Kamis, 19 September 2013

Islam Rohingya Dulu dan Kini

Jurnalis Independen: Seorang pakar politik dari Amerika kelahiran Palestina, Ramzy Baroud, menyatakan, "Rohingya saat ini sedang melalui episode paling garang dalam sejarah mereka, dan penderitaan mereka merupakan yang paling pedih dibandingkan berbagai masalah lain di dunia."

Ramadhan tahun ini (2012M), kita terusik dengan munculnya kisah tragedi kemanusiaan yang terjadi di wilayah Myanmar, sebuah kisah yang sangat menyedihkan, kisah suatu kaum yang seharusnya mendapatkan hak untuk hidup layak, tapi mereka malah diperlakukan dengan tidak semena-mena.

Anda coba bayangkan, jika anda dari etnis Jawa yang sudah berabad2 hidup di negeri ini, kemudian ketika negeri ini sudah merdeka dari tangan penjajahan, tiba-tiba anda dinyatakan tidak berhak mendapatkan status kewarganegaraan dikarenakan --anggaplah-- negeri ini adalah mayoritas penduduknya adalah Melayu bukan Jawa. Dengan demikian, anak anda tidak diperkenankan mendapatkan hak belajar di sekolah, anda juga tidak berhak atas bantuan kesehatan murah, tidak boleh bekerja sebagai pegawai kantoran, tidak boleh memiliki bisnis atau buka toko perdagangan, kecuali anda hanya boleh bekerja sebagai butuh kasar, petani atau nelayan.

Nah, kondisi inilah yang terjadi atas etnis Rohingya yang berada di kawasan Burma (Myanmar), etnis ini berjumlah sekitar 1 s.d. 1,5 persen dari seluruh penduduk Myanmar yang berjumlah 90 jutaan orang, dan, kebetulan, etnis ini adalah seluruhnya muslim, sementara Burma adalah negara yang berpenduduk mayoritas Budha. Lengkap sudah alasan untuk menindas mereka.

Dari segi pisik, orang-orang etnis ini memiliki perbedaan yang sangat mencolok dengan kebanyakan orang-orang Burma pada umumnya, dari yang mudah terlihat saja, bentuk wajah etnis ini biasa kita menyebut wajahnya "kayak orang India Pakistan", sementara orang Burma umumnya, dari mukanya seperti orang Bangkok, wajahnya melayu kecina-cinaan. Atau lebih tepatnya, kelompok etnis Rohingya merupakan kaum keturunan etnis Bengali, lebih spesifiknya dari sub-etnis 'Chittagonia' yang kebanyakan tinggal di Bangladesh bagian tenggara, adapun bangsa Burma sendiri adalah berasal dari rumpun 'Thai Kadal', Austroasiatik, atau Sino-Tibetan.  Simpelnya begini, jika anda yang beretnis Jawa atau Betawi tentu anda akan memiliki wajah, bentuk, bahasa dan gaya yang sangat berbeda sekali dengan orang-orang etnis India yang biasa jualan tekstil di Pasar Baru. Nah, Begitulah yang terjadi di sana.

Apa perbedaan yang terjadi di sana?Perbedaannya, kalau di Malaysia, Indonesia, Singapura, Hongkong dan bangsa2 Asia lainnya, mereka mengakui keberadaan etnis Bengali (India Pakistan) sebagai bagian dari masyarakatnya sehingga mereka memiliki hak yang sama dengan penduduk aseli untuk hidup berdampingan, tapi di Burma memiliki kebijakan yang berbeda, suku Rohingya tidak diakui sama sekali sebagai bagian dari Burma, bahkan, bila perlu mereka harus diusir atau seperti yang terjadi sekarang, dibantai sebagian, supaya sebagian yang lainnya pada mengungsi ketakutan. Artinya, etnis Rohingya ini, semenjak negara Burma merdeka di tahun 1942 dari pemerintahan kolonial Inggris, telah dianggap sebagai imigran gelap. Padahal, pada kenyataannya eksistensi mereka sudah ada berabad2 sebelum Burma merdeka. Penderitaan seperti ini bisa anda bayangkan, lalu lipatgandakanlah penderitaan itu ratusan kali, sebab yang terjadi pada etnis Rohingya adalah jauh lebih sadis! Sebagai contoh, kalau anda mau sholat di negeri ini, anda hanya tinggal mencari tempat yang layak dan buka keran wudhu, beres. Tapi di sana berbeda, anda harus berhadapan dengan patroli dan disiksa plus dipenjara jika kedapatan sholat sembarangan. Dan dalam masa-masa pembantaian sekarang ini, banyak sekali kisah-kisah memilukan yang bisa kita dapat, di mulai dari sekedar hidup bertahan menahan lapar, sampai kisah-kisah para pengungsinya yang mati terkatung-katung di laut. Silahkan anda "gugling" sendiri kisah mereka, sebab saya sudah tidak tahan menceritakan kembali penderitaan mereka  di sini.

Adapun dari segi sejarah, perjalanan hidup etnis ini tidak jauh berbeda dengan sejarah etnis2 seperti kita-kita ini. Etnis Rohingya adalah etnis yang hidup di tengah-tengah Wilayah Rakhine State, kawasan yang penduduknya beretnis "Rakhine" di mana beragama mayoritas Budha Theravada. Jadi seperti etnis Jawa yang hidup di wilayah Bali, ditengah2 etnis Bali. Hanya saja, etnis Rohingya memeluk agama Islam, agama bawaan dari turun temurun. Pada perkembangan terakhir, populasi suku ini semakin meningkat, dampaknya, orang-orang Rohingya mulai merambah ke daerah-daerah etnis Rakhine berada, dan mereka tidak suka kalau wilayah-wilayah mereka sedikit demi sedikit menjadi wilayah suku Rohingya, tambahan lagi, pemerintah memang tidak suka menerima suku ini, karena dianggap bukan bagian dari Burma, maka, seringlah timbul pergesekan-pergesekan di akar bawah yang selalu didukung pemerintah untuk khusus program penghapusan etnis Rohingya, yang pada ujungnya selalu merugikan etnis minoritas Rohingya.

Sejarah Etnis Rohingya sesungguhnya bermula dari 600 tahun yang lalu, di mana saat itu berdiri Kerajaan Mrauk U, Rajanya bernama Narameikhla, Raja ini diusir dalam sebuah peperangan dan dibuang ke wilayah Bengal, sekarang Bengal adalah nama sebuah propinsi di Bangladesh. Tapi oleh Sultan Bengali saat itu, raja yg terusir ini diberi bantuan untuk kembali merebut kekuasaannya di Aarakan (nama yang sama untuk menyebut wilayah Rakhine, Burma). Setelah Raja ini berhasil merebut kerajaannya kembali, mulailah suku etnis bengali, khususnya etnis Rohingnya berimigrasi ke wilayah tersebut. Populasi Rohingya terus bertambah dan terus mendesak suku asli Aarakan Rakhine yang beragama Budha. Pada zaman kolonial Inggris, etnis Rohingya banyak dibutuhkan kolonial untuk menggarap tanah, dan bangsa Inggris makin meningkatkan jumlah etnis ini dengan cara mengajak orang2 Bengali masuk ke kawasan Rekhine. Pada tahun 1920 saat Inggris menutup perbatasan India, etnis Bengali memilih migrasi ke Burma, dan pada catatan 1911 saja, saat Inggris melakukan sensus, jumlah muslim Bengali di Rekhina sudah berjumlah 58 ribu orang, dan populasi ini terus meledak hingga sekarang berjumlah tak kurang dari 800 ribu muslim Bengali tersebar di Burma dengan berpusat di wilayah Rakhine.

Genosida atau pembersihan etnis ini di Burma yang terjadi saat ini, mendapat dukungan dari sejarawan setempat dengan membuat "pembelokan sejarah" dan menyebut bahwa Rohingya sebenarnya tidak ada, atau bukan etnis, melainkan nama sebuah pergerakan bernuansa kepentingan kelompok.  Padahal, Sejarahwan Perancis bernama Jacques P. Leider membuktikan ada catatan dari abad 18 yang menyebut sudah adanya etnis Muslim di Aarakan sejak berabad-abad lampau yang disebut2 mereka semuanya berasal dari kawasan Afghanistan sebelum ke Bangladesh dan ke Burma.

Nah, meskipun etnis ini berbeda dengan kebanyakan suku di Burma, namun kenyataannya adalah etnis ini sudah menetap di sana ratusan tahun sebelum Myanmar berdiri, ibarat etnis Bali dan Indonesia, seharusnya, negara tidak berhak menentukan etnis2 mana saja yang diakui oleh negara, maka Indonesia juga tidak berhak bila suku Bali dan Madura dinyatakan bukan bagian Indonesia dan harus keluar dari wilayah negara Indonesia, jadi, hakikatnya, negara itu muncul justeru untuk melindungi siapapun yang hidup dalam wilayah negara itu, bukan mengusirnya atau membunuhnya tanpa alasan atau tanpa dasar hukum dan kemanusiaan.  Saya kira, ini bukan agenda umat muslim saja yang kebetulan etnis ini adalah etnis muslim, tapi juga agenda kemanusiaan untuk semua elemen-elemen penting dunia, dalam hal ini PBB dan ASEAN, serta negara2 yang menunjukkan dirinya polisi HAM dan negara2 pendonor untuk kemanusiaan lainnya agar segera bertindak untuk menghentikan aksi-aksi kekerasan terhadap etnis minoritas di Burma.

Perlu diketahui juga, bahwa Burma, adalah negara besar kedua setelah Indonesia di ASEAN, memiliki 137 etnis, dan etnis Rohingya adalah salah satunya, namun begitu, mereka yang beragama Islam bukan orang-orang Rohingya saja, etnis2 yang lainpun banyak yang beragama Islam. Hanya saja yang menjadi permasalahan, Burma itu bersikeras tidak akan pernah mau mengakui etnis ini bagian dari Negara Burma. Kalau sudah begini, bagaimanakah nasib mereka di masa depan? Dan, maukah anda berbagi tempat tidur dengan salah satu warga etnis ini? Maksudnya, setujukah anda jika untuk sementara pemerintah Indonesia bersedia menampung mereka?


Tidak ada komentar: