Oleh: Raden Nuh
Jurnalis Independen: Entah malaikat apa yang merasuki
Presiden SBY, tiba - tiba saja beliau mengeluarkan statemen rencana pemindahan
ibukota Republik Indonesia. Pernyataan SBY ini diucapkannya beberapa hari lalu
saat usai menunaikan lawatannya ke beberapa negara di luar negeri diantaranya
Kazakhztan.
Sesungguhnya rencana
pemindahan ibukota negara RI itu adalah
gagasan basi yang kembali dicoba diangkat agar
menjadi trend topik hanya karena
pernyataan Presiden SBY saat bincang - bincang ringan dengan para
wartawan di Hotel Grand Emerald, Saint Petersburg. Rusia pada Sabtu, 7 September
2013 lalu. Mungkin ucapan spontan Presiden SBY tersebut terinspirasi oleh
Kazakhstan sebagai salah satu contoh sukses sebuah negara dalam memindahkan
Ibukotanya.
Negara bekas bagian Uni Soviet
tersebut memindahkan ibukota negaranya
dari Almaty ke Astana dan ternyata kunjungan Presiden SBY kesana menghasilkan
kesan positif sehingga SBY tergerak untuk melontarkan ide basi pemindahan
ibukota negara RI secara spontan di hadapan para wartawan. Puluhan negara di
dunia terbukti telah dan sukses memindahkan ibukota negaranya. Bahkan ada
sejumlah negara yang tercatat beberapa kali memindah ibukota negaranya ketika
kebutuhan untuk pindah ibukota tersebut dirasakan perlu, mendesak dan membawa
manfaat luar biasa bagi negara itu. Jepang, Burma, China bahkan Malaysia pun
sukses memindahkan ibukota negaranya jauh sebelum Indonesia mulai merencanakan
pemindahaan ibukota. Meski SBY mengaku dirinya sudah memikirkan pemindahan
pusat kota pemerintahan di luar Jakarta sejak 4-5 tahun lalu, bahkan SBY juga
sudah menunjuk tim kecil untuk melakukan kajian dan riset terkait dengan wacana
pembangunan kota pusat pemerintahan yang baru, namun realisasi rencana
pemindahan itu tidak pernah terwujud alias omong kosong alias wacana doang.
Celakanya lagi, tokoh sekaliber mantan wapres Jusuf Kalla malah menolak, tanpa
alasan yang jelas, dengan menyebutkan pemindahan ibukota tidak ada gunanya sama
sekali ! Saya termasuk pihak yang dari sejak belasan tahun lalu mendesak
pemindahan ibukota negara ini berdasarkan berbagai pertimbangan.
Namun, sampai detik ini
Pemerintah RI tidak pernah mau serius memulai proyek pemindahan ibukota negara
itu. Pemindahan ibukota RI hanya mencuat jadi wacana ketika rakyat Jakarta
teriak, protes, marah, berduka dan seterusnya saat mereka tertimpa musibah
banjir atau macet total. Setelah banji usai dan kemacetan terurai, wacana pemindahan
ibukota RI seketika menyusut dan menghilang. Senyap tak bergema. Khas
karatakter dan sifat mayoritas bangsa Indonesia yang tak memiliki visi
pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat di masa mendatang. Pemindahan
Ibukota menjadi hangat - hangat tahi ayam atau kayak tarian poco - poco, bergerak tapi maju mundur terus menerus.
Padahal rencana pemindahan
ibukota RI dari Jakarta saat ini sudah sangat mendesak atau urgent. Salah satu
pertimbangan urgensi pemindahan ibukota Indonesia secepat mungkin sebagaimana
yang selalu kami usulkan adalah sebagai
solusi jitu terhadap ancaman disintegrasi, terutama lepasnya Papua dari
bagian integral negara kesatuan Republik Indonesia. Indikasi akan lepasnya
Papua melalui deklarasi kemerdekaan Papua pada tahun 2014 mendatang atau
beberapa tahun ke depan yang diindikasikan dengan manuver pembukaan kantor OPM
di Oxford, Inggris dan penambahan kekuataan pasukan marinir AS dari hanya 250
personil menjadi 27.250 marinir di Darwin,
Australia Kedua fakta politik ini tidak boleh dianggap sepele oleh Pemerintah
Republik Indonesia, apalagi dukungan terhadap kemerdekaan Papua semakin banyak
berdatangan dari LSM - LSM dan organisasi - organisasi internasional dari
seluruh penjuru dunia. Sampai akhir tahun 2012 saja, sudah tercatat 151
organisasi internasional yang mendukung dan ikut serta dalam gerakan
kemerdekaan Papua.
Salah satu solusi terbaik untuk
menggagalkan semua upaya memerdekakan Papua adalah dengan memindahkan ibukota
RI ke salah satu kota di Papua. Bisa Jayapura, Timika, Fakfak dan sebagainya.
Dengan memindahkan ibukota RI dari Jakarta ke Timika, misalnya, kedaulatan RI
di Papua menjadi sangat signifikan secara simbolik, hukum dan politik.
Bagaimana mungkin dunia internasional mau mendukung kemerdekaan Papua jika
Ibukota RI berada di Papua. Tuduhan perlakuan diskriminasi, penelantaran,
pengabaian dan apatisme Pemerintah RI terhadap Papua secara otomatis akan
tergugurkan jika salah satu kota di Papua ditetapkan sebagai ibukota RI. Solusi
yang sederhana, murah, mudah dan jitu untuk pertahankan Papua sebagai bagian
integral NKRI. Banyak pakar yang menyebutkan bahwa biaya pemindahaan ibukota
negara itu adalah pemborosan dan sangat mahal, sekitar Rp. 150 triliun. Menurut
saya pendapat tersebut kurang tepat.
Pertama, tidak ada kata
pemborosan untuk sebuah pembangunan, apalagi pembangunan sebuah ibukota baru
negara. Setiap proyek pembangunan bermakna pembukaan lapangan pekerjaan,
peningkatan geliat sektor riel, menambah permintaan dan konsumsi terhadap
barang dan jasa. Ekonomi negara berputar dan tumbuh positif. Sangat bermanfaat.
Kedua, biaya pemindahaan ibukota
negara yang diperkirakan sekitar Rp. 150 triliun itu, masih jauh lebih kecil
daripada subsidi BBM yang sekitar Rp. 200 triliun lebih setiap tahunnya. Uang
pajak rakyat dibakar percuma untuk subdisi BBM yang notabene dinikmati kalangan
mampu dan orang kaya. Bagi saya, rencana pemindahan ibukota RI yang kembali
dilontarkan Presiden SBY pada Sabtu kemarin, dijamin tak akan pernah terwujud
realisasinya. Mentok alias gagal total. Hanya sekedar menjadi wacana.
Mungkin juga hanya sekedar
pengalihan isu - isu korupsi mafia pangan yang diduga melibatkan orang - orang
dekat dan kepercayaan Presiden SBY : Jusuf Wangkar, Sengman Tjahja, Soetarto
Alimoeso, Lidya, dan seterusnya.
Mungkin juga hanya sekedar
mengecoh rakyat agar tidak mendesak penahanan mantan menpora Andi Malarangeng
yang sudah lama jadi tersangka tapi tidak juga kasusnya dilimpahkan KPK ke
Pengadilan Tipikor, dan desakan penetapan tersangka terhadap Choel Malarangeng
yang sudah nyata - nyata mengaku menerima suap milyaran dari
kontraktor/subkontraktor proyek Hambalang tapi hingga kini masih berkeliaran
bebas seperti konglomerat perampok BLBI yang kebal hukum.
Rencana pemindahan ibukota RI dari Jakarta ke salah satu kota di
Kalimantan atau Papua kembali hanya menjadi wacana ke wacana tanpa ada tindakan
nyata. Persis seperti biasa. Basi.
Wassalam.@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar