Jendra Menyusup ke
Kerajaan Siluman
Jurnalis Independen: "Akan
saya perjuangkan agar rakyat percaya lagi kepada Gusti Gamparan ..." kata
Jendra sedikit
sendu karena sedih. Ketika Jendra mohon diri, Bendara Wedana tak bilang apa
-apa. Membuat
hati Jendra semakin sedih.
Sepulang dari pendopo, Lendra
meneliti kondisi masyarakat Rancah. Maka dia menarik
kesimpulan bahwa orang Rancah
takut ikut ambil bagian dalam gotong-royong mengeringkan
Rawa onom lantaran di antaranya
termakan isu yang dilontarkan Jang Dayat.
"Mang Sajum , Jang Dayat ke
mana? "tanya Jendra ketika menemukan Mang Sajum di istal
kuda. Mendengar pertanyaan ini,
Mang Sajum hanya menghela napas.
"Anak muda itu pulang ke
kampung halamannya di Kawali. Mungkin dia merasa takut setelah
sadar bahwa banyak orang Rancah
menolak bergabung kerja mengeringkan rawa karena
berita buruk yang dilontarkannya
... "tutur Mang Sajum.
"Jang Dayat lebih
mengkhawatirkan jiwanya yang katanya diancam oleh bangsa onom, Mang
Sajum ... "kata Jendra.
"Aku mafhum atas
kekhawatiran anak muda itu, Jendra," kata Mang Sajum.
"Dan kini, giliran saya yang
diperingatkan Bendara, Mang ..." kata Jendra mengulang kisah
pemanggilan dirinya oleh Bendara
Wedana.
"Aku mengerti kekecewaan
Bendara Wedana. Rencana besar ini sudah dilaporkan kepada
Kangjeng Bupati RAA
Kusumasubrata. Bahkan Kangjeng Bupati pun sudah melaporkannya
ke pemerintah pusat di Batavia.
Mereka setuju dan akan membantu sepenuhnya. Maka
bagaimana tak kecewa kalau kini
rakyat Rancah sendiri banyak mengundurkan diri karena
ketakutan atas kemarahan penghuni
gaib? "kata Mang Sajum.
"Saya mengerti, Mang
..."
"Kau musti berusaha
mengembalikan kepercayaan Juragan Bendara padamu, Jendra. Sejak
dari Krangkeng Indramayu kau
sudah mengabdi. Jadi, jangan putuskan nilai pengabdianmu
hanya karena ini, anak muda ...
"kata Mang Sajum.
"Saya sungguh mengerti, Mang
..." jawab Jendra.
Sepulang dari diskusi ini, Jendra
jadi melamun sendirian. Dia gelisah dengan peristiwa
ini. Pemuda ini merasa kalau
majikannya merasa kecewa atas peristiwa-peristiwa yang berlangsung baru-baru
ini. Bendara R Bratanagara mendapat reputasi baik dengan kenaikan
pangkat dari asisten Wedana di
Krangkeng hingga menjadi Wedana di Rancah lantaran
prestasinya di bidang pengairan.
Di wilayah Indramayu sana,
Bendara Wedana sukses mengeringkan beberapa rawa hingga
menjadi daerah pertanian subur.
Maka akan merasa malu dan jatuh reputasinya bila dalam
membuat rencana besar di daerah
Rancah ini gagal hanya karena masalah
gangguan makhluk gaib semata.
"Aku harus berjuang
mengembalikan kepercayaan masyarakat Rancah terhadap
kepemimpinan Juragan Wedana ...
"tuturnya dalam hati. Karena tekadnya sudah bulat, maka
Jendra berpikir keras, bagaimana
dan apa yang mula-mula harus dia kerjakan agar tujuannya
terlaksana. Entah mengapa. Tapi
secara tiba -tiba saja dirinya jadi ingat kembali kepada Nyi
Indangwati. Bukan sekadar ingat,
dia bahkan merasa rindu. Jendra merasa kalau Nyi
Indangwati menyayangi dirinya.
"Aku harus bertemu dengannya
..." gumamnya. Maka pada hari itu juga secara diam-diam
pemuda itu pergi meninggalkan
Rancah. Yang ditujunya tak lain adalah wilayah Pulo Majeti.
"Aku harus bertemu
dengannya. Harus ... "tutur hati Lendra berkali-kali.
Secara diam-diam Jendra berangkat
menuju wilayah Pulo Majeti sebab dia yakin akan mudah
menemukan Nyi Indangwati di
tempat di mana dulu dia menemukannya. Jendra ingat pertama
kali dia bersua dengan Nyi
Indangwati. Itu terjadi ketika Bendara Wedana mengajaknya
berburu binatang. Ketika ada
seekor Menjangan terkena anak-panah, Jendra menyusulnya.
Belakangan, ternyata bukan
Menjangan yang terkena panah, melainkan tubuh seorang
perempuan cantik.Itulah Nyi
Indangwati.
Gadis ayu itu merasa tertolong
myawanya oleh Jendra. Sebagai balas jasa , maka gadis cantik berlesung pipit
itu berjanji akan menghadiahkan sesuatu. Berupa apakah itu, Lendra tak sempat
menanyakannya sebab dirinya tak secuil pun mengharapkan upah. Namun oleh
peristiwa yang menekan dirinya itu, memaksa Jendra untuk mengingat kembali apa
yang pernah dijanjikan Nyi Indangwati.
"Ya , aku harus menemui Nyi
Indang ... "tuturnya lagi. Tapi, untuk sampai ke tempat tujuan
kini susahnya bukan main.
Meskipun baru sekali ke wilayah
Pulo Majeti, namun sebenarnya Jendra masih hapal ke
mana arah yang musti dituju.
Lendra pun hapal betul , berapa lama waktu dihabiskan untuk
bisa sampai ke tempat itu. Namun
sementara perjalanan ini diulang kembali, ternyata tidak
sama persis seperti perjalanan
pertama itu.
Jendra musti keluar masuk hutan
yang gelap dan pekat. Terkadang tubuhnya terjerembab masuk ke kubangan
berlumpur dingin. Ketika tangannya menggapai -gapai ke atas karena tubuhnya
melesak ke rawa dalam, ternyata benda yang digapainya bukan akar bukan pula
dahan pohon, kecuali tubuh seekor ular besar.
Maka Jendra harus bergumul dengan
ular besar itu sebelum dirinya selamat dari jebakan
tanah rawa. Dengan segera tubuh
ular itu dia gayuti dan dipakai alat untuk melepaskan
diri dari jebakan lumpur pekat.
Selamat dari jebakan rawa dan bahaya ular berbisa, ternyata
dia pun harus berhadapan dengan
beberapa binatang hutan berbahaya.
Sedangkan dia tiba ketika malam
menjelang di sebuah gugusan tanah penuh pohon-pohon
besar, didengarnya sebuah
lolongan mengerikan. lolongan itu seperti sebuah lolongan
serigala namun suaranya lebih
menyayat-nyayat menyedihkan. Ketika binatang itu berlalu ke
depannya, Jendra mengkirik
bulu-kuduknya. Binatang itu seperti kera tapi bisa berjalan sebagaimana laiknya
manusia. Namun yang lebih aneh, kepalanya menyerupai kepala anjing.
Tempo hari Mang Sajum pernah
bilang bahwa di hutan-hutan pekat daerah Rancah adalah
binatang aneh bernama aul. aul
itu bentuknya seperti kera namun berkepala anjing. Jarang
menampakkan diri, kecuali malam
hari, itu pun di tengah hutan. Dan binatang yang kini
berdiri di hadapannya itu bentuk
tubuhnya persis seperti apa yang pernah digambarkan oleh
Mang Sajum. @bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar