Jurnalis Independen: Empu Bahula
berhasil mencuri buku tersebut berupa lontar yang bertuliskan aksara Bali yang
menguraikan tentang teknik – teknik pengeleakan.
Setelah Ibu
Calonarang mengetahui bahwa dirinya telah diperdaya oleh Empu Bharadah dengan
memanfaatkan putranya Empu Bahula untuk pura–pura kawin dengan putrinya
sehingga berhasil mencuri buku ilmu pengeleakan milik Calonarang.
Ibu Calonarang
sangat marah dan menantang Empu Bharadah untuk perang tanding pada malam hari
di Setra Ganda Mayu yaitu sebuah kuburan yang arealnya sangat luas yang ada di
Kerajaan Kediri.
Pertempuran
Penguasa Ilmu Hitam dengan Penguasa Ilmu Putih di Setra Ganda Mayu
Dalam perang
besar ini Raja Airlangga mengikutkan Pasukan Khusus Balayuda Kediri dalam
menghadapi Calonarang dan pasukan leaknya.
Para Pasukan
Balayuda Kediri yang terpilih sebanyak dua ratus orang yang dipimpin oleh Ki
Kebo Wirang dan Ki Lembu Tal. Semua pasukan ini akan mengawal dan membantu Empu
Bharadah dalam menumpas kejahatan yang dilakukan oleh Calonarang dan
antek-anteknya.
Segala sesuatu
perlengkapan segera dipersiapkan seperti senjata tajam berupa tombak, keris,
klewang, dan lain-lain. Demikian pula dengan berbagai sarana pelindung badan
yang gaib sebagai sarana penolak atau penempur leak, sarana kekebalan, semuanya
diturunkan dari tempatnya yang pingit atau tempat rahasia. Yang tidak kalah
pentingnya adalah persiapan mengenai perbekalan makanan dan minuman yang
diperlukan selama penyerangan. Ketika semua persiapan dianggap rampung, maka
mereka pun istrirahat agar tenaga cukup kuat untuk penyerangan besok. Keesokan
harinya perjalanan penyerangan dilakukan, pasukan khusus atau pasukan pilihan
dari Kediri yang disebut dengan Pasukan Balayuda dalam penyerangan tersebut
mengawal Empu Bharadah. Sedangkan di depan sebagai pemimpin pasukan
dipercayakan kepada Ki Kebo Wirang didampingi Ki Lembu Tal.
Tidak
diceritakan perjalanan mereka, akhirnya rombongan Empu Bharadah dan pasukan
Kediri sampai di pesisir selatan Desa Lembah Wilis. Di sana rombongan tersebut
berhenti sejenak untuk beristirahat dalam persiapan untuk menuju ke Desa Girah.
Semua pasukan kemudian menuju Setra Ganda Mayu yang berada di Wilayah Desa
Girah.
Diceritakan
kemudian Ibu Calonarang dirumahnya diiringi oleh para sisyanya semua melakukan
penyucian diri dan mengayat atau memuja kehadapan Ida Betari mohon anugrah
kesaktian. Mereka memusatkan pikiran dan memanunggalkan bayu atau tenaga, sabda
atau suara, dan idep atau pikiran, memuja Ida Betari bersarana sekar manca
warna atau bunga warna-warni, dengan disertai asep menyan majegau atau
wangi-wangian yang dibakar yang asapnya membubung ke angkasa, seolah-olah
menyampaikan niat Ibu Calonarang kehadapan Ida Betari. Semua pekakas dan sarana
pengleakan diturunkan dari tempatnya yang pingit atau tempat rahasia, dan
masing-masing menggunakannya. Di hadapan mereka juga digelar tetandingan
jangkep atau sarana sesajen lengkap sesuai dengan keperluan. Calonarang
kemudian mulai memejamkan mata dan memusatkan pikiran. Ia tampak berkomat-kamit
mengucapkan mantra sakti memohon anugrah kesaktian dan kesidian kehadapan Hyang
Maha Wisesa, dengan harapan Empu Bharadah dan Balayuda Kediri dapat dikalahkan.
Setelah beberapa
saat melakukan konsentrasi, maka sampailah pada puncaknya. Raja pengiwa pun
telah dibangkitkan dan merasuk ke dalam sukma. Kedigjayaan atau kewisesan telah
turun dan masuk ke dalam jiwa raga. Calonarang kemudian bangkit dan berkata
kepada semua sisyanya “para sisyaku semuanya, permohonan kita kehadapan Hyang
Betari telah terkabulkan dan telah mencapai puncaknya. Kesaktian telah kita
bangkitkan semuanya, dan telah merasuk ke dalam jiwa dan raga. Kini saatnya
kita bertarung menghadapi Empu Bharadah dan Balayuda Kediri. Kita akan
pertahankan harga diri kita. Mampuskan semua orang-orang Kediri yang datang ke
sini menyerang. Demikian perintah Calonarang kepada seluruh sisyanya. Suaranya
ketika itu telah berubah menjadi besar dan menggema, dan bukan merupakan
suaranya yang biasa. Kemudian Calonarangpun tertawa ngakak, dan terdengar
menakutkan.
Semua sisya
Calonarang telah nyuti rupa atau berubah wujud dan siap menyerang. Ada wujud
bojog atau monyet yang siap menggigit, ada kambing siap nyenggot atau menanduk,
ada sapi dan kuda yang siap ngajet atau menendang, ada kain kasa atau kain
putih panjang yang siap menggulung dan membakar, ada bade atau menara
pengusungan mayat yang siap membakar, ada babi bertaring panjang yang siap
ngelumbih atau membanting dengan kepala, ada awak belig atau badan licin yang
mukanya seperti umah tabuan atau sarang tawon. Ada pula api bergulung-gulung
yang siap membakar siapa saja yang menghadang. Semua pasukan leak kemudian
keluar dari rumah Calonarang dalam rupa bola api beterbangan, kemudian menuju
ke Setra Ganda Mayu tempat perjanjian pertempuran dengan Empu Bharadah dan
pasukan Balayuda Kediri.
Melihat pasukan
leak dengan beraneka rupa datang, pasukan Kediri menjadi kaget dan was-was dan
ada yang ketakutan. Semuanya bersiap-siap dan merapatkan diri. Demikian pula
dengan Ki Kebo Wirang dan Ki Lembu Tal, mereka berdua sangat waspada serta
selalu berada di dekat Empu Bharadah untuk mengawalnya.
Empu Bharadah
tidak sedikitpun gentar melihat kawanan leak tersebut, bahkan semangat untuk
bertempur semakin membara. Sambil juga Empu Bharadah mengucap mantra sakti
Pasupati. Dilengkapi pula dengan sarana sesikepan, sesabukan, rerajahan kain,
dan pripian tembaga wasa atau lempengan tembaga. Sangat ampuh mantra sakti
Pasupati tersebut. Empu Bharadah membawa pusaka sakti berupa sebuah keris yang
bernama Kris Jaga Satru.
Ibu Calonarang
Tewas
Pertarunganpun
terjadi dengan sangat seram dan dahsyat antara penguasa ilmu hitam yaitu
Calonarang dibantu para sisya atau murid-muridnya dengan penguasa ilmu putih
yaitu Empu Bharadah dibantu Pasukan Balayuda Kediri, di Setra Ganda Mayu. @bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar