Jurnalis independen: Perempuan
ini adalah wanita New Delhi paling terkenal lantaran lakon hidupnya.
Keterkenalannya, bisa disejajarkan dengan Indira Ghandi, istri perdana menteri
Mahatma Ghandi yang juga pernah menjabat sebagai Perdana Menteri India.
Padahal, Nasima adalah seorang Pekerja Seks Komersial (PSK.) Dari situlah
Nasima bisa menyelesaikan pendidikannya hingga meraih gelar sarjana.
Dulu, ia harus berusaha keras menyembunyikan
latar belakangnya. Bagi sebagian orang di belahan bumi manapun, latar
berlakangnya merupakan aib bagi dirinya. Latar belakang itu ia tutup
rapat-rapat agar dirinya bisa mendapatkan hak mengenyam pendidikan di bangku
sekolah mulai tinghkat dasar hingga perguruan tinggi. Kini, dengan kepala
tegak, Nasima menyebut dengan lantang identitasnya: “Aku Nasima, si putri rumah
bordil.”
Pelacur
Terdidik
Nasima, kini 32 tahun,
menghabiskan hampir seluruh hidupnya di kompleks prostitusi Chaturbhuj-sthan
yang diyakini para sejarahwan sudah ada sejak era Moghul, di mana prostitusi telah
menjadi seperti sebuah tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi. Nasima
pernah terjebak di dalamnya kubangan dunia hitam tersebut, namun kini Nasima
justru lalu menjelma sebagai penyelamat komunitas yang banyak dihujat, dilaknat
namun tak sedikit orang yang menikmati profesi lampau Nasima.
Kisah Nasima terkuak setelah seorang
pembuat film India, bernama Gautam Singh, menceritakan pertemuannya dengan
Nasima. Kisah pertemuan dan wawancara Gautam Singh diceritakan dalam majalah Al
Jazeera, yang terbit 29 Juni 2011. Hal ini juga menjadi inspirasi bagi Gaiutam
Singh untuk membuat kisah Nasima menjadi sebuah film dokumenter berjudul
"Daughters of The Brothels". Perjumpaan itu sendiri, diawali dari
ketertarikan Singh pada majalah Jugnu setebal 32 halaman. Majalah Jugnu, yang
diterbitkan sebulan sekali oleh pekerja seks di lokalisasi Chaturbhuj-sthan di
Bihar, dekat perbatasan dengan Nepal, selama 10 tahun terakhir.
Majalah itu didirikan seorang
bernama Nasima, yang lahir di dalam kompleks Chaturbhuj-sthan. Nasima tidak
pernah mengenal siapa ayahnya. Ia ditinggalkan ibunya, di komplek PSK Chaturbhuj-sthan.
Nasima dibesarkan oleh seorang wanita yang dia sebut 'nenek', meski diantara
keduanya, Nasima dan Nenek, sama sekali tak ada hubungan darah dengannya. Sang
Nenek menyisihkan hasilnya menjual tubuhnya untuk menyekolahkan cucu angkatnya
itu. Ya.., si nenek adalah juga seorang pelacur di komplek rumah border Chaturbhuj-sthan.
Nasima pun menjadi gadis pertama di komplek pelacuran itu yang mengenyam pendidikan,
dalam kurun waktu 300 tahun.
Setelah menyelesaikan
pendidikannya, Nasima kembali ke Chaturbhuj-sthan, Nasima tak lagi menjajakan
diri. Dengan bantuan sebuah bank lokal, ia mendirikan industri kecil di dalam
rumah bordil. Industry kecil itu menyangkut pembuatan--pembuatan seperti lilin,
bindi, korek api, dan dupa. Dia Nasima, menawarkan alternatif pekerjaan kepada
wanita-wanita pemuas hidung belang di komplek itu dengan menjadi patner
kerjanya selain melacur. Nasima juga membujuk para pekerja seks untuk
menyekolahkan anak mereka. Sekarang hampir setiap anak pelacur atau PSK di
Chaturbhuj-sthan memperoleh pendidikan layaknya anak-anak pada kominitas
masyarakat lain. Semua itu bisa terjadi lantaran bujuk rayu dan kerja keras
Nasima. Nasima dengan gigih memberikan penyadaran, makna hidup dan harga diri
pada komunitas PSKnya yang selalu dipandang rendah masyarakat.
Nasima
Jadi Penyadar dan Berperang Melawan Mafia Trafficking
Kini Nasima telah benar-benar
lepas dari gerayangan hidung belang. Bahkan ada lebih dari 50 mantan pelacur
sekarang bekerja dengan Nasima. Nasima kini adalah seorang manager, pengusaha
muda, motivator dengan segala moyivasi untuk mengentaskan sebanyak mungkin PSK
sekaligus mendidik mereka dan anak-anak mereka dengan tulis baca.
Setelah banyak diantara para PSK
yang bisa baca – tulis, mereka secara bersama-sama lalu menerbitkan sebuah majalah.
Tidak hanya itu, kelompok Nasima juga berjuang melawan Human Trafficking atau perdagangan
perempuan, terutama gadis-gadis malang dari Nepal dan Bangladesh. Pada tahun
2010 mereka berhasil mengirim pulang 20 korban anak perempuan dengan selamat.
Pada saat itu, perdagangan wanita begitu marak dan menjadi wabah. Wanita-wanita
muda dan anak-anak serinmg menjadi korban mafia perdagangan manusia, khususnya
wanita untuk dijadikan budak nafsu manusia bejad. Hingga kinipun termasuk di
Indonesia, masih banyak mafia yang dibeking pejabat melakukan pekerjahan hina
dan nista tersebut.
Tentu saja, ini bukan pekerjaan
mudah. Nasima dan kawan-kawannya harus berhadapan dengan mafia trafficking.
Mafia itu berkomplot dengan kepala rumah bordil yang terancam bangkrut
gara-gara aksinya itu. kelompok preman pun dikirim untuk memukuli dan
melecehkan kelompok Nasima. Sedangkan golongan mucikari, oknum polisi, termasuk
tokoh agama, masuk dalam daftar orang-orang yang harus diwaspadai Nasima. Sebab,
kelompok-kelompok itu merupakan jaringan yang sudah dikuasai dan dibayar mafia
trafficking. Hal seperti itu adalah hal yang lumrah terjadi. Di Indonesia
sendiri sering terungkap kasus trafficking yang kemudian dilacurkan yang
melibatkan oknum pejabat pemerintahan, pengusaha dan preman yang tak
Pancasilais.
Kegigihan Nasima dan kelompoknya
untuk bisa keluar dan membantu nasib PSK yang selalu menjadi sapi perahan dan
bernasib gelap, menjadikan kalap mafia pelacuran. Sepak terjang Nasima juga
mendapatkan simpati dari sebagian masyarakat sekitar Chaturbhuj-sthan. Kondisi
ini justru membuat kelompok mafia yang terdiri germo, pengusaha hiburan malam, polisi
dan pejabat hitam semakin beringas dalam memberangus kelompok Nasima.
Dari situ muncul berbagai cerita
mengerikan, bagaimana warga yang mendukung gerakan pengentasan PSK dilempar hidup-hidup
ke api yang berkobar. Sebelum melakukan aksi brutal, sadis dan tanpa
perikemanusiaan, acapkali para teroris moral itu melakukan serangkaian
kekerasan seksual pada kelompok Nasima dan masyarakat pendukungnya. Mereka
memang tidak pernah resmi terdaftar sebagai penduduk, tapi tidak ada upaya pihak
terkait melakukan untuk mencari tahu apa yang terjadi pada mereka. Lantaran
kejinya dan untuk memberikan dukungan moral pada para korban kekejian mafia
trafficking dan pendukungnya, beberapa perempuan dari Chaturbhuj-sthan asuhan
Nasima melakukan mogok makan untuk menunjukkan solidaritas mereka. Namun para
demonstran justru dilempar ke penjara oleh kaki tangan mafia trafficking yang
memiliki jabatan di pemerintahan dan kepolisian.
Sepak
Terjang Nasima Terendus Media Lokal
Sepak terjang Nasima terendus
oleh jurnalis media local yang masih memiliki idealis dan tidak mampu terbeli
oleh mafia. Awal mula terendusnya gerakan pengembalian martabat PSK Chaturbhuj-sthan
berawal dari pertemuan Gautam Singh seorang awak Indian express.com. Gautam
Singh menceritakan kepada awak Indian Exspress.com bahwa ada gerakan
pengentasan PSK di Chaturbhuj-sthan yang mendapat presser dari mafia pelacur
yang berkolaborasi dengan pejabat hitam daerah setempat. Banyak diantara wanita
yang sedang memperjuangkan kemerdekaannya itu terbunuh secara biadab oleh para
mafia dan gengnya.
Dengan fasilitas dari Indian
Exspress dan Gautam Singh, Nasima mengadalan presentasi di hadapan para pejabat
terkait mentah dan tumpulnya program rehabilitasi dalam mengentaskan golongan
prostitusi. Di hadapan pejabat, polisi, dan para pemuka agama Nasima
menjelaskan bahwa program rehabilitasi ala pemerintah tidak akan efektif
melawan prostitusi. Solusi jitu, menurut dia, adalah dengan menyejahterakan
mereka. Di depan para pejabat ia mengungkapkan, bahwa para PSK dipaksa membayar
suap ke anggota polisi sebesar 2.000 hingga 3.000 rupee.
Tidak sedikit pejabat, ulama
maupun polisi yang memiliki nurani terperanga dengan laporan Nasima The
Founding Mathers PSK Chaturbhuj-sthan itu. Atas nama pemerintah, setelah
sebelumnya para pejabat berhati nurani itu menyepakati memberikan solusi dengan
memasang telepon setiap rumah pendukung Nasima, rumah border beserta
nomor-nomor telepon pejabat yang siap menerima pengaduan kapanpun. Nasima juga diberikan
keleluasaan dan bantuan seperlunya guna termasuk tenaga pengajar, membuka
lembaga pendidikan di rumahnya di Jalan Shukla, di tengah kawasan prostitusi.
Ini pendidikan persiapan selama enam bulan yang memungkinkan murid putus sekolah
untuk melanjutkan pendidikan ke akademi. Nasima pun ikut kursus ini.
Dari pertemuan itu pula Gautam
Singh dan Indian Exspress kagum akan
sepak terjang Nasima. Singh memutuskan untuk membuat film documenter dengan
dibantu awak jurnalis Indian Exspress. Dia pun membentuk sebuah kru berjumlah
kecil, dilengkapi kamera ringan agar bisa kucing-kucingan dengan para preman Chaturbhuj-sthan.
Dari kelompok Nasima pula, kru mendengar kisah tragis Boha Tola, daerah lampu
merah di Sitamarhi yang sengaja dibakar oleh para musuh kelompok Nasima. Dalam kasus
Boha Tola, didapat keterangan setidaknya 100 wanita, pria dan anak-anak hilang,
mungkin hangus terbakar.
Totalitas
Perjuangan, Brilian dan kejujuran Seorang Nasima
Totalitas dan kepintaran perempuan
bernama Nasima ini dalam memperjuangkan kebebasan sekaligus kesejahteraan rekas-rekan
PSK, juga terlihat dari kegigihannya meyakinan sebuah perusahaan asuransi. Perempuan
luar biasa ini meyakinkan perusahaan asuransi untuk menyediakan skema asuransi
dengan premi minimum. Besarnya hanya 25 rupee per minggu.
Perjuangannya dalam mengentaskan
para PSK Chaturbhuj-sthan, tidak melupakan kodratnya sebagai wanita. Apapun juga
aktivitas Nasima yang sudah berumur itu, tida melupakan angan-angannya untuk
membina mahligai rumah tangga. Sebagai wanita normal, wajar dan menjadi
terhormat dihadapan masyarakat, rumah tangga adalah sarana mutlak. Demi menyongsong
kehidupan rumah tangganya di hari depan, Nasima tidak merasa malu membuka
jatidirinya dihadapan keluarga calon suaminya.
Karena itu, saat rencana
pernikahannya sudah dekat, Nasima mengundang kekasih dan keluarganya ke
Chaturbhuj-sthan. Undangan kehadiran kekasih dan keluarganya ke Chaturbhuj-sthan,
agar mereka mengetahui dengan jelas asal-usul dirinya. Langka Nasima ini bukan
tak diperhitungkan matang-matang. Sebagai aktivis dan mantan PSK, masa lalunya
bisa jadi akan menjadi pemicu keretakan dan bubrahnya jalinan rumah tangga yang
didambakan setiap pasangan suami istri. Kejujuran, keterbukaan, musyawarah,
welas asih dan saling menutupi kekurangan pasangan, menjadi kunci bagi
kelanggengan sebuah rumah tangga.
Penyambutan sang kekasih dan keluarganya
juga dilakukan oleh seratusan lebih Nasima dan anak didiknya. Anak didik itu
terdiri dari mantan PSK dan sekaligus menjadi patnernya dalam menjalankan home industri
yang dikelolahnya. Setelah berakhirnya acara ramah tamah antara tamu dan tuan
rumah yaitu pihak kekasih dan keluarga di satu sisi dan Nasima dan kelompok
mantan PSKnya disisi lain, maka ucapan wakil keluarga sang kekasih yang
mengatakan tak merisaukan asal usul dan masa lalu Nasima membuat perasaan lega
Nasima dan hadirin yang menyaksikannya.
“Kami, selaku wakil keluarga
calon mempelai laki-laki, tidak merasa rendah memiliki keluarga dan seorang
istri seperti Nasima. Jalan hidup manusia, sudah ditentukan oleh Sang Pencipta.
Kita hanya menjalaninya dengan penuh kepasrahan dan usaha positip untuk tetap
berjuang hidup dengan tidak merugikan siapapun”, kata lelaki berjenggot yang
menjadi kuasa bicara keluarga kekasih Nasima.
Tidak adanya keberatan satupun keluarga
kekasihnya, membuat Nasima semakin perkasa berdiri tegak diatas sejarah hidup
yang dilakoninya. Kehadirannya di dunia yang tidak ia ketahui siapa pengukir
jiwa raganya. Bahkan wajah ibunyapun tak sempat ia kenali. Nasima mendapat
suapan dari hadsil keringat seorang pelacur Chaturbhuj-sthan yang kini sudah
semakin rentah. Dari hasil tetesan keringat dan dan air hidup itulah ia makan
dan berusaha mengenyam bangku sekolah, sejak pendidikan dasar hingga perguruan
tinggi. Bahkan dirinya sempat menjadi PSK ketika masih belum bisa menciptakan
lapangan pekerjaan bagi dirinya sendiri. Namun itu semua menjadi lakon hidupnya
yang tak malu ia mengakuinya. Sebab semua yang lakukan lantaran terpaksa dan
menjadi korban kebengisan penguasa dan orang kaya di lingkungannya yang tidak
memiliki hati nurani.
"Aku tak pernah menyesali
identitas dan masa laluku. Walau aku terlahir dari rahim seorang pelacur yang
tidak mengetahui siapa ayah, ibuku. Walau aku hidup, besar dan mengenyam
pendidikan dari perempuan yang kupanggil ‘nenek” yang juga berprofesi sebagai
pelacur. Tapi aku juga mampu mengentaskan, memberikan peluang hidup terhormat
dan bermartabat bagi ratusan orang untuk keluar dari dunia dan segala atribut
yang berbau pelacur. Harapanku, semoga para penguasa, pejabat,
pengusaha-pengusaha kaya juga masyarakat dunia dibelahan manapun berada, agar seiring,
seia sekata, bergandengantangan mengentaskan dan meniadakan pelacuran dari bumi
yang kita cintai. Selain itu, aku juga berharap kepada semuanya untuk
memberikan kehidupan dan masa depan anak-anak pelacur agar tidak menjadi generasi
pelacur dalam segala bentuknya. Untuk itu, memang kita harus melawan segala
rintangan, tantangan dan penghalang, agar kita dan mereka terbebas dari segala
bentuk pelacuran", kata Nasima.@JI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar