Rabu, 25 September 2013

Nasima si Putri Rumah Bordil Pembebas Pelacur

Jurnalis independen: Perempuan ini adalah wanita New Delhi paling terkenal lantaran lakon hidupnya. Keterkenalannya, bisa disejajarkan dengan Indira Ghandi, istri perdana menteri Mahatma Ghandi yang juga pernah menjabat sebagai Perdana Menteri India. Padahal, Nasima adalah seorang Pekerja Seks Komersial (PSK.) Dari situlah Nasima bisa menyelesaikan pendidikannya hingga meraih gelar sarjana.


Dulu, ia harus berusaha keras menyembunyikan latar belakangnya. Bagi sebagian orang di belahan bumi manapun, latar berlakangnya merupakan aib bagi dirinya. Latar belakang itu ia tutup rapat-rapat agar dirinya bisa mendapatkan hak mengenyam pendidikan di bangku sekolah mulai tinghkat dasar hingga perguruan tinggi. Kini, dengan kepala tegak, Nasima menyebut dengan lantang identitasnya: “Aku Nasima, si putri rumah bordil.”

Pelacur Terdidik
Nasima, kini 32 tahun, menghabiskan hampir seluruh hidupnya di kompleks prostitusi Chaturbhuj-sthan yang diyakini para sejarahwan sudah ada sejak era Moghul, di mana prostitusi telah menjadi seperti sebuah tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi. Nasima pernah terjebak di dalamnya kubangan dunia hitam tersebut, namun kini Nasima justru lalu menjelma sebagai penyelamat komunitas yang banyak dihujat, dilaknat namun tak sedikit orang yang menikmati profesi lampau Nasima.

Kisah Nasima terkuak setelah seorang pembuat film India, bernama Gautam Singh, menceritakan pertemuannya dengan Nasima. Kisah pertemuan dan wawancara Gautam Singh diceritakan dalam majalah Al Jazeera, yang terbit 29 Juni 2011. Hal ini juga menjadi inspirasi bagi Gaiutam Singh untuk membuat kisah Nasima menjadi sebuah film dokumenter berjudul "Daughters of The Brothels". Perjumpaan itu sendiri, diawali dari ketertarikan Singh pada majalah Jugnu setebal 32 halaman. Majalah Jugnu, yang diterbitkan sebulan sekali oleh pekerja seks di lokalisasi Chaturbhuj-sthan di Bihar, dekat perbatasan dengan Nepal, selama 10 tahun terakhir.

Majalah itu didirikan seorang bernama Nasima, yang lahir di dalam kompleks Chaturbhuj-sthan. Nasima tidak pernah mengenal siapa ayahnya. Ia ditinggalkan ibunya, di komplek PSK Chaturbhuj-sthan. Nasima dibesarkan oleh seorang wanita yang dia sebut 'nenek', meski diantara keduanya, Nasima dan Nenek, sama sekali tak ada hubungan darah dengannya. Sang Nenek menyisihkan hasilnya menjual tubuhnya untuk menyekolahkan cucu angkatnya itu. Ya.., si nenek adalah juga seorang pelacur di komplek rumah border Chaturbhuj-sthan. Nasima pun menjadi gadis pertama di komplek pelacuran itu yang mengenyam pendidikan, dalam kurun waktu 300 tahun.

Setelah menyelesaikan pendidikannya, Nasima kembali ke Chaturbhuj-sthan, Nasima tak lagi menjajakan diri. Dengan bantuan sebuah bank lokal, ia mendirikan industri kecil di dalam rumah bordil. Industry kecil itu menyangkut pembuatan--pembuatan seperti lilin, bindi, korek api, dan dupa. Dia Nasima, menawarkan alternatif pekerjaan kepada wanita-wanita pemuas hidung belang di komplek itu dengan menjadi patner kerjanya selain melacur. Nasima juga membujuk para pekerja seks untuk menyekolahkan anak mereka. Sekarang hampir setiap anak pelacur atau PSK di Chaturbhuj-sthan memperoleh pendidikan layaknya anak-anak pada kominitas masyarakat lain. Semua itu bisa terjadi lantaran bujuk rayu dan kerja keras Nasima. Nasima dengan gigih memberikan penyadaran, makna hidup dan harga diri pada komunitas PSKnya yang selalu dipandang rendah masyarakat.

Nasima Jadi Penyadar dan Berperang Melawan Mafia Trafficking
Kini Nasima telah benar-benar lepas dari gerayangan hidung belang. Bahkan ada lebih dari 50 mantan pelacur sekarang bekerja dengan Nasima. Nasima kini adalah seorang manager, pengusaha muda, motivator dengan segala moyivasi untuk mengentaskan sebanyak mungkin PSK sekaligus mendidik mereka dan anak-anak mereka dengan tulis baca.

Setelah banyak diantara para PSK yang bisa baca – tulis, mereka secara bersama-sama lalu menerbitkan sebuah majalah. Tidak hanya itu, kelompok Nasima juga berjuang melawan Human Trafficking atau perdagangan perempuan, terutama gadis-gadis malang dari Nepal dan Bangladesh. Pada tahun 2010 mereka berhasil mengirim pulang 20 korban anak perempuan dengan selamat. Pada saat itu, perdagangan wanita begitu marak dan menjadi wabah. Wanita-wanita muda dan anak-anak serinmg menjadi korban mafia perdagangan manusia, khususnya wanita untuk dijadikan budak nafsu manusia bejad. Hingga kinipun termasuk di Indonesia, masih banyak mafia yang dibeking pejabat melakukan pekerjahan hina dan nista tersebut.

Tentu saja, ini bukan pekerjaan mudah. Nasima dan kawan-kawannya harus berhadapan dengan mafia trafficking. Mafia itu berkomplot dengan kepala rumah bordil yang terancam bangkrut gara-gara aksinya itu. kelompok preman pun dikirim untuk memukuli dan melecehkan kelompok Nasima. Sedangkan golongan mucikari, oknum polisi, termasuk tokoh agama, masuk dalam daftar orang-orang yang harus diwaspadai Nasima. Sebab, kelompok-kelompok itu merupakan jaringan yang sudah dikuasai dan dibayar mafia trafficking. Hal seperti itu adalah hal yang lumrah terjadi. Di Indonesia sendiri sering terungkap kasus trafficking yang kemudian dilacurkan yang melibatkan oknum pejabat pemerintahan, pengusaha dan preman yang tak Pancasilais.   

Kegigihan Nasima dan kelompoknya untuk bisa keluar dan membantu nasib PSK yang selalu menjadi sapi perahan dan bernasib gelap, menjadikan kalap mafia pelacuran. Sepak terjang Nasima juga mendapatkan simpati dari sebagian masyarakat sekitar Chaturbhuj-sthan. Kondisi ini justru membuat kelompok mafia yang terdiri germo, pengusaha hiburan malam, polisi dan pejabat hitam semakin beringas dalam memberangus kelompok Nasima.
 
Dari situ muncul berbagai cerita mengerikan, bagaimana warga yang mendukung gerakan pengentasan PSK dilempar hidup-hidup ke api yang berkobar. Sebelum melakukan aksi brutal, sadis dan tanpa perikemanusiaan, acapkali para teroris moral itu melakukan serangkaian kekerasan seksual pada kelompok Nasima dan masyarakat pendukungnya. Mereka memang tidak pernah resmi terdaftar sebagai penduduk, tapi tidak ada upaya pihak terkait melakukan untuk mencari tahu apa yang terjadi pada mereka. Lantaran kejinya dan untuk memberikan dukungan moral pada para korban kekejian mafia trafficking dan pendukungnya, beberapa perempuan dari Chaturbhuj-sthan asuhan Nasima melakukan mogok makan untuk menunjukkan solidaritas mereka. Namun para demonstran justru dilempar ke penjara oleh kaki tangan mafia trafficking yang memiliki jabatan di pemerintahan dan kepolisian.

Sepak Terjang Nasima Terendus Media Lokal
Sepak terjang Nasima terendus oleh jurnalis media local yang masih memiliki idealis dan tidak mampu terbeli oleh mafia. Awal mula terendusnya gerakan pengembalian martabat PSK Chaturbhuj-sthan berawal dari pertemuan Gautam Singh seorang awak Indian express.com. Gautam Singh menceritakan kepada awak Indian Exspress.com bahwa ada gerakan pengentasan PSK di Chaturbhuj-sthan yang mendapat presser dari mafia pelacur yang berkolaborasi dengan pejabat hitam daerah setempat. Banyak diantara wanita yang sedang memperjuangkan kemerdekaannya itu terbunuh secara biadab oleh para mafia dan gengnya.

Dengan fasilitas dari Indian Exspress dan Gautam Singh, Nasima mengadalan presentasi di hadapan para pejabat terkait mentah dan tumpulnya program rehabilitasi dalam mengentaskan golongan prostitusi. Di hadapan pejabat, polisi, dan para pemuka agama Nasima menjelaskan bahwa program rehabilitasi ala pemerintah tidak akan efektif melawan prostitusi. Solusi jitu, menurut dia, adalah dengan menyejahterakan mereka. Di depan para pejabat ia mengungkapkan, bahwa para PSK dipaksa membayar suap ke anggota polisi sebesar 2.000 hingga 3.000 rupee.

Tidak sedikit pejabat, ulama maupun polisi yang memiliki nurani terperanga dengan laporan Nasima The Founding Mathers PSK Chaturbhuj-sthan itu. Atas nama pemerintah, setelah sebelumnya para pejabat berhati nurani itu menyepakati memberikan solusi dengan memasang telepon setiap rumah pendukung Nasima, rumah border beserta nomor-nomor telepon pejabat yang siap menerima pengaduan kapanpun. Nasima juga diberikan keleluasaan dan bantuan seperlunya guna termasuk tenaga pengajar, membuka lembaga pendidikan di rumahnya di Jalan Shukla, di tengah kawasan prostitusi. Ini pendidikan persiapan selama enam bulan yang memungkinkan murid putus sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke akademi. Nasima pun ikut kursus ini.

Dari pertemuan itu pula Gautam Singh dan  Indian Exspress kagum akan sepak terjang Nasima. Singh memutuskan untuk membuat film documenter dengan dibantu awak jurnalis Indian Exspress. Dia pun membentuk sebuah kru berjumlah kecil, dilengkapi kamera ringan agar bisa kucing-kucingan dengan para preman Chaturbhuj-sthan. Dari kelompok Nasima pula, kru mendengar kisah tragis Boha Tola, daerah lampu merah di Sitamarhi yang sengaja dibakar oleh para musuh kelompok Nasima. Dalam kasus Boha Tola, didapat keterangan setidaknya 100 wanita, pria dan anak-anak hilang, mungkin hangus terbakar.

Totalitas Perjuangan, Brilian dan kejujuran Seorang Nasima
Totalitas dan kepintaran perempuan bernama Nasima ini dalam memperjuangkan kebebasan sekaligus kesejahteraan rekas-rekan PSK, juga terlihat dari kegigihannya meyakinan sebuah perusahaan asuransi. Perempuan luar biasa ini meyakinkan perusahaan asuransi untuk menyediakan skema asuransi dengan premi minimum. Besarnya hanya 25 rupee per minggu.

Perjuangannya dalam mengentaskan para PSK Chaturbhuj-sthan, tidak melupakan kodratnya sebagai wanita. Apapun juga aktivitas Nasima yang sudah berumur itu, tida melupakan angan-angannya untuk membina mahligai rumah tangga. Sebagai wanita normal, wajar dan menjadi terhormat dihadapan masyarakat, rumah tangga adalah sarana mutlak. Demi menyongsong kehidupan rumah tangganya di hari depan, Nasima tidak merasa malu membuka jatidirinya dihadapan keluarga calon suaminya.    
Karena itu, saat rencana pernikahannya sudah dekat, Nasima mengundang kekasih dan keluarganya ke Chaturbhuj-sthan. Undangan kehadiran kekasih dan keluarganya ke Chaturbhuj-sthan, agar mereka mengetahui dengan jelas asal-usul dirinya. Langka Nasima ini bukan tak diperhitungkan matang-matang. Sebagai aktivis dan mantan PSK, masa lalunya bisa jadi akan menjadi pemicu keretakan dan bubrahnya jalinan rumah tangga yang didambakan setiap pasangan suami istri. Kejujuran, keterbukaan, musyawarah, welas asih dan saling menutupi kekurangan pasangan, menjadi kunci bagi kelanggengan sebuah rumah tangga.

Penyambutan sang kekasih dan keluarganya juga dilakukan oleh seratusan lebih Nasima dan anak didiknya. Anak didik itu terdiri dari mantan PSK dan sekaligus menjadi patnernya dalam menjalankan home industri yang dikelolahnya. Setelah berakhirnya acara ramah tamah antara tamu dan tuan rumah yaitu pihak kekasih dan keluarga di satu sisi dan Nasima dan kelompok mantan PSKnya disisi lain, maka ucapan wakil keluarga sang kekasih yang mengatakan tak merisaukan asal usul dan masa lalu Nasima membuat perasaan lega Nasima dan hadirin yang menyaksikannya.    

“Kami, selaku wakil keluarga calon mempelai laki-laki, tidak merasa rendah memiliki keluarga dan seorang istri seperti Nasima. Jalan hidup manusia, sudah ditentukan oleh Sang Pencipta. Kita hanya menjalaninya dengan penuh kepasrahan dan usaha positip untuk tetap berjuang hidup dengan tidak merugikan siapapun”, kata lelaki berjenggot yang menjadi kuasa bicara keluarga kekasih Nasima.
   
Tidak adanya keberatan satupun keluarga kekasihnya, membuat Nasima semakin perkasa berdiri tegak diatas sejarah hidup yang dilakoninya. Kehadirannya di dunia yang tidak ia ketahui siapa pengukir jiwa raganya. Bahkan wajah ibunyapun tak sempat ia kenali. Nasima mendapat suapan dari hadsil keringat seorang pelacur Chaturbhuj-sthan yang kini sudah semakin rentah. Dari hasil tetesan keringat dan dan air hidup itulah ia makan dan berusaha mengenyam bangku sekolah, sejak pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Bahkan dirinya sempat menjadi PSK ketika masih belum bisa menciptakan lapangan pekerjaan bagi dirinya sendiri. Namun itu semua menjadi lakon hidupnya yang tak malu ia mengakuinya. Sebab semua yang lakukan lantaran terpaksa dan menjadi korban kebengisan penguasa dan orang kaya di lingkungannya yang tidak memiliki hati nurani.

"Aku tak pernah menyesali identitas dan masa laluku. Walau aku terlahir dari rahim seorang pelacur yang tidak mengetahui siapa ayah, ibuku. Walau aku hidup, besar dan mengenyam pendidikan dari perempuan yang kupanggil ‘nenek” yang juga berprofesi sebagai pelacur. Tapi aku juga mampu mengentaskan, memberikan peluang hidup terhormat dan bermartabat bagi ratusan orang untuk keluar dari dunia dan segala atribut yang berbau pelacur. Harapanku, semoga para penguasa, pejabat, pengusaha-pengusaha kaya juga masyarakat dunia dibelahan manapun berada, agar seiring, seia sekata, bergandengantangan mengentaskan dan meniadakan pelacuran dari bumi yang kita cintai. Selain itu, aku juga berharap kepada semuanya untuk memberikan kehidupan dan masa depan anak-anak pelacur agar tidak menjadi generasi pelacur dalam segala bentuknya. Untuk itu, memang kita harus melawan segala rintangan, tantangan dan penghalang, agar kita dan mereka terbebas dari segala bentuk pelacuran", kata Nasima.@JI






Tidak ada komentar: