rancah lantaran
prestasinya di bidang pengairan.

Di wilayah Indramayu sana, Bendara Wedana sukses mengeringkan beberapa rawa hingga
menjadi daerah pertanian subur. Maka akan merasa malu dan jatuh reputasinya bila dalam
membuat rencana besar di daerah Rancah ini gagal hanya karena masalah
gangguan makhluk gaib semata.

"Aku harus berjuang mengembalikan kepercayaan masyarakat Rancah terhadap
kepemimpinan Juragan Wedana ... "tuturnya dalam hati. Karena tekadnya sudah bulat, maka
Jendra berpikir keras, bagaimana dan apa yang mula-mula harus dia kerjakan agar tujuannya
terlaksana. Entah mengapa. Tapi secara tiba -tiba saja dirinya jadi ingat kembali kepada Nyi
Indangwati. Bukan sekadar ingat, dia bahkan merasa rindu. Jendra merasa kalau Nyi
Indangwati menyayangi dirinya.

"Aku harus bertemu dengannya ..." gumamnya. Maka pada hari itu juga secara diam-diam
pemuda itu pergi meninggalkan Rancah. Yang ditujunya tak lain adalah wilayah Pulo Majeti.
"Aku harus bertemu dengannya. Harus ... "tutur hati Lendra berkali-kali.

Secara diam-diam Jendra berangkat menuju wilayah Pulo Majeti sebab dia yakin akan mudah
menemukan Nyi Indangwati di tempat di mana dulu dia menemukannya. Jendra ingat pertama
kali dia bersua dengan Nyi Indangwati. Itu terjadi ketika Bendara Wedana mengajaknya
berburu binatang. Ketika ada seekor Menjangan terkena anak-panah, Jendra menyusulnya.
Belakangan, ternyata bukan Menjangan yang terkena panah, melainkan tubuh seorang
perempuan cantik.Itulah Nyi Indangwati.

Gadis ayu itu merasa tertolong myawanya oleh Jendra. Sebagai balas jasa , maka gadis cantik berlesung pipit itu berjanji akan menghadiahkan sesuatu. Berupa apakah itu, Lendra tak sempat menanyakannya sebab dirinya tak secuil pun mengharapkan upah. Namun oleh peristiwa yang menekan dirinya itu, memaksa Jendra untuk mengingat kembali apa yang pernah dijanjikan Nyi Indangwati.

"Ya , aku harus menemui Nyi Indang ... "tuturnya lagi. Tapi, untuk sampai ke tempat tujuan
kini susahnya bukan main.

Meskipun baru sekali ke wilayah Pulo Majeti, namun sebenarnya Jendra masih hapal ke
mana arah yang musti dituju. Lendra pun hapal betul , berapa lama waktu dihabiskan untuk
bisa sampai ke tempat itu. Namun sementara perjalanan ini diulang kembali, ternyata tidak
sama persis seperti perjalanan pertama itu.

Jendra musti keluar masuk hutan yang gelap dan pekat. Terkadang tubuhnya terjerembab masuk ke kubangan berlumpur dingin. Ketika tangannya menggapai -gapai ke atas karena tubuhnya melesak ke rawa dalam, ternyata benda yang digapainya bukan akar bukan pula dahan pohon, kecuali tubuh seekor ular besar.

Maka Jendra harus bergumul dengan ular besar itu sebelum dirinya selamat dari jebakan
tanah rawa. Dengan segera tubuh ular itu dia gayuti dan dipakai alat untuk melepaskan
diri dari jebakan lumpur pekat. Selamat dari jebakan rawa dan bahaya ular berbisa, ternyata
dia pun harus berhadapan dengan beberapa binatang hutan berbahaya.

Sedangkan dia tiba ketika malam menjelang di sebuah gugusan tanah penuh pohon-pohon
besar, didengarnya sebuah lolongan mengerikan. lolongan itu seperti sebuah lolongan
serigala namun suaranya lebih menyayat-nyayat menyedihkan. Ketika binatang itu berlalu ke
depannya, Jendra mengkirik bulu-kuduknya. Binatang itu seperti kera tapi bisa berjalan sebagaimana laiknya manusia. Namun yang lebih aneh, kepalanya menyerupai kepala anjing.

Tempo hari Mang Sajum pernah bilang bahwa di hutan-hutan pekat daerah Rancah adalah
binatang aneh bernama aul. aul itu bentuknya seperti kera namun berkepala anjing. Jarang
menampakkan diri, kecuali malam hari, itu pun di tengah hutan. Dan binatang yang kini
berdiri di hadapannya itu bentuk tubuhnya persis seperti apa yang pernah digambarkan oleh

Mang Sajum. @bersambung

Tidak ada komentar: