Jurnalis Independen: Jika Yesus
adalah Tuhan yang Disalib, Siapa yang Menghidupi Surga dan Dunia? Apakah sejak penyaliban Yesus Surga dan Dunia menjadi tidak memiliki Tuhan? Itulah pertanyaan
yang tidak mudah hilang dari hati dan pikiran Ahmad Thomson.
Pemilik nama kecil Martin Thomson
ini dikenal sebagai pengacara terkemuka di Inggris. Ia juga mengetuai Wynne
Chambers, badan hukum Islam yang didirikannya pada 1994.
Berislam 38 tahun lalu, Thomson
meyakini cara terbaik mengamalkan ajaran Islam adalah memahami dan meneladani
sumbernya, yakni Alquran dan Sunah Rasulullah SAW. “Seperti pepatah yang
mengatakan bahwa semakin dekat kita pada sumber mata air, semakin murni air
yang kita minum,” ujar pria kelahiran Afrika ini.
Dilahirkan di Rhodesia Utara
(sekarang Zambia), Thomson menempuh pendidikan dasar serta menengahnya di
Rhodesia Selatan (sekarang Zimbabwe). Masa awal hidupnya, ia lalui di
daerah-daerah terpencil Afrika yang kala itu belum tersentuh peradaban modern,
seperti listrik, gas, dan saluran air bersih.
Lahir dan besar di Afrika,
Thomson muda merasa tidak puas pada ajaran Kristen. Ia mulai mempertanyakan
banyak hal seperti, “Jika setiap manusia itu sama di hadapan Tuhan, lalu mengapa
kaum Afrika kulit putih seperti dia harus beribadah di gereja yang berbeda
dengan kaum kulit hitam?”
Pertanyaan lain yang kerap
mengganggunya sebagai pemeluk Kristen adalah soal ketuhanan Yesus. “Jika Yesus
adalah Tuhan, kepada siapa dahulu ia berdoa? Jika Yesus adalah Tuhan dan
disalib, lalu siapa yang menghidupi surga dan dunia? Pertanyaan itu tak pernah
terjawab selama aku memeluk ajaran Kristen,” ujar lulusan Exeter University,
Inggris, ini.
Ketika berusia 12 tahun, Thomson
sampai pada satu titik di mana ia memercayai Tuhan dan Yesus. “Hanya saja, aku
tidak yakin pada gereja.” Terhenti pada berbagai pertanyaan itu, Thomson mulai
membaca apa pun dan memikirkan kehidupan yang dijalaninya sejauh itu. Ia
mengunjungi berbagai kelompok spiritual dan mencoba meditasi selama beberapa
bulan. “Itu menenangkan, tapi sama sekali tak mengubah gaya hidupku.”
Hingga akhirnya, Thomson bertemu
Syekh Abdalqadir as-Sufi (tokoh tarbiyah, penggagas Gerakan Dunia “Murabitun”).
Pertemuan itu menjadi awal perkenalannya dengan Islam, agama yang tak pernah
terpikirkan oleh Thomson sebelumnya.
Saat berbicara dengan Syekh
Abdalqadir dan mendengarkan berbagai hal yang disampaikannya, Thomson merasa
telah menemukan jalan menuju transformasi yang ia butuhkan. “Sejak itu,
perlahan aku menemukan jawaban atas semua pertanyaan yang memenuhi otakku,”
katanya. Thomson pun rutin mengunjungi pusat kajian Islam Syekh Abdalqadir. Ia
juga membaca The Book of Stranger yang ditulis Sang Syekh.
Thomson mantap mengakhiri
pencariannya pada 13 Agustus 1973. Ia pun mengikrarkan syahadat dan berhaji
empat tahun kemudian. Sepulang haji, ia menyelesaikan pelatihannya sebagai
pengacara. Lalu, pada 26 Juli 1979, ia dipanggil ke Pengadilan England &
Wales dan mulai meniti karier di bidang advokasi dan hukum Islam.
Thomson pertama kali memperoleh
perhatian publik pada 2001, saat tampil dalam sebuah film dokumenter berjudul
My Name is Ahmed yang menyabet sebuah penghargaan. Ia pun tampil di film
dokumenter lainnya, Prince Naseem’s Guide to Islam. Kedua film itu ditayangkan
di BBC2 pada Agustus 2001. Setelah itu, wajahnya kerap mewarnai layar kaca
dalam berbagai program, terutama program-program Islam.
Kini, hari-harinya diisi dengan
aneka kegiatan keislaman, mulai dari memberikan ceramah rutin tentang Islam di
berbagai wilayah di Inggris, menulis untuk Jurnal al-Kala, sampai menjadi
kontributor tetap dalam konferensi lintas agama yang digelar setiap tahun di
Masjid Regents Park dan Pusat Kebudayaan. Beberapa buku karyanya yang cukup
menggemparkan dan sangat sulit dicari terjemahannya, buku yang membongkar apa
dan bagaimana konspirasi Yahudi di dunia
ini yang berjudul , yaitu Dajjal the Anti Christ. (bbrp/Roi/Em/Hk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar