Oleh : R. Andy Syah Alam
Jurnalis Independen: Bangsa ini adalah bangsa yang tak
bisa lepas dari sejarah agama-agama. Kepribadian negeri ini terbentuk dari
karakter agama yang pernah berkembang. Negeri ini adalah negeri yang sangat
unik dan banyak mengandung nilai yang berkesinambungan yang saling berpengaruh
dan berangkat dari satu kepercayaan dan keimanan kepada satu kepercayaan dan
keimanan lainnya.
Pasca transformasi dari bangsa
purba, Nusantara mulai membentuk jatidiri bersama kepercayaan dan keimanan
Hindu dan Budha. Nusantara pernah besar bersama dua agama ini dan membentuk
peradaban yang pengaruhnya sangat mendunia dan bahkan kebudayaan yg tercipta
dari dua agama ini masih kita rasakan pengaruhnya sampai sekarang. Ketika Islam
mulai memasuki Nusantara di abad ke 13, perubahan juga terjadi dalam skala
besar. Berbondong2 masyarakat bangsa ini memeluk agama baru, negeri ini menjadi
kawasan satu2nya yang dimasuki Islam tanpa perlawanan, tanpa angkat senjata dan
atau peperangan dalam skala besar seperti Islam yg mendapatkan penentangan
gigih dari penguasa2 di kawasan lain, Islam menyebar perlahan dari Sumatera,
lalu ke tanah Jawa dan terus menyebar ke kawasan Timur seperti Sulawesi,
Kalimantan dan Kepulauan Nusa Tenggara, hingga Nusantara memasuki era modern
seperti sekarang ini, Islam masih memiliki pengaruh kuat yang cukup mengakar
dan sangat menarik perhatian para pemerhati dari berbagai belahan dunia.
Negeri yang gemah ripah loh
jinawi atau memiliki keunggulan sumber daya alam (natural advantage) serta
identik dengan kultur kedamaian dan keakraban dan kokohnya tali persaudaraan
sangat kuat tersebut, tidak pernah mengalami kesulitan mengadaptasi ajaran
Islam. Hakikatnya Islam adalah agama samawi yang membawa pesan Allah untuk
menjalin hubungan mesra antara Tuhan dan manusia. Islam mengajarkan ada
keterkaitan kuat antara penyembahan pd Tuhan dan menjalin hubungan sosial yang
etis, menjunjung kebersamaan hak dan kewajiban serta mengedepankan perbuatan
baik pada sesama.
Islam hadir membawa ajaran
universal, dalam bahasa aselinya disebut rahmatan lil ‘alamin, dalam konsep
singkatnya, Islam hadir membawa ajaran mulia yang meninggikan derajat manusia
sebagai pemimpin alam semesta, mengajarkan manusia untuk mengelola alam semesta
dengan manajemen dan tujuan yang baik yang bertujuan menciptakan kesejahteraan
untuk semua, dan berakhir membentuk manusia yang berakhlakul karimah, barakhlak
mulia, bertakwa, takut pada Tuhannya dan welas asih pada sesamanya dan pada
alam semesta. Konsep rahmatan lil ‘alamin bukan hal asing bagi masyarakat
negeri ini, karena pada dasarnya negeri ini memiliki masyarakat yang menjunjung
tinggi penghormatan pada tetua/orang tua, mengedepankan musyawarah dan
menciptakan kepentingan bersama.
Jadi Islam dan masyarakat
Nusantara hakekatnya sudah memiliki kesamaan visi dan kesamaan misi. Dan hal
ini sudah dapat dibuktikan dlam perjalanan bangsa ini selama berabad2 lamanya.
Islam hadir menjadi mercusuar dan
patokan hidup, masyarakat kita hanya tinggal menyetel keimanannya dan tidak
perlu membutuhkan waktu lama menjadikan Islam bagian dari perikehidupan bangsa.
‘Ulama sebagai sentral figur gerakan religius, pemuka2 adat sebagai sentral
figur transformasi politik selalu dibuktikan sejarah selalu berdampingan
seiring tanpa kesulitan yang serius dalam kurun berabad2 lamanya. Kerajaan2
Islam sempat hadir dan membentuk pola hidup dan budaya dan jatidiri bangsa ini.
Hubungan antar Kerajaan2 Islam sangat jarang ditemukan perbenturan kepentingan
politik dan kekuasaan, semua berjalan dalam kedamaian dan kebersamaan dan
kesejahteraan yang bertaraf tinggi. Masyarakat non muslim pun tetap eksis
diperlakukan sama tanpa beda dgn masyarakat muslim lainnya.
Namun, bangsa ini tak bisa lepas
dari hubungan interaksi dengan masyarakat internasional yang tak semua bangsa2
di dunia ini memiliki corak hidup dan kebudayaan yg sama dengan bangsa kita.
Interaksi ekonomi, pendidikan dan kebudayaan membawa bangsa2 Eropa mengenal
jauh negeri ini hingga menjajah negeri ini, dan sejarah mencatat, bangsa Eropa
mampu mengubah segala-galanya yang pernah tertanam di negeri ini. Penjajahan
telah banyak membuat luka di negeri ini.Penjajahan telah membawa sikap2
oportunis bangsa Eropa membius anak-anak bangsai, bangsa terpecah, bangsa
terluka dan bangsa ini mengalami akumulasi perubahan etika dan sikap hidup yang
fundamental. Penjajahan tak pernah membawa dan meninggalkan nilai2 kebaikan,
demikianlah bangsa ini tercemar oleh budaya penjajahan. Anak2 bangsa berubah
menjadi anak bangsa yang berwatak minder, terhina di negeri sendiri, oportunis
dan sangat menikmati betapa menjajah orang lain itu sangat nikmat, bahwa
memperkaya diri sendiri itu sangat membawa pada kehormatan yang “abadi” bagi
dirinya sendiri dan anak cucunya kelak. Finalnya, banyak anak bangsa
berkesimpulan, semua kemuliaan hanya bisa dinilai dengan materi yang terlihat.
Perlawanan bangsa yang berhasil
membawa pada kemerdekaan pisik ternyata tidak serta merta memerdekakan bangsa
ini dari nilai-nilai dan budaya bangsa penjajah. Negeri ini kembali berjuang
dan berkutat melawan dirinya sendiri. Kestabilitasan kehidupan bangsa kita era
pra penjajahan sulit dikembalikan. Aksi suap dan memperkaya diri sendiri sudah
terlanjur mengakar pada anak-anak bangsa ini. Ulama terpinggirkan, Umara tak lagi
bersandar pada etika agama. Politik dan agama berjalan sendiri-sendiri dan di
tengah pembentukan dari bangsa Nusantara. Anak-anak bangsa harus berkutat
melawan penjajahan yang justru dibentuk oleh sesama anak-anak-negerinya sendir.
Negeri Nusantara modern yang kita
sebut negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan konstitusi UUD
45 seperti yang ada kini, masih membawa sisa-sisa sifat feodalisme yang
mengakar kuat. 350 tahun lebih di bawah bayang-bayang penjajahan bangsa Eropa
dan Fasis Jepang bukanlah waktu yang sebentar, tentu saja dibutuhkan waktu yang
tidak sebentar pula guna memulihkan kembali negeri ini kembali pada seperti era
pra penjajahan.
Pancasila dan UUD 45 yang
merupakan bentuk kompromistis sekaligus sebagai pengganti Islam dalam kehidupan
berbangsa. Kehidupan berbangsa yang beraneka ragam dan memiliki kesamaan nasib
sebagai anak bangsa yang terjajah, masih hanya sebatas pajangan mahal dalam
etalase kehidupan anak negeri ini. Penerapan nilai-nilai Pancasila dan UUD 45
sebagai asas hidup dan asas konstitusi /hukum bangsa masih mengalami erupsi
dalam pelaksanaannya.
Agama masih terpinggirkan dan
hanya memenuhi acara-acara seremonial bangsa. System politik Indonesia masih
berjuang menemukan jatidirinya agar tidak terlalu menggantungkan dirinya pada
ketentuan agama. System demokrasi pun masih belum menemukan titik keberhasilan
dalam mensejahterakan masyarakat yang adil dan merata. Nampaknya, anak2 negeri
ini masih belum benar-benar lepas dari sisa-sisa budaya penjajahan yang telah
berhasil memisahkan political will dengan semangat agama “rahmatan lil
‘alamin”.
Solusi negeri yang tercabik ini,
hanya dengan kemauan bersama seluruh elemen bangsa untuk merujuk pada agama
sebagai sentral kehidupan beretika dan bermoral. Ulama-ulama sholih dan ikhlas
tak lagi dicurigai dan dimata-matai sebagai sumber krisis kestabilitasan dan
krisis demokrasi, Umara hendaknya berbalik bertawadhu didepan para ulama,
mendengar kalimat-kalimat wejangan yang bersih darir kepentingan pribadi.
Pancasila dan UUD 45 sebagai
harga mati keutuhan negara harus dijaga bersama dengan cara mengamalkan
sepenuhnya dengan tehnis pelaksanaannya selalu mengedepankan pertimbangan para
ulama dan tokoh agama lainnya. Sayang sekali bila negeri ini tak pernah mau
menyadari betapa dahulu kala negeri ini pernah mencapai tingkat kesejahteraan
yang luar biasa karena keharmonisan ulama dan umaranya.@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar