Kamis, 12 September 2013

Pindahkan Ibukota RI ke Papua Sekarang Juga!

Oleh: Raden Nuh
Jurnalis Independen: Entah malaikat apa yang merasuki Presiden SBY, tiba - tiba saja beliau mengeluarkan statemen rencana pemindahan ibukota Republik Indonesia. Pernyataan SBY ini diucapkannya beberapa hari lalu saat usai menunaikan lawatannya ke beberapa negara di luar negeri diantaranya Kazakhztan.


Sesungguhnya rencana pemindahan  ibukota negara RI itu adalah gagasan basi yang kembali dicoba diangkat agar  menjadi trend topik hanya karena  pernyataan Presiden SBY saat bincang - bincang ringan dengan para wartawan di Hotel Grand Emerald, Saint Petersburg. Rusia pada Sabtu, 7 September 2013 lalu. Mungkin ucapan spontan Presiden SBY tersebut terinspirasi oleh Kazakhstan sebagai salah satu contoh sukses sebuah negara dalam memindahkan Ibukotanya.

Negara bekas bagian Uni Soviet tersebut  memindahkan ibukota negaranya dari Almaty ke Astana dan ternyata kunjungan Presiden SBY kesana menghasilkan kesan positif sehingga SBY tergerak untuk melontarkan ide basi pemindahan ibukota negara RI secara spontan di hadapan para wartawan. Puluhan negara di dunia terbukti telah dan sukses memindahkan ibukota negaranya. Bahkan ada sejumlah negara yang tercatat beberapa kali memindah ibukota negaranya ketika kebutuhan untuk pindah ibukota tersebut dirasakan perlu, mendesak dan membawa manfaat luar biasa bagi negara itu. Jepang, Burma, China bahkan Malaysia pun sukses memindahkan ibukota negaranya jauh sebelum Indonesia mulai merencanakan pemindahaan ibukota. Meski SBY mengaku dirinya sudah memikirkan pemindahan pusat kota pemerintahan di luar Jakarta sejak 4-5 tahun lalu, bahkan SBY juga sudah menunjuk tim kecil untuk melakukan kajian dan riset terkait dengan wacana pembangunan kota pusat pemerintahan yang baru, namun realisasi rencana pemindahan itu tidak pernah terwujud alias omong kosong alias wacana doang. Celakanya lagi, tokoh sekaliber mantan wapres Jusuf Kalla malah menolak, tanpa alasan yang jelas, dengan menyebutkan pemindahan ibukota tidak ada gunanya sama sekali ! Saya termasuk pihak yang dari sejak belasan tahun lalu mendesak pemindahan ibukota negara ini berdasarkan berbagai pertimbangan.

Namun, sampai detik ini Pemerintah RI tidak pernah mau serius memulai proyek pemindahan ibukota negara itu. Pemindahan ibukota RI hanya mencuat jadi wacana ketika rakyat Jakarta teriak, protes, marah, berduka dan seterusnya saat mereka tertimpa musibah banjir atau macet total. Setelah banji usai dan kemacetan terurai, wacana pemindahan ibukota RI seketika menyusut dan menghilang. Senyap tak bergema. Khas karatakter dan sifat mayoritas bangsa Indonesia yang tak memiliki visi pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat di masa mendatang. Pemindahan Ibukota menjadi hangat - hangat tahi ayam atau kayak tarian poco - poco,  bergerak tapi maju mundur terus menerus.

Padahal rencana pemindahan ibukota RI dari Jakarta saat ini sudah sangat mendesak atau urgent. Salah satu pertimbangan urgensi pemindahan ibukota Indonesia secepat mungkin sebagaimana yang selalu kami usulkan adalah sebagai  solusi jitu terhadap ancaman disintegrasi, terutama lepasnya Papua dari bagian integral negara kesatuan Republik Indonesia. Indikasi akan lepasnya Papua melalui deklarasi kemerdekaan Papua pada tahun 2014 mendatang atau beberapa tahun ke depan yang diindikasikan dengan manuver pembukaan kantor OPM di Oxford, Inggris dan penambahan kekuataan pasukan marinir AS dari hanya 250 personil  menjadi 27.250 marinir di Darwin, Australia Kedua fakta politik ini tidak boleh dianggap sepele oleh Pemerintah Republik Indonesia, apalagi dukungan terhadap kemerdekaan Papua semakin banyak berdatangan dari LSM - LSM dan organisasi - organisasi internasional dari seluruh penjuru dunia. Sampai akhir tahun 2012 saja, sudah tercatat 151 organisasi internasional yang mendukung dan ikut serta dalam gerakan kemerdekaan Papua.

Salah satu solusi terbaik untuk menggagalkan semua upaya memerdekakan Papua adalah dengan memindahkan ibukota RI ke salah satu kota di Papua. Bisa Jayapura, Timika, Fakfak dan sebagainya. Dengan memindahkan ibukota RI dari Jakarta ke Timika, misalnya, kedaulatan RI di Papua menjadi sangat signifikan secara simbolik, hukum dan politik. Bagaimana mungkin dunia internasional mau mendukung kemerdekaan Papua jika Ibukota RI berada di Papua. Tuduhan perlakuan diskriminasi, penelantaran, pengabaian dan apatisme Pemerintah RI terhadap Papua secara otomatis akan tergugurkan jika salah satu kota di Papua ditetapkan sebagai ibukota RI. Solusi yang sederhana, murah, mudah dan jitu untuk pertahankan Papua sebagai bagian integral NKRI. Banyak pakar yang menyebutkan bahwa biaya pemindahaan ibukota negara itu adalah pemborosan dan sangat mahal, sekitar Rp. 150 triliun. Menurut saya pendapat tersebut kurang tepat.

Pertama, tidak ada kata pemborosan untuk sebuah pembangunan, apalagi pembangunan sebuah ibukota baru negara. Setiap proyek pembangunan bermakna pembukaan lapangan pekerjaan, peningkatan geliat sektor riel, menambah permintaan dan konsumsi terhadap barang dan jasa. Ekonomi negara berputar dan tumbuh positif. Sangat bermanfaat.

Kedua, biaya pemindahaan ibukota negara yang diperkirakan sekitar Rp. 150 triliun itu, masih jauh lebih kecil daripada subsidi BBM yang sekitar Rp. 200 triliun lebih setiap tahunnya. Uang pajak rakyat dibakar percuma untuk subdisi BBM yang notabene dinikmati kalangan mampu dan orang kaya. Bagi saya, rencana pemindahan ibukota RI yang kembali dilontarkan Presiden SBY pada Sabtu kemarin, dijamin tak akan pernah terwujud realisasinya. Mentok alias gagal total. Hanya sekedar menjadi wacana.

Mungkin juga hanya sekedar pengalihan isu - isu korupsi mafia pangan yang diduga melibatkan orang - orang dekat dan kepercayaan Presiden SBY : Jusuf Wangkar, Sengman Tjahja, Soetarto Alimoeso, Lidya, dan seterusnya.

Mungkin juga hanya sekedar mengecoh rakyat agar tidak mendesak penahanan mantan menpora Andi Malarangeng yang sudah lama jadi tersangka tapi tidak juga kasusnya dilimpahkan KPK ke Pengadilan Tipikor, dan desakan penetapan tersangka terhadap Choel Malarangeng yang sudah nyata - nyata mengaku menerima suap milyaran dari kontraktor/subkontraktor proyek Hambalang tapi hingga kini masih berkeliaran bebas seperti konglomerat perampok BLBI yang kebal hukum.

Rencana pemindahan  ibukota RI dari Jakarta ke salah satu kota di Kalimantan atau Papua kembali hanya menjadi wacana ke wacana tanpa ada tindakan nyata. Persis seperti biasa. Basi.  Wassalam.@


Tidak ada komentar: